Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan pekerja/buruh kecewa dengan keputusan pemerintah menggunakan rumus terbaru untuk menaikkan angka upah. Pada PP terbaru yang diteken Presiden Prabowo Subianto Senin malam (16/12/2025), formula kenaikan upah sebesar Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi x Alfa) dengan rentang Alfa 0,5 - 0,9
"Kami kecewa atas keputusan tersebut bahwa rumus tersebut tidak mencerminkan dan tidak menjamin terpenuhinya Kebutuhan Hidup Layak (KHL) bagi pekerja dan keluarganya. Padahal, Putusan Mahkamah Konstitusi secara jelas menyatakan bahwa upah minimum harus mengandung prinsip KHL, keadilan, dan kemanusiaan, bukan sekadar pendekatan teknokratis berbasis angka makroekonomi," ungkap Ketua Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Mirah Sumirat kepada CNBC Indonesia, Rabu (17/12/2025).
Mirah juga menyoroti keterlambatan penetapan kebijakan pengupahan yang seharusnya sudah diputuskan pada bulan November 2025, namun baru ditetapkan menjelang akhir Desember. Menurut Mirah, lamanya proses pembahasan semestinya menghasilkan kebijakan yang lebih adil dan berpihak pada pekerja, namun kenyataannya kenaikan upah yang dihasilkan tetap minimal dan jauh dari harapan buruh.
"Dalam kondisi harga pangan, transportasi, listrik, BBM, pendidikan, dan kesehatan yang terus meningkat. Kenaikan upah minimum tanpa pengendalian biaya hidup akan menjadi sia-sia dan tidak berdampak nyata terhadap kesejahteraan pekerja," tuturnya.
Lebih lanjut, Mirah Mengingatkan bahwa pelimpahan penetapan UMP kepada pemerintah daerah berpotensi memicu gelombang kekecewaan dan aksi unjuk rasa di berbagai daerah. Hal ini tentu tidak kondusif bagi stabilitas hubungan industrial dan iklim ketenagakerjaan nasional.
Mirah pun meminta pemerintah untuk meninjau ulang rumus penetapan upah minimum agar benar-benar menjamin Kebutuhan Hidup Layak. Bukan hanya itu, pemerintah juga harus mengendalikan harga kebutuhan pokok dan layanan dasar agar kenaikan upah tidak tergerus inflasi. Lalu terakhir adalah melibatkan serikat pekerja secara bermakna dan substantif dalam setiap proses pengambilan kebijakan pengupahan.
Tanpa langkah korektif tersebut, Mirah menilai kebijakan pengupahan ini hanya akan menjadi angka di atas kertas dan berpotensi memperlebar ketimpangan serta konflik hubungan industrial.
"Kami berharap kebijakan pengupahan ke depan mampu menciptakan keadilan, kepastian, dan kesejahteraan bagi pekerja, sekaligus menjaga hubungan industrial yang harmonis dan berkelanjutan," pungkas Mirah.
(wur/wur)




