BANDUNG, KOMPAS - Polisi melacak keberadaan seorang kreator konten bernama Adimas Firdaus atau dikenal sebagai Resbob terkait kasus dugaan ujaran kebencian kepada masyarakat Jawa Barat. Resbob diduga melakukan ujaran kebencian saat siaran langsung di salah satu akun media sosial.
Dalam video siaran langsung di salah satu akun media sosial, Resbob mengeluarkan ujaran kebencian kepada Bobotoh, julukan suporter tim Persib Bandung. Kata-katanya juga meluas hingga mengaitkannya dengan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (sara) tentang masyarakat Jabar.
Video itu beredar sejak 10 Desember 2025 dan viral di media sosial. Pejabat hingga berbagai kalangan masyarakat Jabar mengecam pernyataan Resbob.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Hendra Rochmawan pada Senin (15/12/2025) mengatakan, Direktorat Reserse Siber (Ditressiber) Polda Jawa Barat, tengah mengejar Resbob. Resbob diduga melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elekteonik (UU ITE) atas konten rasis.
Hendra memaparkan, pihaknya sejauh ini telah menerima bebarapa aduan dari masyarakat terkait konten yang menghina salah satu suku tersebut. Aduan itu salah satunya dari kelompok suporter Persib.
"Berdasarkan hasil penyelidikan, kami melakukan pelacakan ke dua lokasi di daerah Jawa Timur. Akan tetapi, dia telah berpindah lagi keJawa Tengah. Saat ini kami berusaha semaksimal mungkin mendapatkannya," kata Hendra.
Ia menyatakan, Resbob terancam dijerat dengan Pasal 45A Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Regulasi mengatur pidana bagi penyebar konten elektronik yang berisi hasutan kebencian atau permusuhan terhadap kelompok tertentu berdasarkan sara.
"Dia (Resbob) terancam pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat 2 UU 1 2024," ujarnya.
Hendra mengimbau Resbob agar segera menyerahkan diri ke kepolisian. "Masyarakat yang melihat Resbob bisa melaporkannya kepada kami. Jangan melakukan tindakan yang gegabah dan bisa menimbulkan kerugian," tambahnya.
Wakil Gubernur Jawa Barat Erwan Setiawan meminta kepolisian segera memproses hukum oknum tersebut. Sebab, postingan itu berpotensi menganggu keamanan dan memecah belah persatuan.
"Saya berharap polisi memproses hukum oknum yang bersangkutan sehingga memberikan efek jera dan menjadi pelajaran bagi semuanya, " kata Erwan.
Pengamat komunikasi dari Universitas Padjadjaran Dadang Rahmat Hidayat mengatakan, konten di siaran langsung media sosial berpotensi salah, seperti soal ujaran kebencian. Oleh karena itu, kreator konten perlu lebih berhati-hati saat siaran langsung.
Menurut dia, kesalahan penyampaian pesan dalam konten di media sosial sehingga menarik perhatian banyak pihak sangat sulit ditarik kembali. Sebab, kesalahan itu meninggalkan jejak digital.
Ia mengimbau masyarakat untuk berhati-hati membuat konten di ruang media sosial. Respon terhadap konten itu bisa juga mendestruksi personal pembuat konten tersebut.
"Diperlukan sikap yang bijaksana saat berkomunikasi di media sosial. Sebab, kesalahan yang terjadi di media sosial tidak bisa digantikan dan berdampak besar bagi personal tersebut," ujarnya.


:strip_icc()/kly-media-production/medias/5441634/original/034864300_1765513701-1000646600.jpg)


