Soal Pembangunan Huntap Bagi Korban Bencana Sumatera, Pakar Kebencanaan UGM Ingatkan Hal Berikut Ini

tvonenews.com
9 jam lalu
Cover Berita

Yogyakarta, tvOnenews.com - Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga Mantan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menekankan pentingnya pembangunan hunian tetap (huntap) pasca bencana dilakukan di zona aman, jauh dari wilayah rawan banjir maupun bencana hidrometeorologi lainnya. 

Menurutnya, kawasan yang memiliki tingkat kerawanan tinggi sebaiknya tidak lagi dijadikan area permukiman, melainkan dialihkan untuk konservasi dan rehabilitasi lingkungan.

Karena itu, ia menegaskan bahwa kebijakan huntap harus berpijak pada ilmu kebencanaan, mitigasi risiko, pemulihan lingkungan dan tanggung-jawab antar generasi agar pemulihan tidak hanya cepat, tetapi juga aman dan berkelanjutan.

"Wilayah yang pernah dilanda banjir bandang tidak layak dijadikan lokasi huntap, terutama untuk hunian jangka panjang. Kawasan tersebut seharusnya ditetapkan sebagai zona merah yang difungsikan untuk konservasi dan rehabilitasi," tandas Dwikorita dalam keterangannya, Selasa (16/12/2025).

Mantan Rektor UGM tersebut menuturkan, pembangunan huntap harus diarahkan ke zona aman yaitu memiliki jarak aman dari lereng curam, di luar dari bantaran sungai aktif, serta tetap mempertimbangkan akses air baku dan layanan dasar lainnya.

Sementara, pemanfaatan kawasan rawan hanya dimungkinkan untuk hunian sementara (huntara) dengan batas waktu maksimal tiga tahun dan disertai persyaratan ketat, antara lain tersedianya sistem peringatan dini yang andal, penyusunan dan pengujian rencana kedaruratan, penguatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat, pembersihan material rombakan di wilayah hulu, penetapan zona penyangga berupa jalur hijau, serta pembangunan tanggul sungai yang memadai dan berkelanjutan.

"Kawasan rawan masih dapat dimanfaatkan sebagai huntara dengan batas waktu ketat dan sifatnya transisional, bukan sebagai hunian permanen," ucapnya.

Dwikorita melihat, rangkaian banjir bandang dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat menunjukkan tingginya kerentanan geologi wilayah yang diperparah oleh kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global. Kondisi ini menjadikan bencana geo-hidrometeorologi di Sumatera semakin sering dan berdampak luas.

Disebutkan, banyak wilayah terdampak berada di kawasan kipas aluvial, yaitu bentang alam hasil endapan banjir bandang di masa lalu. Secara geologi, kawasan ini merupakan zona aktif yang menyimpan memori bencana dan tetap berpotensi terlanda kembali dalam rentang waktu puluhan tahun.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Wakil Kepala BGN Minta SPPG Beri Pendidikan Gizi ke Sekolah
• 14 jam lalukumparan.com
thumb
Mantan Kepala BMKG Peringatkan Warga Jawa, Sulawesi, hingga Papua Selatan, Waspada!
• 21 jam lalufajar.co.id
thumb
Kemenpar Minta Pemda dan Pelaku Wisata Bersiap Hadapi Lonjakan Wisatawan
• 10 jam lalukumparan.com
thumb
China berdayakan penyandang disabilitas via penggunaan teknologi baru
• 18 jam laluantaranews.com
thumb
DPRD Lampung Siapkan Raperda Perizinan Tambang, Atur Tambang Rakyat
• 8 jam lalukumparan.com
Berhasil disimpan.