Lampung Geh, Bandar Lampung - Pembentukan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Provinsi Lampung telah mencapai 94 persen dari target awal.
Dari 798 dapur yang ditargetkan, sebanyak 757 dapur tercatat telah aktif, sementara 610 dapur di antaranya sudah beroperasi dan melayani program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Tertinggal (PMDT) Provinsi Lampung sekaligus Ketua Pelaksana Satuan Tugas Makan Bergizi Gratis (Satgas MBG) Saipul, mengatakan capaian tersebut dihitung berdasarkan pembaruan data yang dilakukan setiap hari Senin.
“Target awal kita 798 dapur, sekarang yang aktif sudah 757. Kalau dipresentasikan, pembentukan dapur SPBG di Lampung sudah mencapai 94 persen. Sedangkan yang benar-benar operasional itu 610 dapur atau sekitar 76 persen,” kata Saipul.
Ia menjelaskan, dari sisi cakupan penerima manfaat, program SPBG di Lampung menargetkan sekitar 2,4 juta penerima.
Hingga saat ini, sekitar 1,6 juta peserta telah menerima layanan makan bergizi dari dapur SPBG yang sudah beroperasi.
“Dari target 2,4 juta penerima, yang sudah terlayani sekarang sekitar 1,6 juta peserta,” ujar Saipul.
Selain kesiapan dapur, proses penerbitan Sertifikat Laik Higienis Sanitasi (SLHS) juga masih berlangsung.
Saipul menyebutkan, hingga kini baru 35 sertifikat SLHS yang telah terbit dan tercatat di dalam sistem.
“SLHS ini memang masih berproses. Sampai hari ini, yang sudah terbit baru 35. Sisanya, sekitar 500 dapur lebih masih dalam tahapan proses,” kata dia.
Menurut Saipul, terdapat sejumlah kendala dalam penerbitan SLHS. Salah satunya adalah gangguan sistem yang sempat terjadi sekitar satu bulan lalu, sehingga memperlambat proses pengajuan sertifikat.
Kendala lainnya berkaitan dengan hasil uji Indeks Kualitas Lingkungan (IKL), terutama kualitas air di beberapa wilayah.
“Di beberapa daerah, hasil uji IKL, khususnya air, tidak memenuhi standar. Itu yang membuat persetujuan IKL tidak bisa direkomendasikan,” jelas dia.
Sebagai langkah antisipasi, pihaknya menyarankan dapur SPBG di wilayah tersebut menggunakan air mineral untuk proses memasak guna menjaga keamanan pangan dan mencegah risiko gangguan kesehatan.
Terkait potensi kejadian keracunan makanan, Saipul memastikan hingga saat ini tidak ada laporan kasus baru.
Ia menekankan, pentingnya penerapan standar operasional prosedur (SOP) dalam setiap tahapan pengolahan makanan.
“Alhamdulillah, insya Allah tidak ada lagi. Kuncinya ada di SOP. Kalau SOP dijalankan dengan baik dan kualitas alur kerja dijaga, kejadian seperti itu bisa dicegah,” pungkasnya. (Cha/Lua)





