Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Atip Latipulhayat menekankan peran sekolah sebagai pusat inovasi dalam mengatasi tantangan perubahan iklim, krisis pangan, serta degradasi lingkungan.
Menurutnya, bencana alam seperti banjir dan kekeringan akibat perubahan iklim dan degradasi lingkungan secara langsung merusak produksi pertanian, peternakan, dan perikanan, yang menyebabkan kegagalan panen dan mengurangi pasokan pangan.
“Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, ketahanan pangan, dan degradasi lingkungan, sekolah perlu menjadi pusat inovasi yang mengajarkan peserta didik untuk memahami, merawat, dan memulihkan lingkungan,” kata Wamendikdasmen Atip di Jakarta pada Selasa.
Ia menyampaikan hal tersebut pada kegiatan SEAMEO Biotrop Outlook 2025-2026 di Jakarta, yang mengangkat tema “ Innovations and Partnership for Transformative Biodiversity Education and Sustainable Future”.
Kegiatan ini mencakup ajang peluncuran luaran 2025, Rencana Program 2026, penyerahan policy brief, serta pameran pendidikan biodiversitas yang menampilkan inovasi sekolah dan mitra Biotrop.
Baca juga: Kemendikdasmen sambut Gerakan Sekolah Bersih, dukung jaga lingkungan
Wamendikdasmen Atip Latipulhayat mengapresiasi Biotrop yang menjadikan kegiatan hari itu sebagai momentum strategis untuk meninjau capaian dan arah pendidikan biodiversitas.
Lebih lanjut ia menerangkan ada dua program yang menjadi pilar kuat inovasi pembelajaran ekologis adalah Agro-Eco-Edu-Tourism (AED) dan School of Biodiversity.
Kedua program tersebut, kata dia, tidak hanya memperkenalkan pendekatan pembelajaran baru, namun juga mengubah cara siswa, guru, dan masyarakat memahami hubungan antara manusia dan lingkungan.
“Program AED telah berkembang pesat dan menjadi model pembelajaran terpadu yang memadukan pertanian tropis, ekologi, dan pengalaman edukatif di ruang terbuka,” kata Wamendikdasmen Atip.
Baca juga: MPLS Ramah Dukung Lingkungan Pendidikan yang Inklusif untuk Semua Anak
Ia juga menilai pengaruh satuan pendidikan turut menentukan dalam mengurangi food waste yang menjadi bagian dari pendidikan karakter.
Pada kesempatan itu Deputi Direktur Program SEAMEO Biotrop Doni Yusri menyampaikan arah program SEAMEO Biotrop tahun 2026, seperti pengembangan Geopark Educational Model (GEM), integrasi Artificial Intelligence for Tropical Biology, penguatan Circular Economy, serta perluasan Pendidikan Konservasi Lahan Sub-Optimal.
Ia menegaskan komitmen kolaborasi adalah fondasi utama yang menentukan keberhasilan program-program tersebut.
“Kami percaya bahwa keberhasilan program-program tersebut hanya dapat dicapai melalui kemitraan yang kuat, baik dengan pemerintah, lembaga riset, universitas, SEAMEO Centres, dunia usaha, maupun sekolah-sekolah di seluruh Indonesia dan Asia Tenggara,” ujarnya.
Baca juga: Buka MPLS, Mendikdasmen berpesan jadikan sekolah rumah nyaman
Menurutnya, bencana alam seperti banjir dan kekeringan akibat perubahan iklim dan degradasi lingkungan secara langsung merusak produksi pertanian, peternakan, dan perikanan, yang menyebabkan kegagalan panen dan mengurangi pasokan pangan.
“Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, ketahanan pangan, dan degradasi lingkungan, sekolah perlu menjadi pusat inovasi yang mengajarkan peserta didik untuk memahami, merawat, dan memulihkan lingkungan,” kata Wamendikdasmen Atip di Jakarta pada Selasa.
Ia menyampaikan hal tersebut pada kegiatan SEAMEO Biotrop Outlook 2025-2026 di Jakarta, yang mengangkat tema “ Innovations and Partnership for Transformative Biodiversity Education and Sustainable Future”.
Kegiatan ini mencakup ajang peluncuran luaran 2025, Rencana Program 2026, penyerahan policy brief, serta pameran pendidikan biodiversitas yang menampilkan inovasi sekolah dan mitra Biotrop.
Baca juga: Kemendikdasmen sambut Gerakan Sekolah Bersih, dukung jaga lingkungan
Wamendikdasmen Atip Latipulhayat mengapresiasi Biotrop yang menjadikan kegiatan hari itu sebagai momentum strategis untuk meninjau capaian dan arah pendidikan biodiversitas.
Lebih lanjut ia menerangkan ada dua program yang menjadi pilar kuat inovasi pembelajaran ekologis adalah Agro-Eco-Edu-Tourism (AED) dan School of Biodiversity.
Kedua program tersebut, kata dia, tidak hanya memperkenalkan pendekatan pembelajaran baru, namun juga mengubah cara siswa, guru, dan masyarakat memahami hubungan antara manusia dan lingkungan.
“Program AED telah berkembang pesat dan menjadi model pembelajaran terpadu yang memadukan pertanian tropis, ekologi, dan pengalaman edukatif di ruang terbuka,” kata Wamendikdasmen Atip.
Baca juga: MPLS Ramah Dukung Lingkungan Pendidikan yang Inklusif untuk Semua Anak
Ia juga menilai pengaruh satuan pendidikan turut menentukan dalam mengurangi food waste yang menjadi bagian dari pendidikan karakter.
Pada kesempatan itu Deputi Direktur Program SEAMEO Biotrop Doni Yusri menyampaikan arah program SEAMEO Biotrop tahun 2026, seperti pengembangan Geopark Educational Model (GEM), integrasi Artificial Intelligence for Tropical Biology, penguatan Circular Economy, serta perluasan Pendidikan Konservasi Lahan Sub-Optimal.
Ia menegaskan komitmen kolaborasi adalah fondasi utama yang menentukan keberhasilan program-program tersebut.
“Kami percaya bahwa keberhasilan program-program tersebut hanya dapat dicapai melalui kemitraan yang kuat, baik dengan pemerintah, lembaga riset, universitas, SEAMEO Centres, dunia usaha, maupun sekolah-sekolah di seluruh Indonesia dan Asia Tenggara,” ujarnya.
Baca juga: Buka MPLS, Mendikdasmen berpesan jadikan sekolah rumah nyaman




