jpnn.com, JAKARTA - Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar, menyampaikan peran vital Kementerian Agama (Kemenag) sebagai jembatan dan mediator strategis antara negara dan civil society (masyarakat sipil).
Peran ini disebut krusial untuk menjaga harmoni kehidupan beragama di tengah dinamika sosial yang makin kompleks.
BACA JUGA: Kemenag Matangkan Outlook 2026, Menag Nasaruddin Angkat Isu Lingkungan & Nilai Spiritual
Menag Nasaruddin Umar menekankan bahwa Kemenag harus hadir sebagai penyeimbang yang proporsional.
“Kementerian Agama harus benar-benar hadir sebagai penyeimbang. Tidak terlalu cepat turun tangan, tetapi juga tidak abai ketika negara memang harus hadir,” ujar Menag Nasaruddin saat memberikan keynote speech dalam Lokakarya Kemenag bertema “Mempersiapkan Umat Masa Depan” di Serpong, Tangerang, pada Senin (15/12).
BACA JUGA: Menag: Indonesia Tumbuh Kuat karena Kerukunan Umat Terjaga
Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kemenag Tahun 2025.
Menurutnya, tanpa peran penyeimbang yang kuat, hubungan antara agama dan negara berpotensi saling menekan dan memicu persoalan baru di masyarakat. Negara yang terlalu dominan mengatur agama dapat menggerus otonomi agama.
BACA JUGA: Menag Nasaruddin Bandingkan Presiden Prabowo dengan Muammar Khadafi & Saddam Hussein
Agama yang terlalu jauh memengaruhi negara berisiko membawa Indonesia ke arah negara agama.
“Kementerian Agama harus berada di posisi tengah sebagai jembatan yang adil,” tegasnya.
Menghadapi tantangan keumatan modern, di mana ajaran normatif berhadapan dengan realitas masyarakat yang rasional dan terbuka, Menag menyebut Kemenag harus mampu "menjembatani dua dunia" yang berbeda secara emosional dan intelektual.
Selain itu, Menag Nasaruddin mengingatkan pentingnya menjaga independensi agama agar tidak menjadi alat legitimasi politik.
Dia berharap, Kemenag harus terus menjaga keseimbangan antara keberpihakan kepada negara dan kepentingan umat agar kepercayaan publik tetap terpelihara.
“Kaki kita berpijak di negara, tetapi pada saat yang sama kita juga harus berpihak pada kepentingan umat. Jika keseimbangan ini hilang, kepercayaan masyarakat terhadap agama dan negara bisa melemah,” jelasnya.
Lokakarya ini secara khusus diselenggarakan untuk merumuskan arah Kemenag ke depan. Menag berharap, Kemenag dapat memiliki target terukur untuk memainkan peran penyeimbang ini.
“Hari ini kami hadirkan para stakeholders, tokoh agama, akademisi, dan ormas-ormas keagamaan. Sehingga biar semua pihak merasa memiliki Kementerian Agama, maka kami libatkan semua,” papar Menag.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemenag, Kamaruddin Amin, melaporkan bahwa lokakarya ini bertujuan mendukung penyusunan Outlook Kehidupan Beragama Kemenag Tahun 2026 sebagai dokumen strategis.
Kamaruddin Amin menyoroti beberapa tantangan serius yang dihadapi kehidupan keagamaan saat ini yaitu digitalisasi dan perubahan orientasi spiritual generasi muda.
Polarisasi identitas dan maraknya hoaks keagamaan, isu minoritas serta konflik rumah ibadah.
Outlook 2026 diharapkan dapat memetakan tren dan arah kebijakan keagamaan yang responsif, inklusif, dan berbasis data.
Konseptualisasi umat masa depan menjadi fokus utama, dengan penekanan pada nilai toleransi, inklusivitas, kepedulian terhadap lingkungan, dan cinta kasih.
Lokakarya strategis ini dihadiri pejabat Eselon I dan II Kemenag, kepala Kanwil Kemenag, rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri, pimpinan ormas keagamaan, tokoh agama, akademisi, dan budayawan. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad




