Momen akhir tahun menghadirkan jeda waktu liburan yang selalu dinanti masyarakat luas. Di momen ini, banyak orang melakukan perjalanan, baik untuk berwisata, mudik ke kampung halaman, atau sekadar beristirahat dari padatnya rutinitas yang telah dijalani selama setahun penuh. Namun, pada masa akhir tahun ini umumnya disertai dengan ancaman cuaca ekstrem seiring kian tingginya curah hujan di sejumlah wilayah di Indonesia.
Masyarakat Indonesia yang hendak melakukan perjalanan pada momen libur Hari Raya Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru) diperkirakan melonjak dari tahun sebelumnya. Menurut Kementerian Perhubungan, sebanyak 119,50 juta orang berpotensi melakukan perjalanan pada momen tersebut.
Data hasil Kerjasama antara Kementerian Perhubungan, Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Komunikasi dan Digital, serta akademisi dalam survei potensi pergerakan orang pada masa Natal 2025 dan Tahun baru 2026 menunjukkan adanya tren peningkatan. Masyarakat yang berpotensi melakukan perjalanan pada masa akhir tahun ini naik sebesar 2,71 persen, yakni dari 39,30 persen pada tahun lalu menjadi 42,01 persen.
Jika dilihat secara series, dalam kurun empat tahun terakhir, potensi masyarakat yang melakukan perjalanan pada momen libur Nataru terus mengalami lonjakan. Terutama pascapandemi Covid-19.
Menurut Kemenhub, lonjakan minat masyarakat dalam melakukan perjalanan pada tahun ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Di antaranya, seperti waktu libur yang relatif panjang dan bersamaan dengan libur sekolah, serta kondisi infrastruktur transportasi yang semakin memadai. Selain itu, faktor lainnya seperti aspek religi dan budaya terutama bagi masyarakat yang merayakan Hari Raya Natal di kampung halaman juga turut memengaruhi peningkatan perjalanan pada masa akhir tahun ini.
Sejumlah wilayah di Pulau Jawa masih menjadi destinasi utama masyarakat yang melakukan perjalanan. Jawa Tengah diproyeksi mendominasi tujuan perjalanan sebanyak 20,23 juta pergerakan. Disusul Jawa Barat sebanyak 16,83 juta pergerakan dan Jawa Timur sebanyak 16,61 juta pergerakan
Selain itu, Kota Yogyakarta diproyeksi menjadi destinasi perjalanan favorit dengan estimasi mencapai 5,15 juta pergerakan. Disusul kota wisata lainnya seperti Bandung, Malang, Bogor dan Denpasar.
Meskipun demikian, peningkatan intensitas perjalanan masyarakat pada momen libur Nataru kali ini harus diantisipasi oleh semua pihak, baik itu pemerintah ataupun para pelaku perjalanan. Bukan hanya karena potensi kepadatan lalu lintas yang akan terjadi, tetapi juga puncak cuaca ekstrem dan ancaman bencana hidrometeorologis yang berpotensi melanda sejumlah wilayah di Tanah Air.
Merujuk pada data Kementerian Pekerjaan Umum dalam rapat dengar pendapat dengan DPR RI pada Senin (8/12) menjelaskan bahwa menjelang Nataru, sejumlah wilayah di Indonesia memiliki titik rawan yang berpotensi terjadi bencana hidrometeorologis. Secara akumulasi jumlah titik rawan tersebut mencapai 2.463 lokasi.
Dari jumlah itu, Pulau Sumatera menjadi yang paling rawan dengan sebaran sebanyak 749 titik. Di mana terdapat 175 titik rawan banjir, 571 titik rawan longsor, dan 3 titik rawan rob.
Sementara itu, secara keseluruhan jumlah titik rawan banjir di Indonesia mendominasi sebanyak 1.641 lokasi. Adapun titik rawan longsor dan rob masing-masing sebanyak 807 lokasi dan 15 lokasi.
Kondisi tersebut tidak lepas dari adanya puncak cuaca ekstrem yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), puncak musim hujan di Indonesia terjadi pada rentang Desember 2025 hingga Januari 2026. Hal ini berpotensi menyebabkan peningkatan curah hujan tinggi hingga sangat tinggi di sejumlah wilayah seperti Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Papua Selatan dan sebagian besar Kalimantan.
Berdasarkan pemetaan dinamika cuaca BMKG, terdapat tiga periode cuaca jelang libur Nataru kali ini. Antara lain hujan lebat pada rentang 15–22 Desember 2025; hujan dengan intensitas yang cenderung menurun pada kurun 22–29 Desember 2025; dan curah hujan yang kembali meningkat seiring pergeseran puncak musim hujan ke Pulau Jawa pada 29 Desember 2025 hingga 10 Januari 2026.
Ancaman cuaca ekstrem tersebut juga disertai adanya fenomena atmosfer yang diprediksi aktif secara bersamaan. Seperti Monsun Asia, Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang atmosfer Kelvin dan Rossby, La Niña lemah, serta kemunculan bibit siklon tropis 93W dan 91S.
Kondisi tersebut perlu diwaspadai guna mengantisipasi terjadinya intensitas hujan lebat, angin kencang, gelombang tinggi, serta dampak tidak langsung dari bibit siklon tropis yang berpotensi mengganggu aktivitas transportasi baik di darat, laut, maupun udara.
Pada sektor pelayaran, BMKG memperkirakan akan terjadinya gelombang setinggi 2,5-4 meter di sebagian wilayah peraian. Bahkan, gelombang yang lebih tinggi yakni sekitar enam meter diprediksi terjadi di area dekat laut Natuna pada Januari mendatang.
Sementara itu, di sektor penerbangan pertumbuhan awan Cumulonimbus (Cb) menjadi fokus utama karena dapat memicu intesifitas hujan. Akan tetapi, BMKG telah melakukan mitigasi dengan mengeluarkan flight document kepada para pilot, sehingga potensi dampak buruk bisa diminimalisasi.
Berbagai upaya mitigasi telah disiapkan dan dilakukan oleh beberapa lembaga terkait. Salah satunya kerjasama antara BMKG, BNPB, pemerintah daerah, dan BUMN dalam menyiagakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Tujuannya, untuk mengurangi intensitas hujan di wilayah-wilayah yang memiliki risiko bencana tinggi.
Selain itu, BMKG juga telah memperkuat kesiapsiagaan melalui layanan informasi cuaca real-time yang dapat diakses oleh publik. Seperti InfoBMKG, Digital Weather for Traffic BMKG (transportasi darat), Ina-SIAM (penerbangan), dan InaWIS (pelayaran).
Meskipun demikian, upaya mitigasi itu tentu harus disertai dengan berbagai tindakan secara konkret di lapangan. Di antaranya seperti pembatasan aktivitas di sekitar wilayah rawan dan penguatan infrastruktur penunjang aktivitas masyarakat.
Sementara itu, masyarakat juga berperan turut ambil bagian penting dalam upaya meminimalisasi potensi dampak buruk dari cuaca ekstrem tersebut. Informasi cuaca harus menjadi bagian dari perencanaan dalam melakukan perjalanan. Mengatur waktu perjalanan secara baik serta menentukan distinasi yang relatif aman perlu menjadi pertimbangan dalam kondisi iklim yang tidak menentu.
Pada akhirnya, libur Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2026 kali ini harus dimaknai lebih dari sebatas liburan, melainkan juga sebagai upaya untuk menyeimbangkan rasionalitas antara keinginan dan kondisi alam, serta bersama-sama saling menguatkan terutama kepada masyarakat terdampak bencana. (LITBANG KOMPAS)



:strip_icc()/kly-media-production/medias/5372640/original/021343200_1759748373-PHOTO-2025-10-06-15-00-54.jpg)
