FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Baru-baru ini Presiden Prabowo Subianto menyampaikan rencana pengembangan kelapa sawit di Papua.
Gagasan ini merupakan bagian dari strategi besar mewujudkan kemandirian energi nasional.
Hal itu disampaikan di tengah upaya Prabowo mengurangi ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM) dan mendorong setiap daerah mampu memenuhi kebutuhan energinya sendiri.
Prabowo menuturkan, setiap wilayah seharusnya memiliki sumber energi mandiri sesuai potensi alam yang dimiliki.
Dengan begitu, distribusi BBM dari daerah lain yang selama ini memakan biaya besar bisa ditekan.
“Supaya ada kemandirian tiap daerah, kalau ada tenaga surya dan tenaga air tidak perlu kirim-kirim BBM mahal-mahal dari daerah-daerah lain,” ujar Prabowo dikutip pada Rabu (17/12/2025).
Selain energi terbarukan seperti surya dan air, Prabowo juga menyinggung pengembangan energi berbasis perkebunan.
Ia menyebut Papua berpeluang ikut mengembangkan kelapa sawit untuk menghasilkan bahan bakar nabati.
“Dan juga nanti kita berharap di daerah Papua pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan juga BBM dari kelapa sawit,” katanya.
Bukan hanya sawit, Prabowo memaparkan rencana pemanfaatan komoditas lain sebagai sumber energi alternatif.
Tebu dan singkong disebutnya dapat diolah menjadi etanol untuk mendukung bauran energi nasional.
“Juga tebu menghasilkan etanol. Singkong, kasafa juga untuk menghasilkan etanol,” lanjutnya.
Kata Prabowo, seluruh program tersebut dirancang dalam kerangka jangka menengah.
Pemerintah menargetkan dalam lima tahun ke depan, setiap daerah di Indonesia mampu berdiri di atas kaki sendiri, baik dalam hal pangan maupun energi.
“Sehingga kita rencanakan dalam lima tahun semua daerah bisa berdiri di atas kakinya sendiri, suasembada pangan dan suasembada energi,” tegasnya.
Wacana ini langsung menyedot perhatian publik, mengingat pembukaan lahan sawit di Sumatra dan Kalimantan yang kerap dikaitkan dengan deforestasi dan kerusakan lingkungan.
Rencana pengembangan sawit di Papua pun diprediksi akan memicu perdebatan luas, terutama terkait dampak ekologis, sosial, dan keberlanjutan lingkungan di wilayah timur Indonesia tersebut.
(Muhsin/Fajar)





