Sedikitnya enam personel penjaga perdamaian asal Bangladesh meninggal dan delapan lainnya mengalami luka-luka akibat serangan pesawat tak berawak yang menghantam pangkalan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Abyei, wilayah sengketa di Sudan, Sabtu (13/12/2025).
Dalam pernyataan resminya, militer Bangladesh menyebut kondisi keamanan di kawasan tersebut masih sangat rapuh, dengan bentrokan bersenjata yang terus berlangsung.
“Situasi di daerah tersebut masih tidak stabil, dan bentrokan dengan teroris masih berlangsung,” demikian pernyataan Angkatan Darat Bangladesh, dilansir dari Reuters, Minggu (14/12/2025).
Otoritas setempat, lanjut mereka, tengah mengupayakan perawatan medis maksimal serta operasi penyelamatan bagi korban luka.
Bangladesh dikenal sebagai salah satu kontributor terbesar pasukan penjaga perdamaian PBB. Selama bertahun-tahun, personelnya ditempatkan di Abyei, wilayah rawan konflik yang menjadi sengketa antara Sudan dan Sudan Selatan.
Seluruh korban dalam serangan ini merupakan warga negara Bangladesh yang bertugas di bawah misi Pasukan Keamanan Sementara PBB untuk Abyei (UNISFA).
Serangan tersebut menuai kecaman keras dari pimpinan PBB. Antonio Guterres Sekretaris Jenderal PBB menegaskan bahwa aksi kekerasan terhadap pasukan penjaga perdamaian tidak dapat ditoleransi.
“Serangan yang menargetkan pasukan penjaga perdamaian PBB dapat dianggap sebagai kejahatan perang berdasarkan hukum internasional,” kata Guterres.
Ia juga menyerukan agar pihak-pihak yang bertanggung jawab atas serangan yang disebutnya “tidak dapat dibenarkan” itu segera dimintai pertanggungjawaban.
Sementara itu, militer Sudan menuding Pasukan Pendukung Cepat atau Rapid Support Forces (RSF) sebagai pelaku serangan pesawat tak berawak tersebut. RSF merupakan kelompok paramiliter yang telah terlibat konflik bersenjata dengan tentara Sudan selama lebih dari dua tahun dalam perebutan kendali negara.
“Serangan ini dengan jelas mengungkap pendekatan subversif dari milisi pemberontak dan pihak-pihak di baliknya,” ujar militer Sudan dalam pernyataan terpisah.
Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari pihak RSF terkait tudingan tersebut. Situasi keamanan di Abyei masih terus dipantau di tengah kekhawatiran meningkatnya eskalasi kekerasan terhadap personel internasional. (saf/ham)




