BCA Proyeksi Ekonomi RI Tumbuh hingga 5,2 persen pada 2026

kumparan.com
23 jam lalu
Cover Berita

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,1 persen hingga 5,2 persen pada 2026. Kepala Ekonom BCA, David Sumual, mengatakan salah satu penyokongnya adalah mulai bergeraknya Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara).

“Kita melihat ya sekitar 5,1-5,2 tahun depan mudah-mudahan tercapai. Apalagi dengan mulai bergeraknya Danantara ya, sehingga ini ekonominya berputar,” tutur David dalam gelaran Bincang Bareng BCA Proyeksi Ekonomi 2026 di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/12).

Dalam paparan David dijelaskan Bank Dunia merevisi naik proyeksi pertumbuhan dari 4,7 persen menjadi 4,8 persen. IMF dan OECD juga sama-sama menaikkan proyeksinya dari 4,7 persen menjadi 4,9 persen. Sementara itu, Asian Development Bank (ADB) justru merevisi turun proyeksi dari 5,0 persen menjadi 4,9 persen.

Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2026 diperkirakan meningkat ke rentang 4,9–5,7 persen dengan median 5,3 persen. Sementara itu, Pemerintah Indonesia menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen pada 2025 dan meningkat menjadi 5,4 persen pada 2026.

Kredit Perbankan Turun Meski Pemerintah Salurkan SAL ke Himbara

David juga menyayangkan pertumbuhan kredit perbankan turun pada Oktober mengalami penurunan, padahal pemerintah telah meneken kebijakan penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk bank Himbara.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kredit perbankan tumbuh 7,36 persen secara tahunan pada Oktober 2025, sedikit melambat dibanding September yang mencapai 7,70 persen, dengan total penyaluran mencapai Rp 8.220,2 triliun.

“LDR-nya agak turun. Tapi Dana Pihak Ketiga naik 11 persen. Ini karena kebijakan pemerintah kemarin untuk memindahkan dana, DPK-nya naik. Tapi sayangnya pertumbuhan kreditnya malah masih turun. Jadi dari 7,7 di September ke Oktober 7,3 turun,” imbuhnya.

Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 11,48 persen yoy pada Oktober 2025, lebih tinggi dibanding September yang sebesar 11,18 persen, dengan nilai mencapai Rp 9.756,6 triliun. Kemudian loan to deposit ratio (LDR) Oktober pada angka 84,3 persen.

“Jadi banyak kredit diberikan, platformnya tinggi, tapi yang dicairkannya itu masih 77 sekian persen. Ini 23 persen masih belum disburshed. Jadi dikasih platform tapi tidak digunakan,” tuturnya.

Dari sisi sektor, pertumbuhan kredit tertinggi adalah jasa lainnya sebesar 18,1 persen, diikuti oleh utilitas (13,1 persen), transportasi (10,9 persen), dan jasa pendidikan (9,7 persen).

Sementara itu, beberapa sektor strategis mencatat pertumbuhan kredit yang relatif moderat, seperti perdagangan (4,4 persen), manufaktur (4,0 persen), agrikultur dan perikanan (3,8 persen), serta konstruksi (3,6 persen).

Sektor jasa keuangan dan TIKOM (telekomunikasi dan informasi) mencatat pertumbuhan kredit paling rendah, masing-masing 2,7 persen dan 2,0 persen.

“Jadi banyak kredit diberikan, platformnya tinggi, tapi yang dicairkannya itu masih 77 sekian persen. Ini 23 persen masih belum disburshed. Jadi dikasih platform tapi tidak digunakan,” tuturnya.

Banjir Sumatera Pangkas PDB 0,32 Persen

David juga mengatakan banjir di Sumatera berpotensi memangkas Produk Domestik Bruto (PDB) nasional hingga sekitar 0,32 persen. Penurunan ini terutama dipicu oleh melemahnya konsumsi masyarakat dan terganggunya aktivitas produksi di daerah terdampak.

“Jadi kita melihat dampaknya sekitar 0,3 persen dari PDB lah kurang lebih. Dampak dari sekitar penurunan ya. Penurunan PDB yang bisa terjadi akibat konsumsi yang menurun, produksi yang menurun, dan sebagainya,” jelasnya.

Di luar dampak konsumsi, biaya rekonstruksi pascabencana juga diperkirakan cukup besar. David memperkirakan kebutuhan anggaran pembangunan kembali prasarana, sarana, dan kelembagaan di wilayah terdampak mencapai Rp 50–70 triliun per provinsi.

“Kalau bencana itu antara Rp 50-70 triliun lah biaya rekonstruksi. Jadi kan kemungkinan bisa lebih tinggi,” imbuhnya.

Berdasarkan olahan data internal tim Riset Ekonomi BCA, Sumatera Barat mengalami penurunan belanja masyarakat sebesar 25,53 persen atau sekitar Rp 3,8 triliun. Sementara itu, Sumatera Utara 22,31 persen atau sekitar Rp11,8 triliun. Dampak serupa juga terjadi di Aceh, belanja masyarakat turun sekitar 23,92 persen atau Rp 2,8 triliun.

David menambahkan, jika penurunan konsumsi di wilayah terdampak berlanjut hingga Desember 2025, maka secara agregat dampak pascabencana berpotensi memangkas PDB nasional kuartal IV 2025 sebesar 0,31 persen atau sekitar Rp 18,58 triliun.

Potensi Ijon Buat Tambah Penerimaan Pajak

Dalam kesempatan yang sama, David mengatakan pemerintah berpeluang menempuh langkah terobosan untuk menutup potensi shortfall atau kekurangan penerimaan pajak hingga akhir tahun. Salah satu opsi yang dinilai memungkinkan adalah skema ijon, seperti yang pernah dilakukan pada periode sebelumnya. Ijon berarti wajib pajak diminta untuk menyetorkan di tahun ini kewajiban perpajakan yang terutang di tahun depan.

“Kalau pajak yang kita khawatir sebenarnya ya bisa saja sih dilakukan upaya-upaya terobosan seperti dulu ya. Ada Ijon gitu bisa juga,” ujar David.

Dia mengungkapkan, wacana tersebut mulai ramai dibicarakan di kalangan pelaku usaha. David mengaku mendengar adanya diskusi ke arah itu, meski belum dikonfirmasi secara resmi. Menurut dia langkah semacam ini menjadi relevan karena waktu yang tersisa untuk mengejar target penerimaan pajak semakin sempit.

“Katanya sih sudah ada pembicaraan ke arah sana. Coba dicek ke teman-teman pengusaha. Saya kebetulan juga di Apindo, dengar-dengar sudah mulai ada kiat-kiat soal itu,” katanya.

David menilai tekanan pada penerimaan negara tidak hanya berasal dari pajak. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga diperkirakan sulit diandalkan tahun ini, seiring pelemahan harga komoditas global. Di sisi lain, pemerintah juga menghadapi tambahan beban fiskal akibat bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah.

“Tapi tahun depan untuk kebutuhan rekonstruksi pastinya perlu ada keterlibatan pemerintah pusat. Dan untuk pertumbuhan ekonomi pasti akan terpengaruh di kuartal I 2026 dan akhir tahun ini juga, di November-Desember pasti terpengaruh,” jelasnya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Purbaya Terapkan Bea Keluar Batu Bara Mulai 1 Januari 2026, Bersamaan dengan Emas
• 15 jam lalubisnis.com
thumb
Resmikan Pabrik di Subang, Vinfast Bakal Investasi Bertahap hingga Rp16,6 Triliun
• 23 jam laluidxchannel.com
thumb
Detik-Detik Atlet Jalan Cepat Violine Intan Raih Emas Sea Games 2025 untuk Indonesia | KOMPAS MALAM
• 14 jam lalukompas.tv
thumb
Intip Hangatnya Perayaan Natal Jessica Mila Bersama Keluarga Suami
• 3 jam lalugrid.id
thumb
Prabowo Jenguk Korban Tabrakan Sopir Mobil SPPG di RSUD Koja
• 3 menit laludisway.id
Berhasil disimpan.