Jakarta (ANTARA) - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk melakukan penyegaran jenama (rebranding) dengan tampilan warna logo lebih segar untuk memperkuat penetrasi di segmen urban sekaligus menegaskan transformasi sebagai bank yang lebih modern, inklusif, dan relevan.
Komisaris Utama BRI Kartika Wirjoatmodjo dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, menyampaikan bahwa perseroan tidak mengubah fokus utama bisnisnya meskipun melakukan rebranding.
Perseroan tetap menempatkan UMKM, khususnya segmen mikro, sebagai kekuatan utama, sekaligus terus memperluas layanan ke segmen konsumer dan korporasi.
Kartika atau akrab disapa Tiko menambahkan bahwa pengembangan tersebut dirangkai dalam satu ekosistem terintegrasi yang menghubungkan perekonomian desa dan perekonomian kota.
“Jadi, bukan mengubah fokus utama, tapi perluasan dan menerjemahkan ulang visi menjadi universal bank," kata Tiko.
Direktur Utama BRI Hery Gunardi menjelaskan, langkah rebranding ini juga dilandasi hasil riset Kantar, Kadence, dan Nielsen yang menunjukkan bahwa meski BRI dipercaya dan mudah diakses, citra bank masih dinilai terlalu lekat dengan kerakyatan dan dipersepsikan kurang relevan oleh segmen urban dan generasi muda.
Selain itu, layanan digital dinilai belum cukup aspiratif, koneksi emosional dengan brand masih lemah, identitas brand belum sepenuhnya selaras dengan ekspektasi Gen Z, serta terjadi ketidakselarasan sistemik di berbagai sub-brand.
Riset tersebut juga mengungkap bahwa meskipun dikenal luas, BRI dinilai masih kurang dipertimbangkan di segmen urban, khususnya pada bisnis konsumer hingga nasabah individu kelas atas.
Kondisi ini mendorong perseroan untuk menyegarkan brand guna mengubah cara pandang bahwa BRI bukan hanya bank bagi masyarakat kecil dan kurang terlayani, melainkan bank untuk semua kalangan di mana pun nasabah berada.
“Brand idea kita adalah mendukung setiap ambisi nasabah di seluruh Indonesia. Brand personality kami adalah terpercaya namun progresif, ambisius namun penuh rasa hormat, aspiratif namun praktis, universal namun personal, dan kelas dunia namun sangat Indonesia,” kata Hery.
Transformasi visual ditandai dengan pergeseran warna utama menjadi “Nusantara Blue” yang lebih terang dari warna biru sebelumnya. Kombinasi biru dan putih diterapkan untuk menciptakan estetika yang tenang, kontemporer, dan secara tegas mencerminkan identitas BRI.
Pada kesempatan yang sama, Chief Operating Officer (COO) BPI Danantara sekaligus Kepala Badan Pengaturan Badan Usaha Milik Negara (BP BUMN) Dony Oskaria mengingatkan bahwa perubahan merupakan suatu keniscayaan dan menjadi sinyal adanya transformasi fundamental dalam perusahaan.
Perubahan tersebut didorong oleh tuntutan konsumen yang terus berkembang, seiring meningkatnya ekspektasi akibat layanan kompetitor yang semakin baik serta kemudahan akses informasi global yang membuat perbedaan pengetahuan antarwilayah semakin tipis.
Dony menekankan bahwa branding berkaitan dengan bagaimana suatu perusahaan ingin dipersepsikan oleh konsumen. Tanpa definisi persepsi yang jelas, maka arah dan aktivitas perusahaan berpotensi tidak terfokus.
Oleh karena itu, ia mengingatkan agar rebranding tidak boleh dimaknai sebatas perubahan visual, melainkan harus tercermin dalam perilaku dan aktivitas seluruh insan perusahaan.
“Yang harus diingat juga adalah bahwa apa yang dimiliki BRI hari ini harus menjadi modal yang sangat kuat untuk menuju perubahan ke depan,” kata Dony.
Komisaris Utama BRI Kartika Wirjoatmodjo dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, menyampaikan bahwa perseroan tidak mengubah fokus utama bisnisnya meskipun melakukan rebranding.
Perseroan tetap menempatkan UMKM, khususnya segmen mikro, sebagai kekuatan utama, sekaligus terus memperluas layanan ke segmen konsumer dan korporasi.
Kartika atau akrab disapa Tiko menambahkan bahwa pengembangan tersebut dirangkai dalam satu ekosistem terintegrasi yang menghubungkan perekonomian desa dan perekonomian kota.
“Jadi, bukan mengubah fokus utama, tapi perluasan dan menerjemahkan ulang visi menjadi universal bank," kata Tiko.
Direktur Utama BRI Hery Gunardi menjelaskan, langkah rebranding ini juga dilandasi hasil riset Kantar, Kadence, dan Nielsen yang menunjukkan bahwa meski BRI dipercaya dan mudah diakses, citra bank masih dinilai terlalu lekat dengan kerakyatan dan dipersepsikan kurang relevan oleh segmen urban dan generasi muda.
Selain itu, layanan digital dinilai belum cukup aspiratif, koneksi emosional dengan brand masih lemah, identitas brand belum sepenuhnya selaras dengan ekspektasi Gen Z, serta terjadi ketidakselarasan sistemik di berbagai sub-brand.
Riset tersebut juga mengungkap bahwa meskipun dikenal luas, BRI dinilai masih kurang dipertimbangkan di segmen urban, khususnya pada bisnis konsumer hingga nasabah individu kelas atas.
Kondisi ini mendorong perseroan untuk menyegarkan brand guna mengubah cara pandang bahwa BRI bukan hanya bank bagi masyarakat kecil dan kurang terlayani, melainkan bank untuk semua kalangan di mana pun nasabah berada.
“Brand idea kita adalah mendukung setiap ambisi nasabah di seluruh Indonesia. Brand personality kami adalah terpercaya namun progresif, ambisius namun penuh rasa hormat, aspiratif namun praktis, universal namun personal, dan kelas dunia namun sangat Indonesia,” kata Hery.
Transformasi visual ditandai dengan pergeseran warna utama menjadi “Nusantara Blue” yang lebih terang dari warna biru sebelumnya. Kombinasi biru dan putih diterapkan untuk menciptakan estetika yang tenang, kontemporer, dan secara tegas mencerminkan identitas BRI.
Pada kesempatan yang sama, Chief Operating Officer (COO) BPI Danantara sekaligus Kepala Badan Pengaturan Badan Usaha Milik Negara (BP BUMN) Dony Oskaria mengingatkan bahwa perubahan merupakan suatu keniscayaan dan menjadi sinyal adanya transformasi fundamental dalam perusahaan.
Perubahan tersebut didorong oleh tuntutan konsumen yang terus berkembang, seiring meningkatnya ekspektasi akibat layanan kompetitor yang semakin baik serta kemudahan akses informasi global yang membuat perbedaan pengetahuan antarwilayah semakin tipis.
Dony menekankan bahwa branding berkaitan dengan bagaimana suatu perusahaan ingin dipersepsikan oleh konsumen. Tanpa definisi persepsi yang jelas, maka arah dan aktivitas perusahaan berpotensi tidak terfokus.
Oleh karena itu, ia mengingatkan agar rebranding tidak boleh dimaknai sebatas perubahan visual, melainkan harus tercermin dalam perilaku dan aktivitas seluruh insan perusahaan.
“Yang harus diingat juga adalah bahwa apa yang dimiliki BRI hari ini harus menjadi modal yang sangat kuat untuk menuju perubahan ke depan,” kata Dony.


