Perhimpunan Kesehatan Hiperbarik Indonesia (PEKHI) menggelar Kongres Nasional perdana di Surabaya, Senin (15/12/2025).
Forum ini menjadi momentum penting bagi PEKHI untuk memperluas peran dan memperkuat kolaborasi lintas disiplin dalam pengembangan layanan kesehatan hiperbarik di Indonesia.
“Kalau awalnya banyak orang kesehatan saja, sekarang kita sudah meningkatkan unsur seperti penyelam, akademisi, teknisi, sehingga kita bisa lebih luas lagi terlibat di dalam pengembangan hiperbarik ini,” kata Laksma TNI dr. Sujoko Purnomo Kepala Pusat Kesehatan TNI AL (Kapuskesal) sekaligus Ketua Kongres Nasional PEKHI.
Sujoko menekankan pentingnya sinergi antarbidang dalam pelayanan hiperbarik, karena menurutnya terapi hiperbarik tidak bisa berdiri sendiri dan membutuhkan kolaborasi antara tenaga kesehatan, tenaga teknik, hingga akademisi.
“Tidak bisa nakes sendiri, harus ada sinergi. Jadi orang teknik itu akan bersinergi dengan dokter dan perawat dalam menangani kasus-kasus hiperbarik ini,” ujarnya.
Kolonel Laut dr. Titut Harnanik Kepala Lembaga Kesehatan Kelautan (Kalakesla) TNI AL menambahkan bahwa terapi oksigen hiperbarik selain untuk menangani kasus dekompresi pada penyelam, juga memiliki manfaat besar dalam terapi klinis untuk penderita diabetes, stroke, trauma tulang, gangguan THT, paru-paru, saraf, hingga pascaoperasi.
“Jadi ada kasus-kasus yang sudah disinggung waktu temu ilmiah tadi, ada kasus post replantasi, kemudian habis operasi tidak bangun-bangun mungkin karena seseorang itu alergi obat anestesi, koma sampai 20 hari, itu kalau segera diterapi oksigen hiperbarik hasilnya akan bagus, tidak sampai jaringannya mati,” jelasnya.
Kongres Nasional Perkumpulan Kesehatan Hiperbarik Indonesia (Pekhi) di Surabaya, pada Senin (15/12/2025). Foto: Risky suarasurabaya.netTingkat keberhasilan terapi hiperbarik, kata dia, sangat bergantung pada golden periode atau kecepatan rujukan. Oleh karena itu, pihaknya menyarankan agar ketika butuh penanganan hiperbarik segera dilakukan.
“Jadi saran dari kita yang sudah pengalaman di bidang klinis, kalau habis operasi replantasi jangan menunggu sianosis atau nekrosis atau jaringan sudah hitam baru dikirim ke hiperbarik, itu hasilnya nanti bisa tidak berhasil karena jaringan sudah mati. Tapi kalau misal sekarang operasi, hari ini juga segera dikirim, hasilnya malah bagus,” ucapnya.
Penguatan terapi hiperbarik di Indonesia, kata dia, akan terus dilakukan melalui sinergi berbagai pihak, dari kedokteran hingga teknik.
“Insyaallah nanti selain kongres kita juga akan mengadakan pelatihan. Kita akan kembangkan dari semua hal, bukan hanya dokter dan perawatnya saja,” ucapnya.
Seperti diketahui, Kongres Nasional PEKHI itu diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai latar belakang, mulai dari dokter, dokter gigi, paramedis, teknisi, apoteker, penyelam, hingga guru besar dari berbagai Fakultas Perguruan Tinggi di Indonesia dan luar negeri seperti Malaysia. (ris/saf/ipg)



