Mataram (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, selama tahun 2025 menangani 115 kasus kekerasan anak dan perempuan, dan sebagian besar merupakan kasus anak.
Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram Yunia Arini di Mataram, Rabu, mengatakan, dari 115 kasus yang kami tangani sampai pertengahan Desember 2025, 80 kasus merupakan kasus kekerasan anak.
"Sisanya 35 merupakan kasus kekerasan perempuan didominasi kekerasan dalam rumah tangga," katanya.
Dengan realisasi penanganan kasus kekerasan anak dan perempuan yang ditangani tahun 2025, mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya dengan jumlah sekitar 90-an kasus.
Baca juga: Pemkot Jaktim imbau warga tak takut lapor kekerasan perempuan-anak
Menurutnya, dari 80 kasus anak yang ditangani, kasus kekerasan anak yang paling banyak dilaporkan adalah kasus kekerasan seksual dan perundungan atau bullying di sekolah.
Untuk penanganan kasus perundungan, pihak sekolah sudah langsung melakukan penanganan sehingga bisa langsung selesai di sekolah. Apalagi semua sekolah di Kota Mataram kini sudah memiliki satgas kekerasan anak.
"Ketika ada kekerasan, anak-anak sudah peduli dan bicara langsung ke guru bahkan ke guru bimbingan konseling (BK)," katanya.
Sementara penanganan kasus kekerasan seksual, katanya, dilakukan penanganan sesuai dengan hasil asesmen. Tahap awal dilakukan konseling, jika butuh rujukan kesehatan komunikasi dengan Dinas Kesehatan untuk dapat layanan kesehatan.
Baca juga: Pemkot Jaktim gandeng SKPD dan NGO tekan kekerasan perempuan-anak
Selain itu, DP3A memfasilitasi korban jika membutuhkan rumah aman karena tidak memungkinkan untuk tinggal di rumah tinggal lokasi awal.
"Kami juga terus pantau sekolah mereka, tetap jaga kesehatan, berkala melakukan konseling. Secara berkala kami juga jenguk mereka ke rumah aman, atau langsung ke rumah mereka," katanya.
Menurutnya, penyebab peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap anak dipicu banyak faktor antara lain, ekonomi, pengawasan keluarga kurang sebab anak-anak yang jadi korban banyak yang pisah dari orang tua sehingga tinggal dengan orang tua lain seperti nenek atau paman yang mungkin pengasuhan dan pengawasan kepada anak-anak kurang.
"Selain itu penggunaan handphone secara bebas dan tidak terkontrol juga menjadi salah satu faktor pemicu," katanya.
Baca juga: Komnas Perempuan paparkan tantangan tangani kasus KBG pada perempuan
Kendati terjadi peningkatan kasus, pihaknya menilai tingginya angka penanganan kasus kekerasan anak dan perempuan menjadi salah satu tolok ukur jika sosialisasi dan edukasi terkait kekerasan perempuan dan anak diterima oleh masyarakat.
"Masyarakat sudah aktif mau angkat bicara dan melapor ketika mengalami tindak kekerasan," katanya.
Bahkan untuk memudahkan masyarakat menyampaikan laporannya DP3A Kota Mataram telah membuka layanan pengaduan 24 jam melalui UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dengan nomor telepon 08175733237.
"Nomor tersebut, kami aktifkan 24 jam agar masyarakat bisa dilayani dengan cepat dan tepat," katanya.
Di sisi lain, dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak juga diharapkan partisipasi masyarakat untuk melaporkan ketika menemukan tindak kekerasan perempuan dan anak di sekitar.
"Partisipasi masyarakat sangat penting dalam upaya pencegahan tindak kekerasan perempuan dan anak," katanya.
Baca juga: Komnas Perempuan beri rekomendasi perkuat perlindungan korban KBG
Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram Yunia Arini di Mataram, Rabu, mengatakan, dari 115 kasus yang kami tangani sampai pertengahan Desember 2025, 80 kasus merupakan kasus kekerasan anak.
"Sisanya 35 merupakan kasus kekerasan perempuan didominasi kekerasan dalam rumah tangga," katanya.
Dengan realisasi penanganan kasus kekerasan anak dan perempuan yang ditangani tahun 2025, mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya dengan jumlah sekitar 90-an kasus.
Baca juga: Pemkot Jaktim imbau warga tak takut lapor kekerasan perempuan-anak
Menurutnya, dari 80 kasus anak yang ditangani, kasus kekerasan anak yang paling banyak dilaporkan adalah kasus kekerasan seksual dan perundungan atau bullying di sekolah.
Untuk penanganan kasus perundungan, pihak sekolah sudah langsung melakukan penanganan sehingga bisa langsung selesai di sekolah. Apalagi semua sekolah di Kota Mataram kini sudah memiliki satgas kekerasan anak.
"Ketika ada kekerasan, anak-anak sudah peduli dan bicara langsung ke guru bahkan ke guru bimbingan konseling (BK)," katanya.
Sementara penanganan kasus kekerasan seksual, katanya, dilakukan penanganan sesuai dengan hasil asesmen. Tahap awal dilakukan konseling, jika butuh rujukan kesehatan komunikasi dengan Dinas Kesehatan untuk dapat layanan kesehatan.
Baca juga: Pemkot Jaktim gandeng SKPD dan NGO tekan kekerasan perempuan-anak
Selain itu, DP3A memfasilitasi korban jika membutuhkan rumah aman karena tidak memungkinkan untuk tinggal di rumah tinggal lokasi awal.
"Kami juga terus pantau sekolah mereka, tetap jaga kesehatan, berkala melakukan konseling. Secara berkala kami juga jenguk mereka ke rumah aman, atau langsung ke rumah mereka," katanya.
Menurutnya, penyebab peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap anak dipicu banyak faktor antara lain, ekonomi, pengawasan keluarga kurang sebab anak-anak yang jadi korban banyak yang pisah dari orang tua sehingga tinggal dengan orang tua lain seperti nenek atau paman yang mungkin pengasuhan dan pengawasan kepada anak-anak kurang.
"Selain itu penggunaan handphone secara bebas dan tidak terkontrol juga menjadi salah satu faktor pemicu," katanya.
Baca juga: Komnas Perempuan paparkan tantangan tangani kasus KBG pada perempuan
Kendati terjadi peningkatan kasus, pihaknya menilai tingginya angka penanganan kasus kekerasan anak dan perempuan menjadi salah satu tolok ukur jika sosialisasi dan edukasi terkait kekerasan perempuan dan anak diterima oleh masyarakat.
"Masyarakat sudah aktif mau angkat bicara dan melapor ketika mengalami tindak kekerasan," katanya.
Bahkan untuk memudahkan masyarakat menyampaikan laporannya DP3A Kota Mataram telah membuka layanan pengaduan 24 jam melalui UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dengan nomor telepon 08175733237.
"Nomor tersebut, kami aktifkan 24 jam agar masyarakat bisa dilayani dengan cepat dan tepat," katanya.
Di sisi lain, dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak juga diharapkan partisipasi masyarakat untuk melaporkan ketika menemukan tindak kekerasan perempuan dan anak di sekitar.
"Partisipasi masyarakat sangat penting dalam upaya pencegahan tindak kekerasan perempuan dan anak," katanya.
Baca juga: Komnas Perempuan beri rekomendasi perkuat perlindungan korban KBG




