jpnn.com - Polda Metro Jaya mengevaluasi secara menyeluruh Standar Operasional Prosedur (SOP) penarikan kendaraan oleh pihak penagih utang (debt collector).
Hal itu dilakukan menyusul insiden pengeroyokan dan kericuhan yang menewaskan dua orang mata elang -sebutan lain debt collector atau DC, di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan.
BACA JUGA: 6 Polisi Vs 2 Matel di Kalibata: Pengeroyokan Berlangsung Cepat
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto mengatakan peristiwa tersebut bermula dari cekcok saat penarikan sepeda motor di jalan yang berujung pada aksi kekerasan.
Pada saat itu terjadi cekcok karena anggota Polri yang berada di lokasi tidak terima atas tindakan pencabutan kunci kontak kendaraan tersebut.
BACA JUGA: Alasan Mahfud MD Sebut Perpol 10/2025 Bertentangan dengan Putusan MK
"Dari situ terjadi penganiayaan secara bersama-sama yang mengakibatkan korban meninggal dunia," kata dia di Jakarta, Sabtu (13/12/2025).
Menurut Budi, peristiwa itu menjadi bahan evaluasi bagi seluruh perusahaan pembiayaan (leasing) dalam menerapkan regulasi penagihan kredit.
BACA JUGA: 6 Tersangka Pengeroyokan Maut di Kalibata Semuanya Polisi
"Dengan adanya peristiwa ini menjadi evaluasi bagi seluruh pembiayaan 'leasing-leasing' untuk bisa mengatur regulasi yang tepat," ujar Budi.
Penarikan Kendaraan di Jalan Tak Sesuai Prosedur
Budi mengatakan mekanisme penagihan kredit kendaraan seharusnya dilakukan melalui jalur administratif.
Apabila kredit bermasalah dan objek jaminan fidusia telah terdaftar, pihak perusahaan pembiayaan semestinya memanggil debitur atau membahas penyelesaian di kantor, bukan melakukan penghentian paksa apalagi penarikan di jalan.
Bila fidusia itu sudah terdaftar, seyogianya pihak ketiga ataupun yang mendapat surat perintah kerja mengimbau customer untuk melunasi atau membahas secara administrasi di kantor.
"Bukan mengambil atau memberhentikan secara paksa customer yang ada di jalanan," kata Budi.
Budi menegaskan, tindakan menghentikan kendaraan, memaksa pengendara turun hingga merampas sepeda motor di jalan bukan prosedur yang dibenarkan.
Praktik seperti itu menurutnya kerap terjadi karena penugasan penagihan tidak selalu disertai surat perintah kerja (SPK) yang jelas.
Kadang-kadang SPK tersebut belum tentu ada dan tugas itu turun ke tangan berikutnya, bukan kepada orang yang memiliki pengetahuan, edukasi ataupun "skill" tentang hukum.
"Akibatnya terjadi pencegatan, pemberhentian, bahkan perampasan," ujar Budi.
Oleh karena itu, Polda Metro Jaya meminta perusahaan pembiayaan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem penagihan kredit, termasuk memastikan petugas lapangan memiliki legalitas, pemahaman hukum serta prosedur yang jelas.
Kombes Budi juga mengimbau masyarakat agar tidak takut melapor apabila mengalami penagihan secara paksa di jalan.
Warga dapat segera menghubungi layanan Kepolisian 110 untuk mendapatkan bantuan.
"Apabila kendaraan diberhentikan secara paksa, silakan melaporkan ke layanan Kepolisian 110," kata Budi.
Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya masih melakukan pendalaman terhadap peran masing-masing pihak karena penetapan tersangka baru dilakukan dalam kurun waktu 1x24 jam.
"Pasti akan kami 'update' secara transparan terkait peristiwa Kalibata ini," katanya.
Sebelumnya, polisi menyebut utang sepeda motor menjadi penyebab pengeroyokan dan perusakan yang menewaskan penagih hutang atau mata elang (matel) di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (11/12) malam itu.
Pemilik kendaraan, sampai dengan saat ini, belum menerima uang sepeserpun sehingga mengerahkan temannya untuk menagih.
Namun, diketahui dua orang berinisial MET dan NAT yang bertugas menagih hutang itu malah dikeroyok hingga meninggal dunia.
Tak hanya pengeroyokan, sekelompok massa tersebut juga melakukan perusakan dengan membakar kios, warung serta kendaraan bermotor.
Kepolisian memeriksa enam saksi terkait kasus pengeroyokan serta perusakan yang menewaskan penagih hutang atau mata elang (matel) di kawasan Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, pada Kamis (11/12) malam.
"Saksi ada enam dari pihak warga yang melihat langsung di TKP (tempat kejadian perkara)," kata Kapolsek Pancoran Kompol Mansur kepada wartawan di Jakarta, Jumat (12/12).
Menurut dia, jumlah saksi kemungkinan bertambah seiring berjalannya proses pendalaman lebih lanjut. Pemeriksaan saksi-saksi itu diharapkan dapat memberikan titik terang terkait peristiwa tersebut.(ant/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam



