Jakarta: Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menyatakan ada kemungkinan posisi kapolri dipilih langsung presiden tanpa proses politik di DPR, yaitu uji kepatutan dan kelayakan. Wacana tersebut dikritik anggota nonaktif DPR RI Ahmad Sahroni.
Menurut Sahroni, proses politik tidak bisa dipisahkan begitu saja dalam proses bernegara. Termasuk jabatan strategis negara.
“Kalau kita bicara soal tidak ada kaitannya dengan politik, presiden kita kan juga berasal dari proses dan partai politik. Artinya, Kapolri itu memang jabatan politik dalam arti jabatan strategis. Jadi tidak bisa diposisikan seolah-olah steril total dari politik," kata Sahroni melalui keterangan tertulis, Rabu, 17 Desember 2025.
Bendahara Umum (Bendum) DPP Partai NasDem itu menegaskan proses politik di DPR bukan untuk mengintervensi kinerja Kapolri. Melainkan sebagai mekanisme untuk menilai rekam jejak dan kapasitas calon pimpinan Polri.
“Tidak ada balas budi apa pun terkait politik dalam pemilihan Kapolri. Fit and proper itu wajib untuk melihat record seseorang," ungkap Sahroni. Baca juga: Reformasi Polri dan Jejak Absolutisme
Legislator asal Dapil DKI III itu mencontohkan uji kepatutan dan kelayakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Menurut dia, kinerja Kapolri Listyo cukup bagus.
"Faktanya, Pak Listyo Sigit sudah empat tahun menjabat dan kinerjanya sangat baik, meskipun tentu masih ada kekurangan yang harus terus diperbaiki,” sebut Sahroni.
Sahroni juga mengingatkan bahwa jika seluruh proses pemilihan kapolri sepenuhnya berada di bawah otoritas eksekutif, justru berpotensi menimbulkan dominasi kekuasaan yang terlalu besar. Apalagi kerja polisi langsung bersentuhan dengan sipil seperti penangkapan, penahanan, sampai pelayanan.
"Di situ memang perlu keterlibatan DPR sebagai representasi institusi sipil. Proses di DPR selama ini juga transparan, ada paparan, track record dibuka, dan bisa disaksikan publik. Jadi ini bagian dari civilian oversight, bukan bentuk intervensi apa pun,” ujar Sahroni.



