Tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek didakwa merugikan negara sebesar Rp 2,18 triliun.
Ketiga terdakwa tersebut yakni eks konsultan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; Direktur SD Kemendikbudristek 2020-2021, Sri Wahyuningsih; dan eks Direktur SMP Kemendikbudristek, Mulyatsyah.
Jaksa mengatakan, para terdakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dengan eks Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim dan mantan stafsus Mendikbudristek, Jurist Tan.
Adapun dakwaan terhadap Nadiem belum dibacakan dan disidangkan secara terpisah dengan tiga terdakwa. Sementara itu, Jurist Tan masih dalam penyidikan oleh Kejagung dan statusnya kini masih buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO).
Jaksa mengungkapkan, bahwa hasil perhitungan kerugian negara Rp 2,18 triliun tersebut berasal dari angka kemahalan harga Chromebook sebesar Rp 1.567.888.662.716,74 dan pengadaan CDM yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar USD 44.054.426 atau setara sekitar Rp 621.387.678.730.
"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.567.888.662.716,74 berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi program digitalisasi pendidikan pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tahun 2019 sampai dengan 2022 Nomor PE.03.03/SR/SP-920/D6/02/2025 tanggal 04 November 2025 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (16/12).
"Dan kerugian keuangan negara akibat pengadaan Chrome Device Management yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat pada Program Digitalisasi Pendidikan pada Kemendikbudristek RI Tahun 2019 sampai dengan 2022 sebesar USD 44.054.426 atau setidak-tidaknya sebesar Rp 621.387.678.730," jelas jaksa.
Jaksa mengatakan para terdakwa secara bersama-sama disebut melaksanakan pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi berupa laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) tahun anggaran 2020, 2021 dan 2022.
Namun, hal itu dilakukan tidak sesuai dengan perencanaan pengadaan dan prinsip-prinsip pengadaan.
"Bahwa terdakwa Sri Wahyuningsih, bersama-sama dengan Nadiem Anwar Makarim, Ibrahim Arief alias Ibam, Mulyatsyah, dan Jurist Tan membuat review kajian dan analisa kebutuhan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada program digitalisasi pendidikan," tutur jaksa.
"Yang mengarah pada laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome (Chrome OS) dan Chrome Device Management (CDM) tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia sehingga mengalami kegagalan khususnya di daerah 3T (terluar, tertinggal, terdepan)," papar jaksa.
Jaksa menyebut, Sri Wahyuningsih dkk kemudian menyusun harga satuan dan alokasi anggaran tahun 2020 tanpa dilengkapi survei dengan data pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan dalam penganggaran pengadaan laptop Chromebook tersebut.
Adapun hal itu juga dijadikan acuan oleh Sri Wahyuningsih dkk dalam penyusunan harga satuan dan alokasi anggaran pada tahun 2021 dan 2022.
"Terdakwa Sri Wahyuningsih bersama-sama dengan Nadiem Anwar Makarim, Mulyatsyah, dan Jurist Tan melakukan pengadaan laptop Chromebook pada Kemendikbud melalui e-katalog maupun aplikasi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) tahun 2020, 2021 dan tahun 2022 tanpa melalui evaluasi harga melaksanakan pengadaan laptop Chromebook dan tidak didukung dengan referensi harga," ungkap jaksa.
Lewat pengadaan tersebut, laptop Chromebook justru tidak bisa digunakan secara optimal di daerah 3T karena pengoperasiannya yang membutuhkan jaringan internet. Sementara itu, jaringan internet sulit didapat di daerah 3T.
Akibat perbuatan itu, terdapat sejumlah pihak yang turut diperkaya lewat pengadaan tersebut, yaitu:
Nadiem Anwar Makarim sebesar Rp 809.596.125.000;
Mulyatsyah sebesar SGD 120.000 dan USD 150.000;
Harnowo Susanto sebesar Rp 300.000.000;
Dhany Hamiddan Khoir sebesar Rp 200.000.000 dan USD 30.000;
Purwadi Sutanto sebesar USD 7.000;
Suhartono Arham sebesar USD 7.000;
Wahyu Haryadi sebesar Rp 35.000.000;
Nia Nurhasanah sebesar Rp 500.000.000;
Hamid Muhammad sebesar Rp 75.000.000;
Jumeri sebesar Rp 100.000.000;
Susanto sebesar Rp 50.000.000;
Muhammad Hasbi sebesar Rp 250.000.000;
Mariana Susy sebesar Rp 5.150.000.000;
PT Supertone (SPC) sebesar Rp 44.963.438.116,26;
PT Asus Technology Indonesia (ASUS) sebesar Rp 819.258.280,74;
PT Tera Data Indonesia (AXIOO) sebesar Rp 177.414.888.525,48;
PT Lenovo Indonesia (Lenovo) sebesar Rp 19.181.940.089,11;
PT Zyrexindo Mandiri Buana (Zyrexx) sebesar Rp 41.178.450.414,25;
PT Hewlett-Packard Indonesia (Hp) sebesar Rp 2.268.183.071,41;
PT Gyra Inti Jaya (Libera) sebesar Rp 101.514.645.205,73;
PT Evercoss Technology Indonesia (Evercross) sebesar Rp 341.060.432,39;
PT Dell Indonesia (Dell) sebesar Rp 112.684.732.796,22;
PT Bangga Teknologi Indonesia (Advan) sebesar Rp 48.820.300.057,38;
PT Acer Indonesia (Acer) sebesar Rp 425.243.400.481,05; dan
PT Bhinneka Mentari Dimensi sebesar Rp 281.676.739.975,27.
Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.




:strip_icc()/kly-media-production/medias/5445736/original/016012700_1765863466-IMG_3253.jpg)
