Meta Diduga Raup Cuan Rp 50 T dari Sindikat Iklan Penipuan China

kumparan.com
13 jam lalu
Cover Berita

Meta diduga meraup keuntungan fantastis hingga sekitar Rp 300,3 triliun atau lebih dari sepersepuluh pendapatan global perusahaan dari pelanggan iklannya yang berasal dari China pada tahun 2024. Namun, di balik angka besar tersebut, sebagian besar uang itu berasal dari pelanggan yang melakukan penipuan masif terhadap pengguna Facebook, Instagram, dan WhatsApp di seluruh dunia.

Meski melarang warganya sendiri menggunakan media sosial Meta, Beijing membiarkan perusahaan-perusahaan China beriklan secara agresif kepada konsumen asing. Menurut dokumen internal yang dalam laporan Reuters, mengungkap sebanyak 19% dari pendapatan iklan China tersebut, sekitar Rp 50 triliun, berasal dari iklan penipuan (scam), perjudian ilegal, pornografi, dan konten terlarang lainnya.

Tingginya angka penipuan ini difasilitasi oleh sistem periklanan Meta sendiri. Di China, Meta bekerja melalui 11 mitra agensi besar (reseller tingkat atas). Laporan Reuters mengungkap Meta memberikan perlindungan khusus yang disebut "whitelisting" atau "pencegahan kesalahan" kepada mitra-mitra ini.

Artinya, ketika sistem otomatis mendeteksi adanya pelanggaran aturan, iklan tersebut tidak langsung dihapus. Iklan tetap tayang sembari menunggu tinjauan manual yang bisa memakan waktu berhari-hari.

"Sayangnya waktu tambahan untuk tinjauan sekunder ini cukup bagi penipu untuk mencapai tujuan mereka dengan mendapatkan tayangan yang masif," bunyi dokumen internal tersebut.

Kekacauan sistem verifikasi Meta ini terlihat jelas pada kasus Beijing Tengze Technology Co Ltd. Perusahaan ini masuk dalam daftar internal "200 pengiklan teratas" Meta di seluruh dunia, sejajar dengan merek global seperti BMW dan Chanel. Namun, dokumen internal menunjukkan lebih dari separuh iklan perusahaan ini melanggar aturan terkait penipuan.

Saat ditelusuri alamat kantor Beijing Tengze, lokasi yang terdaftar ternyata hanyalah jalanan perumahan di kota pegunungan terpencil, dan kantor fisiknya tidak pernah ada. Alih-alih memutus hubungan saat pelanggaran terdeteksi, Meta awalnya hanya membebankan biaya iklan lebih mahal sebagai "penalti".

Lebih dari itu, laporan dari konsultan eksternal Propellerfish yang disewa Meta menyimpulkan "perilaku dan kebijakan Meta sendiri" yang menyuburkan praktik sistemik ini.

Laporan itu menyebut adanya industri "spesialis optimalisasi iklan" di China yang didanai rentenir untuk mengeksploitasi celah sistem Meta. Karena korbannya berada di luar negeri, pemerintah China umumnya "tutup mata".

Intervensi CEO dan dampak pendapatan

Staf internal Meta sebenarnya telah menyadari bahaya ini. "Kita perlu melakukan investasi signifikan untuk mengurangi bahaya yang semakin besar," peringatan staf Meta dalam presentasi internal April 2024 yang terkuak dalam dokumen internal menurut laporan Reuters.

Meta bahkan sempat membentuk tim anti-penipuan khusus yang berhasil menekan angka iklan bermasalah dari 19% menjadi 9% pada paruh kedua 2024. Namun, upaya ini terhenti setelah CEO Meta, Mark Zuckerberg, turun tangan.

Catatan dokumen akhir tahun 2024 menyebutkan bahwa sebagai hasil dari "pivot Strategi Integritas dan tindak lanjut dari Zuck," tim penegakan iklan China diminta menghentikan sementara pekerjaan mereka dan akhirnya dibubarkan.

Meta juga mencabut pembekuan akses bagi agensi iklan China baru demi "membuka kunci" pendapatan. Keputusan ini diambil dengan pertimbangan finansial yang kuat.

Dalam satu kasus di Mei 2025, staf menemukan 800 akun iklan yang menghasilkan Rp 467,2 miliar dari iklan terlarang (senjata, seks, judi). Namun, manajemen menolak menghukum mitra besar yang mengendalikan akun tersebut karena "dampak pendapatannya terlalu tinggi."

Akibatnya, gelombang baru agensi periklanan China kembali membanjiri platform. Pada pertengahan 2025, rasio iklan terlarang kembali naik ke angka 16%.

Menanggapi laporan ini, juru bicara Meta, Andy Stone, membantah Zuckerberg telah memerintahkan pembubaran tim secara permanen. Ia mengeklaim perintah Zuckerberg adalah untuk "melipat-gandakan upaya mengurangi bahaya di seluruh dunia, termasuk di China."

Stone juga menyatakan sistem otomatis Meta telah memblokir atau menghapus 46 juta iklan dari mitra China selama 18 bulan terakhir, sering kali sebelum iklan tersebut dilihat pengguna. Meta mengeklaim terus bekerja sama dengan penegak hukum untuk menindak jaringan penipuan.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Prabowo-Gibran Beri Arahan Kepala Daerah Papua, Fokus Pengamanan Aset dan Swasembada
• 9 jam lalumatamata.com
thumb
Perantauan Bugis Abad Ke-18, dari Pelaut Bayaran Menjadi Penguasa Johor-Riau
• 10 jam lalufajar.co.id
thumb
RPH Surabaya Prediksi Permintaan Daging Sapi Naik 5 Persen Jelang Nataru
• 3 jam lalusuarasurabaya.net
thumb
Untuk Memastikan Kelancaran Penerbangan Jelang Liburan Nataru,  Manajemen Citilink Tinjau Kesiapan Operasional
• 23 jam laluharianfajar
thumb
Debitur KUR Terdampak Bencana Sumatera Dapat Napas Panjang, Cicilan Dilonggarkan hingga 3 Tahun
• 18 jam lalukompas.tv
Berhasil disimpan.