Resbob Ditangkap Setelah Kabur, Potret Kian Fatalnya Ujaran Kebencian

kompas.id
6 jam lalu
Cover Berita

Empat hari kabur ke berbagai kota, youtuber bernama Adimas Firdaus alias Resbob ditangkap polisi di Semarang, Jawa Tengah, Senin kemarin. Ucapan Resbob yang diduga ujaran kebencian ke masyarakat Jawa Barat di media sosial berujung penangkapan dirinya oleh pihak berwajib.

Kasus ini bermula ketika video siaran langsung di salah satu akun media sosial. Resbob yang menggunakan kaos berwarna hitam sedang mengendarai sebuah mobil di Surabaya, Jawa Timur.

Dia pun mengeluarkan ujaran kebencian kepada bobotoh, julukan suporter tim Persib Bandung. Kata-katanya juga meluas hingga menyinggung isu suku ras dan agama (SARA) tentang masyarakat Jabar.

Video ini beredar sejak tanggal 10 Desember 2025 dan viral di media sosial. Pejabat hingga berbagai kalangan masyarakat Jabar mengecam pernyataan Resbob.

Resmob pun khawatir setelah ucapannya memicu gelombang amarah masyarakat. Dia pun segera menyampaikan klarifikasi dan permintaan maaf di akun medsos tiktok miliknya empat hari lalu.

"Secara resmi saya berkewajiban menyampaikan klarifikasi dan permohonan maaf terkait ucapan saya saat streaming di Surabaya tiga hari lalu, " ucapnya.

Permintaan maaf tidak meluluhkan hati masyarakat Jabar. Mereka meminta pihak kepolisian segera menangkap Resmob agar menghindari aksi main hakim sendiri.

Baca JugaUjaran Kebencian ke Masyarakat Jabar, Polisi Tangkap Youtuber Resbob

Wakil Gubernur Jabar Erwan Setiawan meminta pihak polisi segera memproses hukum oknum tersebut. Sebab, postingan itu berpotensi menganggu keamanan dan memecah belah persatuan.

Ia mengaku sangat tersinggung dan marah dengan postingan tersebut. Ia berharap tidak ada lagi tindakan yang merendahkan martabat seluruh masyarakat Indonesia.

"Polisi harus memproses hukum oknum yang bersangkutan sehingga memberikan efek jera dan menjadi pelajaran bagi semuanya, " tegas Erwan.

Ditangkap

Menerima pengaduan dari warga, Tim Direktorat Siber (Ditressiber) Polda Jabar pun segera melacak keberadaan Resbob sejak Jumat pekan lalu. Dari hasil penyelidikan dari sejumlah orang dekatnya, mereka mengendus keberadaan Resbob di Jawa Timur.

Upaya pencarian Resbob terpusat di Surabaya. Akan tetapi hasilnya nihil. Resbob telah kabur dari kota itu.

Pencarian pun dilanjutkan ke Surakarta, Jawa Tengah. Namun, itu juga belum membuahkan hasil. Hingga akhirnya, polisi menangkap pemuda 25 tahun ini di salah satu tempat penginapan di Semarang pada Senin (15/12/2025), pukul 13.00 WIB.

"Resbob sedang bersembunyi di salah satu penginapan di Semarang. Pencarian dia selama beberapa hari akhirnya berakhir, " tutur Direktur Reserse Siber Polda Jabar Komisaris Besar Resza Ramadianshah.

Tidak lama, dia lalu dibawa ke Bandung. Dalam video yang didapatkan Kompas, Resbob yang menggunakan jaket hoodie berwarna abu-abu hanya tertunduk saat dibawa dengan pesawat dari Semarang ke Bandung via Jakarta.

Dia tiba di Markas Polda Jabar pukul 23.15 WIB. Dalam kondisi tangan terborgol, Resbob hanya diam membisu saat diwawancarai awak media yang menanti kedatangannya di Mapolda Jabar.

Resbob dipindahkan ke Bandung untuk menjalani proses penyidikan lanjutan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Kasus dugaan ujaran kebencian tersebut telah menimbulkan keresahan serta reaksi luas di tengah masyarakat.

Dia dijerat Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 1 Tahun 2024. Regulasi ini mengatur pidana bagi penyebar konten elektronik yang berisi hasutan kebencian atau permusuhan terhadap kelompok tertentu berdasarkan SARA.

"Penanganan perkara ini dilakukan secara profesional, objektif, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tegas Kepala Bidang Humas Polda Jabar, Komisaris Besar Hendra Rochmawan.

Resbob kini terancam pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliiar. Bagaikan pepatah sudah jatuh tertimpa tangga, kampus Resbob, yakni Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS) menjatuhkan sanksi tegas kepadanya berupa pencabutan status kemahasiswaan atau drop out.

Rektor UWKS, Rr Nugrahini Susantinah Wisnujati, menyampaikan, yang bersangkutan tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Akan tetapi, diketahui yang bersangkutan tidak mengikuti perkuliahan secara penuh.

Semakin mengkhawatirkan

Dalam publikasi Kompas.id (18 Juni 2025), kemajuan teknologi dan masifnya penggunaan media sosial menjadikan penyebaran ujaran kebencian semakin mengkhawatirkan. Dampaknya bukan hanya sosial, melainkan juga mengancam demokrasi, perdamaian, dan keselamatan kelompok rentan.

Jajak pendapat Litbang Kompas, 19-22 Mei 2025, memotret penyebaran ujaran kebencian sebagai dampak dari pengaruh teknologi dan media digital yang menjadi hal yang paling dikhawatirkan sepertiga (35 persen) responden dapat menggerus nilai-nilai Pancasila.

Dari Indonesia hingga dunia internasional, tren peningkatan ujaran kebencian bukan hanya sebatas angka statistik, melainkan fenomena yang berdampak langsung terhadap masyarakat.

Khususnya di Indonesia, ujaran kebencian juga menimbulkan ancaman yang signifikan terhadap keharmonisan sosial, terutama yang tersebar di dunia maya.

Dataset IndoToxic 2024 mencatat, selama dua tahun terakhir, Indonesia telah mengalami peningkatan sepuluh kali lipat dalam rasio ujaran kebencian daring, dengan total 43.692 data sampel ujaran kebencian yang dikumpulkan.

Berdasarkan hasil studi Monash University bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dari 1,45 juta unggahan media sosial yang dianalisis antara September 2023 dan Januari 2024, ditemukan sekitar 200.000 unggahan (13,8 persen) mengandung ujaran kebencian.

Dari jumlah tersebut, lebih dari 5 persen secara langsung terkait pemilu, termasuk kandidat dan partai politik.

Baca JugaUjaran Kebencian Terkait Pilkada Marak di Tiktok

Adapun platform yang mengandung ujaran kebencian terbanyak adalah Facebook (56,83 persen), diikuti X (36,35 persen), dan Instagram (6,6 persen).

Tipe ujaran kebencian tertinggi adalah serangan terhadap identitas (131.000), diikuti dengan hinaan (117.000), kata-kata kotor (48.000), ancaman/hasutan (40.000), bentuk lainnya (6.000), dan serangan seksual (5.000).

Pengamat komunikasi dari Universitas Padjadjaran Dadang Rahmat Hidayat yang diwawancarai di Bandung mengatakan, konten di siaran langsung media sosial berpotensi besar terjadi kesalahan seperti ujaran kebencian. Karena itu, diperlukan lebih berhati-hati saat membuat konten saat siaran langsung.

Ia mengimbau masyarakat untuk berhati-hati membuat konten di ruang media sosial. Respon terhadap konten itu bisa juga mendestruksi personal pembuat konten tersebut.

"Diperlukan sikap yang bijaksana saat berkomunikasi di media sosial. Sebab, kesalahan yang terjadi di media sosial tidak bisa tergantikan dan berdampak besar bagi personal tersebut, " ucapnya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
IHSG Awal Pekan Tutup di Zona Merah, Saham DSSA dan RATU Lesu
• 17 jam lalukatadata.co.id
thumb
Guyur Insentif di Akhir Tahun, Purbaya Pede Ekonomi Bakal Terdongkrak
• 3 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Cek Harga Pangan di Pasar Jakarta: Cabai dan Bawang Merah Tembus Rp 100 Ribu/Kg
• 5 jam lalukumparan.com
thumb
Prabowo Jenguk Siswa dan Guru yang Ditabrak Mobil MBG di RS Koja
• 1 jam laluokezone.com
thumb
Jadwal Cuti Bersama Desember 2025: Libur Natal Siap Sambut Akhir Tahun
• 2 jam lalunarasi.tv
Berhasil disimpan.