Surabaya (beritanatim.com) – Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) bersama Direktorat Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memulai penyusunan Naskah Akademik untuk memperkuat regulasi sempadan pantai.
Upaya ini diarahkan agar pengaturan sempadan pantai memiliki dasar hukum nasional yang lebih kuat dan seragam.
“Sempadan pantai harus ditempatkan sebagai ruang strategis yang diintegrasikan dan dideklarasikan secara nasional. Karena itu, kami mendorong pengaturannya naik ke level Peraturan Pemerintah, agar lintas sektor tunduk pada satu acuan yang sama,” ujar Ketua Umum HAPPI, Muh. Rasman Manafi, Senin (15/12/2025).
Langkah awal tersebut dibahas dalam Focus Group Discussion (FGD) perdana di Surabaya yang melibatkan pakar dan guru besar dari berbagai perguruan tinggi di Jawa Timur. Forum ini menjadi ruang konsolidasi ilmiah untuk merespons kompleksitas pengelolaan pesisir yang selama ini terfragmentasi oleh aturan sektoral.
“Pengelolaan sempadan pantai saat ini rawan konflik karena diatur oleh banyak peraturan lintas kementerian tanpa satu kerangka hukum yang benar-benar mengikat,” kata Rasman.
Rasman menjelaskan, lebih dari separuh aktivitas ekonomi nasional berada di wilayah pesisir, mulai pelabuhan, industri, pariwisata, hingga permukiman. Tekanan pemanfaatan yang tinggi tanpa tata kelola yang kokoh memicu konflik ruang, abrasi, banjir rob, dan degradasi ekosistem pantai.
“Ketika sempadan pantai tidak dikelola sebagai zona penyangga ekologis, dampaknya berantai ke daratan dan menghambat pembangunan berkelanjutan,” ujarnya.
HAPPI menilai penguatan regulasi melalui Peraturan Pemerintah penting karena memiliki daya ikat lebih tinggi dan membuka ruang penegakan hukum yang jelas. Penyusunan Naskah Akademik juga mengkaji ulang standar jarak sempadan pantai 100 meter dengan pendekatan ilmiah berbasis karakter wilayah dan risiko bencana.
“Standar sempadan pantai perlu dikaji ulang secara ilmiah agar sesuai dengan kondisi geomorfologi dan tekanan pemanfaatan di tiap daerah,” jelas Rasman.
Surabaya dipilih sebagai lokasi FGD pertama karena merepresentasikan tekanan pembangunan pesisir yang tinggi sebagai pusat ekonomi nasional. HAPPI berencana melanjutkan FGD di Makassar untuk menyerap perspektif kawasan timur Indonesia.
“Naskah Akademik ditargetkan rampung akhir 2025 dan menjadi bahan resmi agar RPP sempadan pantai dapat dibahas pada 2026,” pungkas Rasman.[asg/ted]



