FAJAR, SENGKANG — Festival Teater Mahasiswa Indonesia (FTMI) XIX menetapkan Kulturalita sebagai tema besar yang menjadi dasar perancangan seluruh rangkaian kegiatan. Tema tersebut merupakan gabungan dari kata kultur dan realita, yang dimaknai sebagai pertemuan antara kebudayaan lokal dengan dinamika sosial kontemporer. FTMI XIX Sinkretis Unisad Sengkang dijadwalkan berlangsung pada 17–23 Januari 2026.
Kulturalita dirancang bukan hanya sebagai identitas visual, tetapi juga sebagai arah konseptual festival. Melalui tema ini, panitia berupaya memperkenalkan kebudayaan lokal Sengkang sekaligus membacanya dalam konteks kehidupan mahasiswa masa kini.
Divisi Acara, Afni menegaskan, tema tersebut tidak dimaksudkan sebagai konsep abstrak semata. “Kulturalita kami pahami sebagai pertemuan antara kebudayaan dan realitas hari ini. Budaya lokal tidak hanya ditampilkan, tetapi juga dibaca ulang sesuai kondisi mahasiswa sekarang,” ujarnya.
Pada tahap awal, panitia menyamakan pemahaman internal mengenai kebudayaan lokal yang akan diangkat. Diskusi bersama dilakukan agar tidak terjadi perbedaan tafsir sejak awal. Hasilnya dituangkan dalam pedoman kerja sederhana yang mudah dipahami seluruh divisi, lalu disampaikan melalui rapat koordinasi sebagai acuan bersama.
Selain tema utama, FTMI XIX juga mengangkat sejumlah isu yang dekat dengan kehidupan mahasiswa dan masyarakat, terutama terkait perubahan budaya di sekitar mereka. Isu-isu tersebut dirangkai sebagai bagian dari narasi besar Kulturalita, bukan sebagai topik terpisah. “Semua isu tetap kami rangkai agar menyatu dengan tema besar, bukan berjalan sendiri-sendiri,” jelas Afni.
Untuk menjaga relevansi, panitia membuka ruang diskusi baik internal maupun bersama komunitas teater mahasiswa. Setiap gagasan diseleksi dan disesuaikan dengan konsep besar yang telah disepakati. Bagian yang paling banyak dibahas adalah bagaimana memaknai tema agar tidak berhenti pada tataran konseptual, tetapi dapat diterapkan secara nyata. Tema tetap dibuat terbuka bagi berbagai gagasan peserta, namun dengan batas jelas agar tidak kehilangan arah.
Setelah struktur tema dirumuskan, gagasan besar dipecah ke dalam tahapan kerja teknis yang sistematis. Setiap divisi menerjemahkan konsep sesuai tugas masing-masing: perencanaan program, komunikasi dan relasi, dana dan perencanaan, media kreatif, hingga manajemen acara. Pembagian jobdesk yang jelas, penyusunan timeline, serta koordinasi rutin menjadi langkah utama agar kerja tetap sejalan dengan tema.
Panitia menekankan pentingnya kesamaan persepsi antar divisi. Diskusi bersama, komunikasi rutin, dan ruang obrolan santai dijadikan sarana untuk meluruskan perbedaan tafsir. Perbedaan interpretasi dianggap wajar, bahkan dijadikan penguat selama tetap sejalan dengan tema besar.
“Perbedaan tafsir itu pasti ada. Tapi selama masih sejalan dengan tema besar, justru kami jadikan penguat, bukan penghambat,” katanya.
Di tengah banyaknya kebutuhan teknis, panitia menempatkan pemahaman tema sebagai prioritas utama. Selama seluruh divisi memiliki pegangan yang sama terhadap visi, pesan, dan suasana yang ingin dibangun, keputusan teknis dinilai akan lebih mudah mengikuti. “Kalau semua divisi sudah punya pemahaman yang sama tentang arah dan nilai FTMI tahun ini, urusan teknis akan lebih mudah menyesuaikan,” jelasnya. (*)
Penulis: Hijra, Mahasiswa Sastra Indonesia Unhas saat ini magang di FAJAR




