Bisnis.com, CIREBON--Upaya perluasan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan di Kabupaten Cirebon menunjukkan kemajuan namun persoalan mendasar masih mengemuka.
Hingga November 2025, sebanyak 6 dari 10 pekerja di Kabupaten Cirebon tercatat masih bekerja tanpa perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan, menandakan celah besar dalam sistem perlindungan tenaga kerja di daerah ini.
Data Pemerintah Kabupaten Cirebon mencatat, tingkat Universal Coverage Jamsostek (UCJ) pada Oktober 2025 berada di angka 36,45%.
Baca Juga
- Cirebon Belum Terselamatkan dari Krisis Perlindungan Kesehatan
- Tekanan Harga Meningkat, Inflasi Cirebon Ganggu Daya Beli Masyarakat
Setelah penambahan 39.775 pekerja rentan yang dibiayai Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk periode November–Desember 2025, cakupan tersebut naik menjadi 41,28%. Meski meningkat 4,83%, mayoritas pekerja masih berada di luar sistem jaminan sosial.
Dengan estimasi jumlah pekerja Kabupaten Cirebon sekitar 823.000 orang, pekerja yang telah terlindungi Jamsostek baru mencapai sekitar 340.000 orang. Sementara itu, sekitar 483.000 pekerja, atau 58,72% masih bekerja tanpa perlindungan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).
Wakil Bupati Cirebon, Agus Kurniawan Budiman, menyebut penambahan hampir 40.000 peserta baru tersebut sebagai bentuk kehadiran negara dalam melindungi pekerja, khususnya pekerja rentan yang memiliki risiko sosial ekonomi tinggi.
Program ini merupakan lanjutan dari agenda simbolis yang sebelumnya dilaksanakan oleh bupati Cirebon, dengan sasaran pekerja rentan di seluruh kecamatan se-Kabupaten Cirebon.
“Program ini bertujuan memberikan rasa aman bagi pekerja agar dapat bekerja dengan tenang dan bermartabat,” ujar Agus, Selasa (16/12/2025).
Namun, data menunjukkan intervensi tersebut belum mampu mengubah struktur masalah ketenagakerjaan di Cirebon. Perlindungan yang diberikan kepada 39.775 pekerja rentan hanya berlaku selama dua bulan, sehingga keberlanjutan kepesertaan menjadi tantangan utama.
Tanpa skema pembiayaan lanjutan, para pekerja tersebut berpotensi kembali tidak terlindungi setelah Desember 2025.
Pekerja yang belum terlindungi umumnya berasal dari sektor informal, seperti buruh harian lepas, petani, nelayan, pekerja jasa kecil, hingga pekerja tanpa hubungan kerja formal.
Kelompok ini rentan terhadap risiko kecelakaan kerja dan kehilangan pendapatan, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap kemiskinan baru maupun kemiskinan ekstrem.
Sebelumnya, Pemkab Cirebon juga mencatat telah memberikan perlindungan Jamsostek kepada 2.350 nelayan melalui optimalisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Meski demikian, jumlah tersebut masih relatif kecil dibandingkan total pekerja rentan yang ada.
Secara ekonomi, rendahnya cakupan jaminan sosial ketenagakerjaan mencerminkan tingginya tingkat informalitas tenaga kerja di Kabupaten Cirebon.
Kondisi ini berpotensi menekan produktivitas, memperlebar ketimpangan sosial, dan meningkatkan beban fiskal pemerintah daerah ketika terjadi kecelakaan kerja atau kematian pencari nafkah.
Kenaikan UCJ menjadi 41,28% dinilai sebagai capaian administratif, namun belum cukup untuk menjamin perlindungan menyeluruh.
Tanpa kebijakan berkelanjutan, perluasan kepesertaan hanya akan bersifat temporer dan bergantung pada intervensi anggaran jangka pendek.
Agus mengatakan, dengan lebih dari setengah juta pekerja masih berada di luar sistem, tantangan utama ke depan adalah memastikan keberlanjutan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan, memperluas pembiayaan rutin, serta mendorong sektor informal masuk ke dalam skema perlindungan formal.
"Tanpa langkah struktural, mayoritas pekerja di Kabupaten Cirebon akan tetap bekerja dalam kondisi rentan, tanpa jaring pengaman sosial yang memadai," katanya.




