Durian Beku RI Tembus Pasar China, Ekspor Perdana 48 Ton Dilepas dari Bogor

kumparan.com
12 jam lalu
Cover Berita

Indonesia resmi menembus pasar durian beku China. Badan Karantina Indonesia (Barantin) melepas ekspor perdana durian beku sebanyak 48 ton ke Negeri Tirai Bambu pada Senin (15/12). Pelepasan dilakukan di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dengan nilai ekspor mencapai Rp 5,1 miliar.

Durian beku tersebut dikirim melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, menuju Pelabuhan Qingdao, China. Barantin mengeklaim ekspor ini menjadi tonggak penting setelah proses negosiasi dan pemenuhan persyaratan yang memakan waktu hampir dua tahun.

Kepala Barantin Sahat Panggabean mengatakan ekspor perdana ini hasil dari proses panjang yang membutuhkan komitmen dan sumber daya besar dari berbagai pihak.

"Ini adalah realisasi ekspor perdana durian beku ke China, yang merupakan wujud dari rangkaian proses panjang yang memakan waktu yang cukup lama dan membutuhkan penyediaan sumber daya yang tidak sedikit," ungkap Sahat dalam keterangan resmi, Senin (15/12).

Negosiasi Panjang hingga Protokol Ekspor

Sahat menilai durian Indonesia memiliki cita rasa khas yang sangat diminati konsumen China. Selama ini, pasar durian beku China dikuasai negara-negara seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Filipina. RI, katanya, lebih banyak berperan sebagai pemasok ke negara-negara tersebut sebelum akhirnya durian diolah dan diekspor ulang ke China.

Melihat potensi itu, Sahat langsung berkomunikasi langsung secara government to government (G to G) dengan otoritas karantina China, General Administration of Customs of the People’s Republic of China (GACC). Upaya ini menghasilkan draf protokol ekspor durian beku dari pemerintah China kepada Indonesia.

Koordinasi intensif kemudian dilakukan Barantin bersama Kementerian Pertanian pada aspek budidaya serta Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada pembinaan rumah pengemasan pangan segar asal tumbuhan. Koordinasi hampir dua tahun itu akhirnya menghasilkan penandatanganan Protokol Ekspor Durian Beku Indonesia-China oleh Barantin dan GACC pada 25 Mei 2025 di Jakarta.

Plt. Deputi Bidang Karantina Tumbuhan Barantin, Drama Panca Putra, menekankan pentingnya aspek ketelusuran atau traceability dalam ekspor durian beku ke China. Hal ini diterapkan melalui Peraturan Badan Karantina Indonesia Nomor 15 Tahun 2024 tentang Instalasi Karantina Tumbuhan (IKT) dan sarana pendukungnya.

Hingga kini, tercatat delapan rumah pengemasan durian beku yang telah memenuhi syarat sebagai IKT dan terdaftar di sistem China Import Food Enterprise Registration. Tujuh berada di Sulawesi Tengah dan satu di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Sesuai protokol, produk yang dapat diekspor meliputi daging durian (pulp), pasta durian (puree), dan durian utuh (whole durian). Produk mesti berasal dari durian segar dan matang yang ditanam di Indonesia, kemudian dibekukan dengan suhu minimal -30°C melalui proses pembekuan cepat dan dipertahankan pada suhu inti -18°C atau lebih rendah.

Selain itu, durian beku wajib diseleksi secara manual untuk memastikan bebas dari buah rusak, benda asing, cemaran kimia, biologi, maupun logam berat. Eksportir juga harus memiliki kebun atau kemitraan dengan petani terdaftar GAP, rumah kemas teregistrasi OKKPD Bapanas, serta ditetapkan sebagai fasilitas ekspor oleh Barantin sebelum direkomendasikan ke GACC.

Peluang Devisa Triliunan Rupiah

Berdasarkan data sertifikasi Barantin dalam sistem Best Trust, sepanjang Januari-November 2025 Indonesia telah mengekspor durian sebanyak 10.162 ton.

Thailand jadi tujuan utama dengan volume 6.003 ton, disusul China 2.574 ton dan Malaysia 1.532 ton. Negara tujuan lainnya antara lain Hong Kong, Jerman, Jepang, Taiwan, Arab Saudi, hingga AS.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perkebunan Durian Indonesia (Apdurin), Aditya Pradewo, menyebut pasar China sebagai peluang besar bagi eksportir durian nasional.

Menurut Aditya, permintaan durian di China mencapai USD 8 miliar atau sekitar Rp 128 triliun per tahun. Dengan varietas unggulan seperti Bawor, Super Tembaga, dan Namlung, Indonesia optimistis mampu merebut 5-10 persen pangsa pasar, dengan potensi devisa Rp 6,4 triliun hingga Rp 12,8 triliun per tahun.

Sementara itu, pelaku usaha PT Zarafa Ridho Lestari, Muchlido Apriliast, menilai pemberlakuan protokol ekspor langsung ke China memberikan efisiensi signifikan. Sebelumnya, ekspor harus melalui Thailand dengan biaya logistik mencapai USD 18.000 per kontainer. Kini, ekspor langsung hanya memerlukan biaya sekitar USD 10.000-11.000 per kontainer, atau hemat sekitar USD 8.000 per kontainer.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Footgolf Mulai Berkembang di Indonesia, Oki Rengga Siap Jadi Atlet
• 14 jam laluskor.id
thumb
Perjalanan Cinta Atalia Praratya Sebelum Menikah hingga Gugat Cerai Ridwan Kamil, Pernah Dipepet Mahasiswa-TNI
• 10 jam lalutvonenews.com
thumb
Polri Kirim 224 Ton Beras ke Korban Bencana di Sumatera, Dirikan 21 Dapur Umum
• 9 jam lalukumparan.com
thumb
Rektorat: Waspada penipuan dengan mengatasnamakan pejabat UI
• 10 jam laluantaranews.com
thumb
Bareskrim Miskinkan Pengusaha Pakaian Bekas di Bali: Sita Aset Senilai Rp 22 M
• 8 jam lalukumparan.com
Berhasil disimpan.