Purbaya Isyaratkan Ganti Vendor Pita Cukai usai Bertemu Hashim Djojohadikusumo

bisnis.com
8 jam lalu
Cover Berita

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa merespons kritik dari adik Presiden Prabowo Subianto, sekaligus Utusan Khusus Presiden Bidang Energi dan Iklim, Hashim Djojohadikusumo ihwal sistem pajak dan bea cukai Indonesia yang lemah. 

Sebelumnya, Hashim mengkritik sistem pajak dan bea cukai Indonesia yang dinilai olehnya lemah. Hal itu disampaikan olehnya pada suatu acara yang diselenggarakan di Universitas Indonesia (UI) pada pekan lalu. 

Saat dimintai tanggapan mengenai kritik tersebut di Istana Kepresidenan, Senin (15/12/2025), Purbaya mengakui bahwa lemahnya sistem pajak dan bea cukai Indonesia ditunjukkan melalui adanya kebocoran penerimaan. 

"Ya betul. Kami enggak tahu, yang jelas pasti ada yang bocor kan di sana-sini," ujarnya kepada wartawan, dikutip Selasa (16/12/2025). 

googletag.cmd.push(function() { googletag.display("div-gpt-ad-parallax"); });

Purbaya pun sudah bertemu dengan Hashim. Dia menyebut adik Presiden Prabowo itu setidaknya mengusulkan otomatisasi dua sistem penerimaan yakni cukai hasil tembakau (CHT) atau rokok dan pajak perdagangan luar negeri. 

Otomatisasi CHT itu melalui pengawasan atau monitoring produksi rokok secara digital. Purbaya mengakui sudah melihat sistem digitalisasi yang akan digunakan olehnya. Dia menyebut sistem tersebut bakal diadakan dari pihak ketiga alias vendor dan masih dinegosiasi untuk harganya. 

Baca Juga

  • Bea Cukai Pantau Ekspor-Impor dari Jakarta Pakai AI Mulai 2026
  • Begini Nasib 16.000 Pegawai Jika Prabowo Jadi Bekukan Bea Cukai
  • Pengusaha Minuman Ringan Semringah Purbaya Batalkan Cukai MBDK 2026

"Tinggal masalah negosiasi harganya, jangan kemahalan gitu biar murah dikit lah. Jadi nanti rokok langsung dimonitor sama alat itu. Langsung masuk ke sistem keuangan di Bea Cukai," ungkapnya. 

Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu juga mengungkap nantinya sistem itu akan dibekali kode khusus untuk pengenaan cukai rokok tersebut. Kode itu akan memungkinkan pengawasan secara digital dan lebih mudah bahkan melalui aplikasi ponse. 

"Yang saya harapkan dengan itu berjalan, nanti pendapatan cukai rokoknya akan naik, dan pada saat yang sama kami berhasil juga di lapangannya. Lebih gampang. Itu sedang dalam tahap negosiasi harganya," terang Purbaya.

Adapun mengenai otomatisasi pajak, mantan Deputi di Kemenko Kemaritiman dan Investasi itu juga sedang memelajari peluang untuk mendigitalisasi pajak perdagangan luar negeri. Namun, dia belum menjelaskan secara spesifik terkiat dengan digitalisasi dimaksud. 

Hanya saja, dia mengakui sistem pengawasan secara digital untuk pajak ini lebih sulit diterapkan apabila dibandingkan dengan pengawasan produksi rokok. 

"Digitalisasi pajak yang perdagangan ke luar negeri, itu sedang kami pelajari. Cuma kelihatannya sih yang itu agak berat, karena sistemnya belum siap, yang ditawarkan oleh vendornya," ujar Menkeu lulusan ITB itu.

Kritik Hasyim

Pada acara Bedah Buku Indonesia Naik Kelas, Jumat (12/12/2025), Utusan Presiden Bidang Energi dan Iklim Hashim Djojohadikusumo menyoroti penerimaan negara di Indonesia yang masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga yakni Kamboja dengan torehan 18%.

Apalagi, Hashim menyebut persentase penerimaan negara terhadap PDB Indonesia tidak bergerak dari angka 12%. Dia menyebut kondisi itu tidak lepas dari lemahnya sistem penerimaan negara baik pajak, bea cukai maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP). 

"Parah, sistem penerimaan negara kita, pajak, bea cukai dan semuanya parah, sangat sangat parah, parah sekali. Indonesia betul, kita termasuk yang paling lemah dan rendah di dunia, sistem perpajakan kita," ungkapnya di acara tersebut, dikutip dari YouTube Universitas Indonesia (UI). 

Hashim kemudian mengaku bahwa telah menyampaikan kritik ini kepada Purbaya. Dia menyinggung temuan Bank Dunia bahwa sejak dulu realisasi penerimaan pajak, bea cukai maupun PNBP tidak meningkat signifikan. 

Pemilik Arsari Group, yang bergerak di bidang pertanian, kehutanan dan pertambangan itu menuturkan, Kamboja yang ekonominya tidak sebesar Indonesia berhasil meningkatkan persentase penerimaan negaranya dalam kurun waktu 10 tahun, yakni dari 9% ke 18% terhadap PDB. Ini berbeda dengan Indonesia yang diklaim olehnya masih tetap berada di 12%. 

Hal ini, terangnya, turut berdampak pada keseimbangan fiskal. Dia mengeklaim harusnya penerimaan negara bisa menambal defisit APBN, bahkan mencetak surplus. 

"Kalau memang aparat pajak, bea cukai, bekerja dengan benar, Indonesia bukan negara defisit [APBN], Indonesia negara surplus. Indonesia negara kaya, Indonesia super power. Tinggal kita benahi aparat kita," pungkasnya. 


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Listing Besok, IPO Superbank (SUPA) Oversubscribed hingga 318,69 Kali
• 10 jam laluidxchannel.com
thumb
Fokus Penanganan Bencana Sumatera, KAI Tunda Pengoperasian KA Jaka Lalana
• 9 jam lalukumparan.com
thumb
Kenapa Warga Kini Lebih Pilih Lapor Damkar daripada Polisi? Ini Kata Mahfud MD
• 3 jam lalufajar.co.id
thumb
224 Kosa Kata Bahasa Arab yang Sering Digunakan Lengkap dengan Arti dan Penulisan
• 4 jam lalutheasianparent.com
thumb
SEA Games 2025: Salam Presiden Prabowo untuk Atlet Indonesia
• 22 jam lalutvrinews.com
Berhasil disimpan.