Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengusulkan UU senjata yang lebih ketat. Hal ini disampaikan Albanese menanggapi penembakan massal di Pantai Bondi, Sydney, yang menewaskan 15 orang.
Pelaku penembakan adalah ayah dan anak. Mereka menembak kerumunan orang yang berkumpul di Pantai Bondi untuk merayakan Hanukkah pada Minggu (14/12) malam.
Polisi mengkonfirmasi salah satu pelaku (50 tahun) punya izin kepemilikan 6 senjata, yang diyakini digunakan dalam penembakan itu.
Menurut Albanese, UU senjata yang lebih ketat diperlukan, termasuk pembatasan jumlah senjata api yang boleh dimiliki satu orang.
"Pemerintah siap mengambil tindakan apa pun yang diperlukan, termasuk kebutuhan UU senjata yang lebih ketat," kata Albanese kepada wartawan, dikutip dari AFP, Senin (15/12).
Albanese mengatakan akan membawa reformasi UU tersebut pada rapat Kabinet Nasional bersama gubernur negara bagian sore ini.
"Orang dapat diradikalisasi dalam jangka waktu tertentu. Izin tidak boleh berlaku selamanya," kata Albanese.
Penembakan massal jarang terjadi di Australia. Penembakan massal terakhir terjadi pada 1996, saat seorang pelaku tunggal menembak 35 orang di kota wisata Port Arthur.
Peristiwa yang kemudian disebut "pembantaian Port Arthur" itu memicu reformasi besar-besaran, termasuk skema pembelian senjata, registrasi senjata api nasional, dan penindakan terhadap kepemilikan senjata semi-otomatis.
Albanese menyatakan sudah saatnya mempertimbangkan apakah UU senjata perlu diperketat lagi.
"Saya tentu siap untuk itu," pungkasnya.




