JAKARTA, KOMPAS — Berkaca dari bencana banjir dan longsor yang melanda Sumatera bagian utara, Presiden Prabowo Subianto meminta semua kepala daerah di Papua untuk mewujudkan swasembada pangan dan energi. Pemerintah daerah masing-masing didorong untuk menggencarkan penanaman tanaman pangan lokal. Perluasan kebun sawit juga diminta untuk menjamin ketahanan energi.
Perwujudan swasembada pangan dan energi dinilai sebagai langkah yang krusial bagi setiap daerah, terutama Papua. Sebab, Papua merupakan daerah yang rawan terisolasi ketika terjadi bencana. Lebih dari itu, swasembada pangan dan energi juga penting sebagai bekal transformasi bangsa.
Presiden Prabowo Subianto memberikan pengarahan terhadap enam gubernur dan 42 bupati/wali kota dari Papua ke Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/12/2025) sore. Selain para kepala daerah, pertemuan itu juga dihadiri Wakil Presiden Gibran Rakabuming, Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua, dan para menteri Kabinet Merah Putih.
Pertemuan digelar terbuka ketika Presiden, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Ketua Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otsus Papua Velix Wanggai memberikan arahan. Namun, pertemuan ditutup ketika para kepala daerah menyampaikan aspirasinya kepada Presiden.
Presiden mengatakan, Indonesia perlu mewujudkan swasembada pangan tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga di provinsi dan kabupaten/kota. Belajar dari bencana banjir dan longsor yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dalam beberapa pekan terakhir, setiap daerah semakin perlu mewujudkan swasembada agar bisa bertahan ketika akses terputus karena bencana. Sebab, setiap daerah harus bisa menjamin ketahanan pangannya sendiri karena tak bergantung dari daerah lain.
Ide tersebut juga bukan hal baru. Itu merupakan pengetahuan lokal yang telah diimplementasikan sejak zaman nenek moyang Nusantara. ”Ini adalah pelajaran dari nenek moyang kita. Dulu ada lumbung desa, kita harus ada lumbung desa sekarang, lumbung kecamatan, lumbung kabupaten, lumbung provinsi, dan harus ada lumbung-lumbung nasional,” kata Prabowo.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa pemerintah pusat telah menggencarkan pencetakan sawah seluas 225.000 hektar sepanjang tahun 2025 dan akan ditambah pada tahun-tahun berikutnya. Tak hanya itu, ia juga mendorong warga untuk menanam tanaman pangan lokal. Di wilayah yang sulit untuk ditanami, pemerintah juga akan mencarikan jenis benih tanaman pangan yang sesuai.
Namun, swasembada pangan saja belum cukup untuk membangun ketahanan daerah. Prabowo menekankan, ketahanan energi juga mendesak. Menurut dia, setiap daerah, termasuk daerah terpencil di Papua, perlu untuk mengoptimalkan tenaga surya dan air untuk menjadi sumber energi.
Selain itu, penanaman sawit untuk menghasilkan bahan bakar minyak (BBM) juga perlu diperluas. “Nanti kita berharap di daerah Papua pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan BBM dari kelapa sawit, juga tebu untuk menghasilkan etanol, singkong juga untuk menghasilkan etanol, sehingga kita rencanakan dalam lima tahun semua daerah bisa berdiri di atas kakinya sendiri swasembada pangan dan swasembada energi,” tutur Prabowo.
Dengan swasembada, negara juga bisa menghemat anggaran yang sebelumnya digunakan untuk impor. Dalam konteks impor BBM, negara mengeluarkan dana sebesar Rp 520 triliun dalam setahun. Jika itu bisa dipotong minimal separuhnya, maka dana yang selama ini digunakan untuk impor bisa dialihkan untuk pembangunan daerah.
Untuk pembangunan Papua, tahun ini dana otsus yang dicairkan mencapai Rp 12,6 triliun. Akan tetapi, pada 2026 anggaran dana otsus menurun menjadi Rp 10 triliun. “Tahun depan kita coba, kalau ada penghematan di bidang lain, kita samakan kembali, ya,” kata Prabowo.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, Presiden memiliki komitmen kuat untuk menyejahterakan masyarakat Papua. Keberadaan Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otsus Papua yang dibentuk dua bulan lalu akan menyinkronkan program-program terkait Papua yang dilakukan kementerian/lembaga.
Ia menjelaskan, Presiden secara langsung menekankan pentingnya penyelarasan berbagai program pusat yang nilainya sangat besar. Di luar dana otsus yang diberikan untuk enam provinsi dan 42 kabupaten/kota, alokasi program kementerian dan lembaga untuk Papua pada tahun mendatang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 61 triliun. Program tersebut mencakup Makan Bergizi Gratis, pengembangan desa nelayan, sekolah unggulan dan terintegrasi, program pangan, infrastruktur, serta berbagai program pemberdayaan ekonomi.
Selain sinkronisasi, komite juga diberi mandat untuk membangun dialog berkelanjutan dengan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Komite juga diminta melakukan pengawasan dan evaluasi rutin atas pelaksanaan program. Evaluasi direncanakan dilakukan setiap tiga atau empat bulan untuk memastikan program berjalan efektif dan hambatan dapat segera diatasi.
"Presiden juga menugaskan kepada komite ini untuk membangun dialog dengan kementerian/lembaga dan seluruh kepala daerah se-Papua. Kalau mungkin ada ide-ide dari kepala daerah juga silakan untuk diberikan masukan," ucapnya.
Ketua Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua Velix Wanggai menegaskan, Papua tidak boleh hanya dilihat dari perspektif ketertinggalan. Papua harus dipandang sebagai wilayah strategis masa depan Indonesia, khususnya di kawasan Pasifik.
“Membicarakan Papua tidak hanya membicarakan soal ketinggalan, tapi membicarakan Papua adalah membicarakan tentang masa depan Indonesia,” tuturnya.
Dalam kerangka percepatan pembangunan, Velix menegaskan bahwa komite mendorong program quick wins yang lebih kontekstual Papua melalui pendekatan yang disebut Asta Cita Rasa Papua. Pendekatan ini menekankan bahwa agenda nasional harus disesuaikan dengan kearifan lokal dan kebutuhan masyarakat setempat.
Menurut Velix, salah satu fokus utama adalah skema kebijakan yang menyentuh langsung masyarakat asli Papua. Komite mengusulkan perancangan bantuan langsung tunai yang bersumber dari dana otsus agar dapat ditransfer langsung kepada orang asli Papua secara tepat sasaran. Selain itu, komite juga mendorong perluasan jaminan sosial melalui BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, terutama bagi kelompok yang selama ini sulit terjangkau, seperti pendeta, penatua, nelayan, dan buruh.
Di sisi lain, lanjutnya, komite juga menekankan penguatan ekonomi masyarakat asli Papua berbasis potensi lokal. Komite telah memetakan komoditas unggulan di setiap kabupaten/kota serta mendorong kebijakan satu daerah satu produk unggulan. Komite juga mendukung pengembangan kawasan ekonomi strategis baru di luar kawasan yang sudah ada, seperti Biak, Pegunungan Bintang, Merauke, dan Kaimana.
"Termasuk gagasan untuk sebuah Free Trade Zone (zona perdagangan bebas) yang juga bisa mendukung investasi untuk masa depan Indonesia," tutur Velix.



