FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan UGM, Prof. Dwikorita Karnawati, menyebut kondisi atmosfer dan intensitas hujan saat ini dapat memicu kejadian ekstrem di wilayah-wilayah rawan.
Rentetan bencana di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh menjadi alarm bahwa ancaman serupa dapat terjadi di daerah lain dengan karakter bentang alam yang mirip.
“Peristiwa tersebut menunjukkan kerentanan kawasan berlereng curam, daerah yang mengalami alih fungsi lahan, serta zona tektonik aktif dengan kondisi geologi rapuh di berbagai wilayah Indonesia,” katanya dikutip dari situs resmi UGM, Selasa (16/12).
Dwikorita mengungkapkan, data empiris BMKG menunjukkan bahwa bibit siklon dan siklon tropis cenderung meningkat setiap Desember hingga Maret atau April tahun berikutnya. Fenomena ini lebih dominan di belahan selatan bumi sehingga wilayah selatan khatulistiwa perlu berada dalam kondisi siaga terhadap cuaca ekstrem.
Kawasan seperti Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian selatan dan tenggara, Maluku, dan Papua bagian selatan masuk dalam zona yang berpotensi mengalami hujan intens yang memicu longsor dan banjir.
“Wilayah-wilayah tersebut seharusnya berada dalam kondisi SIAGA terhadap cuaca ekstrem sebagaimana yang baru saja terjadi di Sumatera,” tutur mantan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) itu.
Untuk menghadapi potensi meluasnya risiko, Dwikorita menekankan pentingnya upaya cepat di daerah rawan bencana. Identifikasi ulang zona merah dan pembatasan aktivitas manusia selama periode peringatan dini menjadi langkah awal yang perlu dilakukan pemerintah daerah.
Selain itu, penyiapan jalur evakuasi dan lokasi pengungsian yang aman sangat penting, terutama bagi kelompok rentan seperti difabel, lansia, ibu hamil, dan anak-anak.
“Langkah-langkah ini harus dijalankan segera pada wilayah yang telah ditetapkan dalam peringatan dini BMKG,” tegasnya.
Berdasarkan hasil pemantauan dalam beberapa hari terakhir, BMKG telah menyampaikan peringatan dini secara bertahap dan berkelanjutan kepada masyarakat serta sektor terkait untuk meningkatkan kesiapsiagaan sebagai antisipasi menghadapi potensi cuaca ekstrem.
BMKG mengonfirmasi peningkatan status Bibit Siklon 91S di Samudra Hindia barat daya Lampung telah menjadi Siklon Tropis Bakung sejak Jumat (12/12) pukul 19:00 WIB. Hasil analisis BMKG, Siklon Tropis Bakung memiliki kecepatan angin maksimum 35 knot (65 km/jam) dengan tekanan di sekitar sistem mencapai 1000 hPa dan bergerak ke arah barat daya menjauhi wilayah Indonesia.
Adapun dampak tidak langsung Siklon Tropis Bakung terhadap wilayah Indonesia ialah adanya potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di sebagian Bengkulu, Lampung, dan Banten.
Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menjelaskan melihat potensi dampak tidak langsung dari Siklon Tropis Bakung serta keberadaan sistem Bibit Siklon 93S, BMKG merekomendasikan masyarakat di wilayah terdampak tetap waspada terhadap potensi hujan intensitas sedang hingga lebat, angin kencang, serta gangguan aktivitas harian yang dapat terjadi terutama di lokasi yang rawan.
Masyarakat, khususnya yang berada di wilayah terdampak juga dianjurkan memantau informasi terkini BMKG dan arahan mitigasi BPBD setempat serta membatasi aktivitas di luar ruangan. (Pram/fajar)





