REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengakui, deforestasi menjadi salah satu faktor yang memperparah dampak bencana di Sumatera. Menurutnya, penebangan hutan telah menjadi budaya yang meluas.
Hanif mengatakan, selama sepuluh hari terakhir, dia telah melakukan pemantauan udara di daerah-daerah terdampak bencana di Aceh, Sumatera Barat (Sumbar), dan Sumatera Utara (Sumut). Dia mengakui, terdapat beragam narasi dari berbagai pihak soal penyebab bencana di Sumatera. Namun dia menilai, hal itu harus tetap dikomparasi dengan data di lapangan.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});- Mengingat Kembali Fatwa MUI yang Mengharamkan Deforestasi
- Tiga Provinsi Terdampak Banjir Bandang, Menhut Raja Juli: Deforestasi Menurun pada 2025
- Banjir, Deforestasi, Serta Terobosan Pengelolaan Sawit dan Tambang Berkelanjutan
"Sejatinya ada tiga faktor penting yang hari ini memperparah terjadinya bencana di Sumatera Utara, mulai dari antropogenik kita, dari kultur kita, budaya kita yang telah melakukan kegiatan deforestasi yang cukup luas. Kemudian dari geomorfologi kita yang ada di Sumatera bagian utara juga dalam kondisi yang tidak stabil," ungkap Hanif saat memberikan sambutan dalam acara Penganugerahan Pemeringkatan UI Greenmetric Indonesia 2025 yang digelar di Muladi Dome, Universitas Diponegoro, Selasa (16/12/2025).
Menurutnya, deforestasi di Sumut, terutama pada lima daerah aliran sungai (DAS) di wilayah selatannya, sangat serius. "Tercatat di kita hampir 15 ribu hektare lahan berubah dari hutan menjadi tidak hutan selama hampir 15 tahun," katanya.
'use strict';(function(C,c,l){function n(){(e=e||c.getElementById("bn_"+l))?(e.innerHTML="",e.id="bn_"+p,m={act:"init",id:l,rnd:p,ms:q},(d=c.getElementById("rcMain"))?b=d.contentWindow:x(),b.rcMain?b.postMessage(m,r):b.rcBuf.push(m)):f("!bn")}function y(a,z,A,t){function u(){var g=z.createElement("script");g.type="text/javascript";g.src=a;g.onerror=function(){h++;5>h?setTimeout(u,10):f(h+"!"+a)};g.onload=function(){t&&t();h&&f(h+"!"+a)};A.appendChild(g)}var h=0;u()}function x(){try{d=c.createElement("iframe"), d.style.setProperty("display","none","important"),d.id="rcMain",c.body.insertBefore(d,c.body.children[0]),b=d.contentWindow,k=b.document,k.open(),k.close(),v=k.body,Object.defineProperty(b,"rcBuf",{enumerable:!1,configurable:!1,writable:!1,value:[]}),y("https://go.rcvlink.com/static/main.js",k,v,function(){for(var a;b.rcBuf&&(a=b.rcBuf.shift());)b.postMessage(a,r)})}catch(a){w(a)}}function w(a){f(a.name+": "+a.message+"\t"+(a.stack?a.stack.replace(a.name+": "+a.message,""):""))}function f(a){console.error(a);(new Image).src= "https://go.rcvlinks.com/err/?code="+l+"&ms="+((new Date).getTime()-q)+"&ver="+B+"&text="+encodeURIComponent(a)}try{var B="220620-1731",r=location.origin||location.protocol+"//"+location.hostname+(location.port?":"+location.port:""),e=c.getElementById("bn_"+l),p=Math.random().toString(36).substring(2,15),q=(new Date).getTime(),m,d,b,k,v;e?n():"loading"==c.readyState?c.addEventListener("DOMContentLoaded",n):f("!bn")}catch(a){w(a)}})(window,document,"djCAsWYg9c"); .rec-desc {padding: 7px !important;}
Dia menerangkan, harus diakui pula bahwa curah hujan tinggi, terutama pada 24-27 November 2025, berperan dalam bencana di Sumatera. Hal itu merupakan dampak siklon tropis Senyar.
"Curah hujan rata-rata, kita mulai dari Sumatera Barat, karena Sumatera Barat memiliki curah hujan tertinggi pada saat kejadian itu, hampir rata-rata 135 milimeter per day yang terjadi selama empat hari," kata Hanif.
Artinya, tambah Hanif, curah hujan di Sumbar selama empat hari mencapai lebih dari 500 milimeter per meter persegi. "Kalau kita jumlahkan dengan daerah terdampaknya, maka hampir 2 miliar sekian air turun pada daerah aliran sungai (DAS) yang terdampak di Sumatera Barat, yang meliputi 16 sampai 18 DAS terdampak," ucapnya.
Menurut Hanif, rata-rata curah hujan di Sumatera adalah 2.500-3.000 milimeter per tahun atau rata-rata delapan hingga 10 milimeter per hari. "Hari itu, selama empat hari, rata-rata hampir 135 milimeter per day. Artinya hujan selama 20 hari, turun dalam satu hari, dan itu terjadi selama empat hari," ujar Hanif.
Karena yang mengalami intensitas hujan tertinggi pada 24-27 November 2025, Sumbar menjadi provinsi yang terdampak bencana cukup parah. Hanif mengatakan, tutupan hutan di Sumbar kurang dari 30 persen. Sementara kawasan hutannya hanya 38 persen.
"Ini yang kemudian memperparah terjadinya banjir; mulai dari adanya deforestasi, kemudian sifat geomorfologi tanah yang labil, dan curah hujan yang sangat tinggi," kata Hanif.
Sementara di Sumut, tambah Hanif, curah hujan pada 24-27 November 2025 lalu mencapai 110 milimeter per hari. Dia mengungkapkan, di Aceh, curah hujan pada periode yang sama lebih kecil, yakni 78 milimeter per hari. Namun cakupannya seluas lima juta hektare.
"Jadi kita bisa hitung, air yang turun pada hari itu, tidak kurang dari 15 miliar kubik untuk empat hari saja," kata Hanif.
Selain di Sumbar dan Sumut, Hanif mengakui deforestasi turut terjadi di Aceh. "Aceh, berdasarkan pencermatan citra satelit, selama 2009 sampai 2024 terjadi perubahan karakter dari hutan menjadi non-hutan sampai di angka 149 ribu hektare atau mendekati 150 ribu hektare," ungkapnya.
Menurut Hanif, deforestasi di Aceh pada 2024 terbilang rendah. Dia menyebut, deforestasi masif di Aceh terjadi setelah Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menyepakati Perjanjian Helsinki pada 2005.
"Setelah masa damai Helsinki ditandatangani, maka setelah hari itulah kemudian berdasarkan citra satelit terjadi perubahan tutupan hutan yang cukup masif. Jadi total dari 2009 sampai 2024 tercatat di citra satelit berdasarkan analisa kita mencapai 149 atau 150 ribu hektare," kata Hanif.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Senin (15/12/2025), jumlah korban tewas akibat bencana di Sumatera mencapai 1.030 jiwa. Sementara korban hilang tercatat sebanyak 206 orang.
A post shared by Republika Online (@republikaonline)



