Data MapBiomas Indonesia Fire mencatat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahunan di Indonesia sepanjang periode 2000–2024 mencapai total 19,6 juta hektare. Angka tersebut merupakan akumulasi luas kebakaran yang dihitung per tahun, berbeda dengan akumulasi area unik, karena satu wilayah dapat terhitung kembali jika terbakar pada tahun yang berbeda.
Koordinator Teknis MapBiomas Fire Indonesia, Sesilia Maharani Putri, menjelaskan pendekatan kebakaran tahunan digunakan untuk melihat dinamika pertambahan kebakaran dari tahun ke tahun.
“Kemudian ini kebakaran tahunan. Kebakaran tahunan ini kita menghitung kebakaran dari tiap tahunnya, dan kalau ditambah di total ternyata ada 19,6 juta hektare ternyata. Kebakaran itu secara pertambahan kebakaran dari 2000 sampai 2024,” ujar Sesilia dalam peluncuran MapBiomas Indonesia Fire, Selasa (16/12).
Ia menggambarkan besarnya angka tersebut setara dengan sekitar satu setengah kali luas Pulau Jawa. Data tahunan juga memperlihatkan adanya tahun-tahun dengan lonjakan kebakaran yang sangat signifikan.
“Untuk puncak kebakaran, sebenarnya kita bisa lihat ada di 2014, 2015, dan 2019. Tahun 2014 dan 2015 ini jelas karena ada El Nino yang parah,” kata Sesilia.
Meskipun fenomena El Niño pada 2019 tidak sekuat periode 2014–2015, luas kebakaran pada tahun tersebut tetap tercatat sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa faktor selain iklim juga berperan dalam meningkatkan risiko kebakaran.
Tren Positif pada 2024Sementara itu, data 2024 menunjukkan tren yang lebih positif. Berdasarkan perbandingan antara rerata kebakaran tahunan dan kebakaran pada 2024, luas kebakaran di seluruh wilayah Indonesia berada di bawah rata-rata tahunan masing-masing pulau.
“Alhamdulillah tahun 2024 itu kebakaran kita turun dan angka rata kebakaran di tiap region atau tiap pulau itu selalu lebih rendah, semuanya lebih rendah dibandingkan rata kebakaran di tiap-tiap pulau,” kata Sesilia.
Namun, pola kebakaran tidak seragam di semua wilayah. Sesilia mencontohkan Bali–Nusa Tenggara yang menunjukkan grafik kebakaran relatif mirip dari tahun ke tahun.
“Bali-Nusa Tenggara itu agak mirip grafiknya. Bisa jadi memang kebakaran itu tiap tahun terjadi secara konsisten. Ya, bisa jadi sudah alamiahnya terjadi begitu,” ujarnya.
Sebaliknya, wilayah seperti Kalimantan menunjukkan fluktuasi yang sangat tajam. Pada tahun-tahun tertentu kebakaran melonjak sangat tinggi, sementara pada tahun lainnya bisa turun drastis.
“Kalau dibandingkan Kalimantan, dia bisa jauh banget. Ini kan artinya ada satu faktor yang mempengaruhi. Kenapa di tahun-tahun tertentu dia bisa tinggi sekali, kenapa di tahun berikutnya bisa rendah banget,” katanya.
Data MapBiomas juga merinci kebakaran tahunan berdasarkan pulau. Dalam pemisahan tersebut, Kalimantan tercatat sebagai wilayah dengan kebakaran tahunan terbesar. Pada 2015 saja, luas kebakaran di Kalimantan mencapai sekitar 723 ribu hektare, menjadikannya kejadian kebakaran terbesar dalam 25 tahun terakhir.
Posisi kedua ditempati Papua, yang pada tahun yang sama mengalami kebakaran seluas sekitar 448 ribu hektare. Menurut Sesilia, besarnya kebakaran di Papua pada 2015 tergolong tidak biasa.
“Di Papua itu di 2015 ternyata terbakar sebesar 448 ribu hektare. Nah, ini juga enggak biasa-biasanya di Papua bisa sekali kebakaran tapi besar banget,” ujarnya.


