FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Bendera putih berkibar di sejumlah titik di Aceh. Terdapat di berbagai ruas jalan, termasuk jalur lintas Banda Aceh–Medan hingga kawasan Aceh Tamiang dan Aceh Timur.
Masyarakat menggunakannya untuk menyampaikan bahwa kondisi mereka sudah berada di batas kemampuan bertahan. Terutama terkait pangan, air bersih, kesehatan, dan akses logistik.
Meskipun pemerintah telah menyatakan kesanggupan dalam menangani dampak bencana dan menolak bantuan negara asing. Di Aceh Tamiang warga mengaku hidup tanpa listrik dan air bersih selama berhari-hari.
Juru bicara Gerakan Rakyat Aceh Bersatu, Masri, mengatakan masyarakat menyerah dan tidak sanggup mengatasi dampak bencana. Mereka mendesak Presiden Prabowo Subianto menetapkan status bencana nasional.
”Seluruh gerakan sipil di Aceh akan bersatu untuk aksi di jalan, mulai dari Langsa, Aceh Tamiang, Aceh Timur, Lhokseumawe, dan semua kabupaten lain di Aceh untuk menuntut pemerintah pusat menetapkan bencana Sumatera sebagai bencana nasional,” katanya dikutip dari Kompas.
Jika tidak, kata Masri, masyarakat akan turun ke jalan pada 16 Desember 2025. Tuntutan itu disuarakan agar Presiden Prabowo melakukan langkah penanganan darurat secara terpadu. Agar ada tambahan bantuan logistik, tenaga medis, alat berat, dan kebutuhan vital lainnya masuk karena bantuan daerah tidak cukup.
Dia mengatakan bendera putih menjadi isyarat kondisi darurat dan semestinya direspons cepat oleh pemerintah. Mengingat bencana telah menelan begitu banyak korban jiwa, hilang, dan luka. Ribuan rumah rusak dan perekonomian luluh lantak.
”Bendera dikibarkan sebagai tanda darurat dan meminta dunia internasional membantu Aceh,” ujarnya.
Di banyak kasus, warga justru mengandalkan dapur umum swadaya dan bantuan relawan lintas daerah. Namun, persediaan terus menipis, sementara hujan masih turun dan ancaman banjir susulan belum sepenuhnya hilang.
(Arya/Fajar)





