Pemberdayaan UMKM Perempuan Penggerak Ekonomi Daerah 

kompas.id
9 jam lalu
Cover Berita

Pinjaman modal usaha untuk mengembangkan usaha menjadi sangat berarti bagi para perempuan. Dari Surakarta, mereka berdaya hingga bisa membuka lapangan pekerjaan bagi para perempuan di sekitarnya.

​Tumpukan kursi di halaman rumah salah satu mitra Amartha, Eny Zaqiyah (52), pemilik Enza Batik, belum dibereskan. Sementara di teras rumahnya, di Kampoeng Batik, Laweyan, Surakarta, sudah bersih, hanya ada satu rak kayu kosong. Saat ditemui pada Kamis (27/11/2025), Eny menceritakan bagaimana kesibukan di rumahnya ketika dikunjungi Permaisuri Raja Belanda, Ratu Maxima, dua hari sebelumnya, Selasa (25/11). Selama satu minggu, kata Eny, banyak orang yang keluar masuk ke rumahnya untuk persiapan kunjungan Ratu Maxima.

​Dalam kesempatan itu, Ratu Maxima berdiskusi dengan sejumlah perajin dan pengusaha batik perempuan di halaman rumah Eny. Dengan santai, sang ratu serius menggali seluk-beluk pengelolaan keuangan yang diterapkan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Selain Eny, hadir pula CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra serta mitra Amartha lainnya penjual jamu, Yuanita Komalasari atau Puci.

​”Senang bisa dikunjungi Ratu Maxima yang juga sempat membatik, di situ membatiknya. Kami juga bikin batik tulis untuk beliau,” kata Eny sambil menunjuk salah satu sudut teras rumahnya.

​Eny merintis usaha batik sejak tahun 2007 dengan menjual baju batik sampai ke Jakarta. Dari hobinya mengumpulkan kain perca batik, Eny mulai mendesain baju. Untuk memberdayakan para perempuan di sekitarnya, Eny memberi order jahitan baju. Mereka menggunakan mesin jahit warisan orangtua Eny. Produk pakaian yang dihasilkan dititipkan ke toko-toko batik di Laweyan.

Sejak dua tahun lalu, Eny menjadi mitra Amartha bersama 11 perempuan lainnya yang tergabung di Majelis 44 Laweyan. Kini, usahanya semakin berkembang dengan dua toko yang masih bertahan. ”Saya sudah dua putaran mendapat pinjaman untuk usaha. Lebih enak dengan Amartha, untuk angsuran juga lebih mudah,” kata Eny.

Rasa bangga bertemu Ratu Maxima juga terpancar di wajah Puci, pemilik Wedang Mbak Puci yang memproduksi jamu Seruni. ”Kami sempat ngobrol tentang literasi digital, keuangan digital, banking, dan pengelolaan keuangan,” kata Puci yang ditemui di rumahnya, di Pajang, Laweyan.

Puci mengawali usaha jamu sejak 2017, dengan mempelajari herbal jamu. Melalui pembinaan dan pelatihan, dia mendapatkan sertifikat profesional peracik jamu/rempah di Semarang. Dengan bekal ilmu tentang herbal, Puci mengembangkan usahanya. Kini, varian produknya berkembang, termasuk sirup konsentrat dan model serbuk kering (kristalisasi).

Dari awalnya menitipkan jamu ready to drink ke toko oleh-oleh di sekitar Laweyan, kini produknya sudah masuk ke hotel. ”Kalau dulu, masih banyak yang retur dari toko oleh-oleh, sekarang setiap minggu bisa memasok 60 sampai 100 botol per bulan ke beberapa toko,” kata Puci yang menjadi mitra Amartha sejak 2023.

Baca JugaKiprah Perempuan Akar Rumput Mengentaskan Permasalahan di Daerahnya

Amartha merupakan perusahaan teknologi yang memiliki misi mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat perdesaan, melalui layanan keuangan digital mencakup penyaluran modal kerja, pembayaran digital, dan peluang investasi mikro. Sejak didirikan tahun 2010, perusahaan itu telah menyalurkan pembiayaan produktif sebesar Rp 35 triliun kepada 3,3 juta UMKM perempuan di lebih dari 50.000 desa di Indonesia.

Melalui wawancara tertulis, Taufan mengungkapkan kunjungan Ratu Maxima menjadi sebuah pengakuan atas komitmen Amartha dalam memperkuat inklusi keuangan dan kesejahteraan perempuan di akar rumput. ”Tujuan dari kunjungan beliau, mempromosikan financial health. Para ibu mitra Amartha berbagi cerita tentang bagaimana digitalisasi melalui aplikasi dan pendampingan rutin membantu mereka membangun kebiasaan keuangan baru, dari pencatatan sederhana sampai akses pembiayaan yang lebih terukur,” kata Taufan.

Menurut Taufan, saat Ratu Maxima membatik juga menjadi momen hangat yang menunjukkan bagaimana keterampilan budaya menjadi sumber nafkah bagi para perempuan. Apalagi, UMKM perempuan didukung akses keuangan dan ekosistem usaha yang tepat.

​”Bagi UMKM binaan Amartha, kunjungan ini sangat berkesan dan membanggakan. Mitra kami merasa perjalanan usaha dan kerja keras mereka dihargai oleh figur internasional yang fokus pada isu inklusi keuangan global,” ujar Taufan.

Bagi UMKM binaan Amartha, kunjungan ini sangat berkesan dan membanggakan.

Mengembangkan usaha

Bagi para perempuan, menjalankan UMKM bukan hal yang mudah. Berbagai tantangan harus dihadapi, mulai dari modal usaha hingga pemasaran produk. Hal itu juga dialami pemilik kebaya Mbok Dhe, Gusti Ian. Kamis siang itu, dia sibuk melayani konsumen di toko mungilnya, di Pasar Triwindu, Surakarta. Kebaya kutubaru, kebaya janggan, dan rok model structural skirt menjadi produk andalan Ian.

​Berawal dari satu gantungan baju yang dipajang di depan rumahnya, usaha Ian semakin berkembang. Kini, dia bisa menyewa toko dan mempekerjakan delapan pegawai di rumah produksi.

​Begitu pula rumah produksinya yang berada di kawasan Sumber, Surakarta, yang selalu sibuk. Ela, penjahit yang paling dipercaya Ian, sudah merasakan bagaimana pesatnya perkembangan usaha Kebaya Mbok Dhe. Dalam sehari, Ela dan para pegawai lainnya bisa menyelesaikan 10 kebaya janggan, masih ditambah lagi pesanan rok batik yang terus membeludak.

​”Awalnya, tahun 2021, hanya buka di rumah, kecil banget, cuma punya satu gawang (gantung baju). Aku bikin kebaya kutubaru, cari kain sendiri, lalu dijahit, ditawarkan di media sosial, lama-lama banyak yang suka dengan Kebaya Mbok Dhe,” kata Ian.

Setelah mengenal Amartha, usaha Ian semakin berkembang. Dia mendapat pinjaman dari Rp 4 juta terus bertambah selama tiga kali putaran, hingga Rp 9 juta. Pelanggannya juga semakin banyak, apalagi sejak Ian diajak pameran ke Bali dan Jakarta oleh Amartha.

Usaha yang semakin maju juga dirasakan oleh Dessi Ari Setiyowati, pemilik toko kelontong di kawasan Pabelan, Kartasura. Setiap hari, toko yang menjual kebutuhan sehari-hari ini tak pernah sepi pembeli. Mulai dari makanan sampai pulsa paket data tersedia di toko yang dikelola Dessi.

Berawal dari toko kelontong kecil yang sehari menghasilkan ratusan ribu rupiah, kini Dessi bisa melayani transaksi hingga puluhan juta per bulan. Usaha semakin berkembang saat Dessi menjadi mitra AmarthaLink yang melayani pembayaran tagihan.

Dessi merupakan Ketua Majelis 147 Kranggan yang beranggotakan 13 perempuan dengan beragam usaha. ”Kami terbantu dengan pinjaman usaha, lumayan untuk pertama kali dapat Rp 5 juta. Semua cicilan juga selalu lancar,” kata Dessi.

Taufan mengatakan, Amartha memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi lokal. ”Dari pengalaman Amartha bekerja di lebih dari 60.000 desa, kami melihat pola yang konsisten: ketika usaha mikro tumbuh, bahkan hanya bertambah omzet ratusan ribu rupiah per minggu, efeknya langsung terasa ke warung tetangga, pasar harian, pemasok bahan baku, hingga transportasi lokal. Ekonomi daerah bergerak bukan karena satu pemain besar, tetapi karena ribuan transaksi kecil yang terjadi setiap hari,” ungkap Taufan.

UMKM mendukung berjalannya konsumsi domestik dan penyerapan tenaga kerja. Hingga kini, lebih dari 110.000 lapangan kerja tercipta dari UMKM binaan Amartha, bukti nyata bagaimana UMKM menyerap tenaga kerja walaupun tidak selalu tercatat dalam data formal. Di berbagai daerah, UMKM bergerak di bidang pariwisata/kerajinan di Bali, pertanian di Sumatera Barat, perikanan di Sulawesi Selatan, hingga home industry di Kalimantan. Setiap daerah punya UMKM yang menggerakkan perekonomian daerah.

Menurut Taufan, UMKM bukan hanya sektor ekonomi, mereka adalah ekosistem sosial yang menghubungkan keluarga, pasar, dan komunitas. ”Ketika UMKM mendapatkan akses keuangan yang tepat, bukan hanya bisnisnya yang tumbuh, tetapi juga financial health rumah tangga ikut menguat, dan inilah fondasi ekonomi daerah yang sesungguhnya,” ungkapnya.

Taufan menambahkan, ada tiga hal yang menurut kami harus diperkuat agar UMKM benar-benar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi daerah: akses keuangan yang adaptif, kapasitas usaha dan literasi digital, serta sistem perlindungan dan mitigasi risiko.

Baca JugaAmartha Perkuat Layanan Literasi Keuangan bagi Pelaku Usaha Mikro

Banyak UMKM di daerah sebenarnya bukan tidak mampu berkembang. Mereka hanya tidak punya instrumen pembiayaan yang sesuai ritme bisnisnya. Pendapatan mereka musiman, kecil, dan fluktuatif. ”Mereka membutuhkan pembiayaan yang adaptif, berbasis data transaksi, bukan sekadar jaminan,” ujarnya.

Selain itu, tantangan UMKM sekarang bukan hanya modal, tetapi bagaimana mengelola usaha saat harga bahan baku naik, persaingan makin ketat, dan transaksi mulai bergeser ke digital. Yang membuat mereka maju adalah kemampuan sederhana, tetapi krusial: mengatur arus kas, menentukan harga, dan membaca pola permintaan.

​Di sisi lain, ekonomi daerah sangat dipengaruhi guncangan: gagal panen, sakit, bencana, atau penurunan permintaan tiba-tiba. Banyak UMKM jatuh bukan karena bisnisnya buruk, tetapi karena satu risiko rumah tangga yang tidak mampu mereka tanggung. ”Kami melihat ibu-ibu pengusaha mikro adalah kelompok yang paling cepat beradaptasi: mereka fleksibel dan punya jejaring sosial kuat,” ujarnya.

Harapannya, kata Taufan, dengan akses pembiayaan, tabungan, dan pendampingan yang benar, resiliensi UMKM semakin meningkat. Hal itu bisa terlihat dari perbaikan arus kas dan kualitas pinjaman di desa-desa yang memiliki ekosistem keuangan inklusif.

Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Riza Damanik mengemukakan, pertumbuhan UMKM hingga menjelang akhir tahun 2025 menunjukkan perbaikan signifikan dari sisi kualitas dan kapasitas usaha yang menandakan UMKM berhasil naik kelas.

Dari sisi pembiayaan, target debitur kredit usaha rakyat (KUR) Graduasi mencapai 1,3 juta debitur UMKM. Selain itu, penyaluran KUR ke sektor produksi untuk pertama kali melampaui target, yaitu sebesar 60,7 persen dari total alokasi penyaluran KUR hingga 30 November 2025.

”Capaian itu menegaskan bahwa semakin banyak UMKM yang dinilai bankable dan mampu bertransisi menuju pembiayaan komersial maupun sektor usaha yang lebih produktif,” kata Riza, saat dihubungi, Kamis (4/12/2025).

Berdasarkan penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Tahun 2024, setiap satu UMKM penerima KUR mampu menyerap sekurang-kurangnya dua tenaga kerja. Dengan asumsi itu, maka program KUR hingga saat ini berpotensi menciptakan 8 hingga 11 juta lapangan kerja.

Upaya perluasan akses pembiayaan ke UMKM terus dilakukan, antara lain mendorong penggunaan alternatif agunan untuk modal usaha, selain aset tanah dan kendaraan bermotor. Dicontohkan, penggunaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai jaminan UMKM untuk memperoleh pembiayaan di sektor ekonomi kreatif. Selain itu, penggunaan surat perjanjian kerja (SPK) dan bukti hak tagih sebagai jaminan pinjaman bagi UMKM.

Baca JugaUMKM Naik Kelas Akan Memperkuat Ekonomi Nasional

Riza menambahkan, pemerintah melalui Kementerian UMKM juga mendorong formalisasi usaha mikro dari sektor informal menjadi formal melalui perluasan penerbitan nomor induk berusaha. Hal ini untuk kemudahan akses pembiayaan bagi UMKM.

Saat ini, UMKM banyak melakukan ekspansi ke layanan digital guna memperluas akses pasar dan mengurangi biaya modal. Ekspansi ke layanan digital itu mencakup proses pembayaran digital dan pemasaran digital.

Perusahaan teknologi finansial (fintech) memiliki peran menyediakan alternatif pembiayaan yang mudah dan cepat bagi UMKM yang membutuhkan modal untuk memulai usaha. Hingga Agustus 2025, pertumbuhan penyaluran fintech mencapai 21,26 persen atau Rp 87,61 triliun. Sejumlah 33 persen di antaranya telah tersalurkan kepada UMKM. ”Ini menandakan semakin banyak UMKM yang belum bankable mendapat pembiayaan,” kata Riza.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda, mengemukakan, setiap usaha mempunyai karakteristik yang berbeda. Sebagian UMKM tergolong masih tidak layak bank (unbankable) dan tidak bisa mengakses bank. Dalam merumuskan kebijakan pembiayaan ke UMKM, perlu melihat topologi dari UMKM.

”Pemerintah dan pihak swasta harus melihat kebutuhan UMKM, termasuk pinjaman daring harus melihat sisi mana akan berikan layanan pembiayaan,” ujar Huda, akhir pekan lalu.

​Huda menambahkan, permodalan bagi UMKM hingga kini masih menjadi persoalan serius. Masih banyak pelaku UMKM yang kekurangan modal. Porsi kredit UMKM terhadap kredit nasional masih sekitar 19 persen, bahkan terus menurun.

Sementara itu, klaim pemerintah terkait 20 juta lebih pelaku UMKM terdigitalisasi dinilai meragukan. Pelaku UMKM yang masuk ke ekosistem digital masih minim, termasuk pembiayaan daring. Masih banyak pekerjaan rumah untuk bisa mendorong penyaluran kredit UMKM melalui pinjaman daring. Selain kemampuan adaptasi dengan digital, yang perlu didorong adalah pembiayaan yang inklusif bagi pelaku UMKM.

​”Masalah digitalisasi ini bukan hanya bagaimana mereka (UMKM) bisa menerima pembayaran secara daring, tetapi memasukkan mereka ke ekosistem digital, termasuk soal pendanaan hingga pengelolaan,” kata Huda.

​Ketika mereka tidak terserap ke perbankan, maka mereka akan menuju ke layanan pinjaman daring. Potensi peningkatan gagal bayar sektor produktif/UMKM akan meningkat. Kinerja pinjaman daring untuk sektor produktif cukup bermasalah terkait dengan keberhasilan pengembalian yang rendah. Oleh karena itu, peran perusahaan layanan keuangan berbasis teknologi (fintech) dalam pembiayaan ke sektor produktif atau UMKM harus diimbangi kehati-hatian.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Pelindo Petikemas Pakai Teknologi Terumbu Buatan APR, Dorong Wisata Karimunjawa
• 22 jam lalukumparan.com
thumb
Seribu Nyawa Terenggut Banjir Bandang Sumatra
• 11 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Kenapa Warga Kini Lebih Pilih Lapor Damkar daripada Polisi? Ini Kata Mahfud MD
• 20 jam lalufajar.co.id
thumb
Formula Baru Kenaikan Upah Berlaku, Deadline Gubernur Tetapkan UMP Maksimal 24 Desember 2025
• 5 jam lalumedcom.id
thumb
Polri dan warga gotong royong bersihkan Masjid Al-Furqan Aceh Tamiang
• 23 jam laluantaranews.com
Berhasil disimpan.