Pernah Kecelakaan karena Jalan Rusak, Mahasiswi Gugat UU LLAJ ke MK

kumparan.com
4 jam lalu
Cover Berita

Tiga mahasiswi mengajukan gugatan uji materil Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan itu teregister dengan nomor perkara 249/PUU-XXIII/2025 tertanggal 11 Desember 2025. Ketiga mahasiswi itu bernama Wahyu Nuur Sa’diyah, Anggun Febrianti, dan Lena Dea Pitrianingsih.

Para pemohon mempersoalkan Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 273 ayat (1) UU LLAJ yang masing-masing berbunyi:

Pasal 24 ayat 1:

“Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki Jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas”

Pasal 273 ayat 1:

"Setiap Penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (Dua Belas Juta Rupiah)”

Para Pemohon mempersoalkan frasa 'segera' yang dinilai tidak mempunyai kepastian hukum. Sehingga membuat celah bagi Penyelenggara Jalan untuk menunda perbaikan.

"Bahwa frasa 'segera' dalam ketentuan Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 273 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang tidak memiliki kepastian hukum terkait tenggat waktu penyelenggaraan jalan dan perbaikan jalan yang rusak," demikian kata pemohon dikutip dari permohonannya, Rabu (17/12).

"Ketidakpastian frasa 'segera' dalam ketentuan Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 273 ayat (1) dapat menimbulkan celah bagi penyelenggara jalan untuk menunda pelaksanaan perbaikan maupun pemeliharaan jalan yang rusak," sambungnya.

Pemohon Wahyu dan Anggun mengaku pernah mengalami kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan jalan rusak di kawasan Tulungagung, Jawa Timur. Sementara, pemohon Lena merupakan warga asli Tulungagung yang merasa terganggu dengan adanya jalan rusak.

Kecelakaan membuat Wahyu menjalani perawatan di rumah sakit pada 14 Mei 2025 lalu. Kendaraan miliknya pun mengalami kerusakan.

"Pemohon I yang merupakan penduduk asli Madiun yang menempuh pendidikan tinggi di Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung mengalami kecelakaan akibat jalan berlubang di daerah Plosokandang Tulungagung pada tanggal 14 Mei 2025 yang menyebabkan Pemohon I dirawat di RSUD Dr. Iskak Tulungagung selama 3 hari dan rawat jalan di kediamannya selama 7 hari," tuturnya.

Menurut para pemohon, jalanan rusak ini sudah menjadi masalah yang berlarut-larut tak kunjung diselesaikan. Mereka menilai, hal ini terjadi karena tidak jelasnya aturan dalam UU LLAJ.

Karena jalanan yang rusak tersebut, para pemohon juga merasa dirugikan secara konstitusional.

Mereka pun meminta agar frasa 'segera' dalam Pasal 24 ayat 1 dan Pasal 273 ayat 1 UU LLAJ diberikan tenggat waktu pasti.

Berikut petitum lengkap permohonan para pemohon:

1. Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya

2. Menyatakan frasa “segera” dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5025) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat (conditionally unconstitutional) sepanjang tidak dimaknai: “dalam waktu paling lambat sesuai standar pelayanan minimal yang ditetapkan, atau selambat-lambatnya diselesaikan pada tahun anggaran berjalan dengan menggunakan dana pemeliharaan rutin atau dana tanggap darurat.”

3. Menyatakan frasa “segera” dalam Pasal 273 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5025) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat (conditionally unconstitutional) sepanjang tidak dimaknai: “melebihi batas waktu perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1).”

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono).


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Alasan Aparat TNI Memilih Mundur Saat Diserang WN China Bersenjata Tajam di Ketapang
• 21 jam lalurepublika.co.id
thumb
Daftar Kontak Darurat yang Bisa Dihubungi Masyarakat Bali saat Cuaca Ekstrem
• 18 jam lalukompas.tv
thumb
Kemenbud Tetapkan 514 WBTb Baru, Total Aset Budaya Nasional Capai 2.727
• 3 jam lalujpnn.com
thumb
Kaleidoskop 2025: Perceraian Pratama Arhan dan Azizah Salsha, Kasus dengan Resbob, hingga Kepergian Ayah Tercinta
• 20 jam lalutvonenews.com
thumb
Wangi Parfum dengan Sensasi Suasana Sunset di Pantai Bali
• 5 jam laluinsertlive.com
Berhasil disimpan.