Dwikorita: Kawasan di Sumatera yang Kena Banjir Jangan Dipakai Lagi buat Hunian

kumparan.com
10 jam lalu
Cover Berita

Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga eks Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Prof Dwikorita Karnawati, mengingatkan kebijakan hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap) pascabencana di Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar) harus dirancang untuk mencegah terulangnya bencana.

Dwikorita bilang, wilayah terdampak bencana berada di kawasan kipas aluvial yakni bentang alam hasil endapan banjir bandang masa lalu.

Secara geologi, kawasan tersebut zona aktif yang menyimpan memori bencana. Sehingga berpotensi terlanda kembali dalam rentang waktu puluhan tahun.

Kerusakan lingkungan di wilayah hulu dan Daerah Aliran Sungai (DAS), disebut Dwikorita, mempercepat erosi dan meningkatkan volume material rombakan yang terbawa saat hujan ekstrem.

Dampaknya periode ulang banjir bandang memendek. Banjir bandang dapat terjadi dalam kurun 15 sampai 20 tahun. "Bahkan lebih singkat jika pemulihan lingkungan tidak segera dilakukan," jelasnya.

Rangkaian banjir bandang dan longsor yang terjadi beruntun di Aceh, Sumut, dan Sumbar, kata Dwikorita, menunjukkan kerentanan geologi yang diperparah kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.

Akibatnya, bencana geo-hidrometeorologi di Sumatra semakin sering dan berdampak luas.

Prakiraan BMKG, potensi hujan akan berlangsung hingga Maret-April 2026. Risiko banjir dan longsor susulan masih tinggi.

"Kebijakan hunian pascabencana tidak boleh berhenti pada fase tanggap darurat, melainkan harus terintegrasi dalam rehabilitasi dan rekonstruksi jangka panjang, termasuk pemulihan lingkungan secara menyeluruh," katanya.

Wilayah Banjir Bandang Zona Merah

Dwikorita bilang wilayah yang pernah terlanda banjir bandang tidak layak dijadikan lokasi huntap. Kawasan itu harus ditetapkan sebagai zona merah untuk konservasi dan rehabilitasi lingkungan.

Huntap harus di luar bantaran sungai aktif, memiliki jarak aman dari lereng curam, dan mempertimbangkan akses air baku.

Kawasan rawan ini bisa dimanfaatkan sebagai huntara tetapi dengan batas waktu bukan permanen.

Sementara itu, kawasan rawan masih dapat dimanfaatkan sebagai huntara dengan batas waktu ketat yakni tiga tahun dan bukan sebagai hunian permanen.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Ekspansi Hapsoro-Prajogo Dirikan Anak Usaha Incar Prospek Cerah Migas dan Mineral
• 8 jam lalubisnis.com
thumb
Penyintas Bencana Sumatra Dapat Relaksasi KUR, Ini Ketentuannya
• 4 jam lalucnbcindonesia.com
thumb
Aturan Baru, Pemda Bisa Sanksi Pedagang Nakal Minyakita di Atas HET Rp15.700
• 10 jam lalubisnis.com
thumb
Hukum Lalu Lintas: Mengapa Paling banyak Dilanggar ?
• 43 menit lalukumparan.com
thumb
Lesunya Pasar Komoditas Membebani Laju IHSG Menuju Rekor ATH Baru
• 7 jam lalubisnis.com
Berhasil disimpan.