Bisnis.com, JAKARTA — Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci utama guna mendorong pemanfaatan potensi biomassa nasional sebagai bagian dari transisi energi dan penguatan bauran energi baru terbarukan (EBT).
Direktur Bioenergi PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) Hokkop Situngkir menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi biomassa yang sangat besar dan beragam, bahkan setara dengan negara-negara yang telah lebih dulu mengembangkan bioenergi secara masif seperti Brasil.
Namun, potensi tersebut belum sepenuhnya termanfaatkan karena masih terbatasnya sinergi antarpemangku kepentingan.
“Ini kesempatan yang terbuka sangat lebar, tapi harus ada kolaborasi dari semua kepentingan,” kata Hokkop dalam Bisnis Indonesia Forum bertajuk Prospek dan Tantangan Bioenergi Nasional, Selasa (16/12/2025).
PLN EPI mencatat potensi biomassa nasional sangat besar, mencakup dari limbah pertanian, kehutanan, kayu, hingga pulp (waste agro, waste forestry, waste wood, waste pulp), potensi biomassa Indonesia diperkirakan mencapai 280 juta ton per tahun.
Namun, sejauh ini pemanfaatan baru mencapai 20 juta ton, sementara potensi yang dinilai mudah diakses mencapai 60 juta ton.
Baca Juga
- PLN EPI Operasikan 5 PLTU di Indonesia Timur Pakai Bahan Bakar 60% Biomassa
- MEBI Sampaikan Empat Rekomendasi Percepat Pemanfaatan Biomassa Nasional
- MEBI Peringatkan Aspek Lingkungan dalam Pemanfaatan Biomassa
“Kalau bicara potensi, hampir semua jenis energi terbarukan itu ada di Indonesia. Tantangannya bukan di sumbernya, tapi bagaimana kita membangun kolaborasi agar potensi ini bisa di-deploy secara optimal,” ujarnya.
Menurut dia, pengembangan biomassa tidak bisa hanya mengandalkan satu institusi. Keterlibatan pemerintah pusat dan daerah, pelaku usaha, masyarakat, hingga kelompok tani menjadi faktor kunci untuk memastikan keberlanjutan pasokan sekaligus penerimaan sosial di lapangan.
Hokkop menjelaskan, pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa keberhasilan bioenergi ditopang oleh ekonomi sirkular yang berjalan sejak awal perencanaan industri.
Dalam skema tersebut, biomassa dimanfaatkan secara berlapis, mulai dari kebutuhan utama seperti pangan, pengolahan limbah, hingga residu yang digunakan sebagai bahan bakar pembangkit.
“Di negara lain, ketika industri kehutanan atau pertanian dibangun, mereka sudah menghitung dampak lingkungan, sosial, sampai proyeksi karbonnya sejak awal. Jadi masyarakat terlibat dan dampaknya langsung terasa,” jelasnya.
PLN EPI, lanjut dia, telah memetakan kerja sama dengan sejumlah kementerian untuk memperkuat ekosistem biomassa. Dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), koordinasi difokuskan pada penguatan regulasi dan skema pendukung investasi bioenergi.
Sementara itu, dengan Kementerian Pertanian, pemetaan lahan kritis dan pola keterlibatan kelompok tani menjadi prioritas.
Selain itu, kolaborasi dengan kementerian yang membidangi desa dan koperasi juga dinilai krusial untuk memastikan manfaat ekonomi biomassa dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Skema koperasi dan pemanfaatan dana desa dipandang mampu memperkuat rantai pasok biomassa dari hulu.
“Kalau keterlibatan masyarakat jelas dan dampaknya nyata, resistensi di lapangan bisa ditekan. Pada dasarnya masyarakat ingin dilibatkan dan ingin melihat manfaat langsung dari proyek yang dijalankan,” tuturnya.
Dia menambahkan, arah kebijakan nasional yang mulai memasukkan instrumen karbon dan insentif energi bersih menjadi momentum penting bagi pengembangan biomassa. Namun, tanpa kolaborasi yang kuat, peluang tersebut berisiko tidak termanfaatkan secara maksimal.
PLN EPI menilai kolaborasi lintas sektor dengan payung regulasi yang kuat menjadi kunci untuk menjadikan biomassa sebagai salah satu tulang punggung transisi energi nasional sekaligus penggerak ekonomi di tingkat lokal.




