KOMPAS.com – Uap panas mengepul dari deretan wajan besar di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Karanggondang, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.
Suara sodet beradu dengan panci bersahutan sejak pagi, sementara para pekerja bergerak cepat menyiapkan ratusan porsi makanan. Sekilas, suasananya tampak seperti dapur produksi pada umumnya.
Namun, jika diperhatikan lebih dekat, justru mempertemukan beragam kalangan usia. Mulai dari ibu-ibu, generasi milenial, hingga generasi Z, bekerja berdampingan dalam satu ritme kerja yang sama.
Di sana, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dijalankan setiap hari. Bukan hanya sebagai upaya pemenuhan gizi anak-anak sekolah di sekitarnya, tetapi juga sebagai ruang kerja lintas generasi bagi warga sekitar.
Menjaga alur pemorsianKoordinator Pemorsian SPPG Karanggondang Darwini atau akrab disapa Ani, menjadi salah satu wajah yang selalu ada di area pembagian makanan. Ia memastikan seluruh komponen menu, mulai dari nasi, lauk, susu, hingga buah, tersedia sejak awal hingga akhir proses pemorsian.
“Dari tempat nasi, tutup, sampai susu dan buah harus lengkap dari awal sampai akhir. Enggak boleh ada yang kurang,” ujar Ani.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=milenial, Pekalongan, Gen Z, MBG, Makan Bergizi Gratis, dapur MBG, SPPG, sppg karanggondang&post-url=aHR0cHM6Ly9uYXNpb25hbC5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8xNy8xMzU3MTc1MS9zcHBnLWthcmFuZ2dvbmRhbmctZGFwdXIteWFuZy1tZXJhanV0LWJlcmJhZ2FpLWdlbmVyYXNp&q=SPPG Karanggondang, Dapur yang Merajut Berbagai Generasi§ion=Nasional' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Baca juga: BGN Dorong Kepala SPPG Aktif Beri Edukasi Gizi Langsung ke Sekolah
Jika stok mulai menipis, Ani segera berkoordinasi dengan ahli gizi atau staf kantor agar bahan tambahan dapat disiapkan tepat waktu sebelum jadwal distribusi dimulai.
“Biasanya sebelum pemorsian selesai, kami sudah konfirmasi dulu supaya tidak telat saat distribusi,” katanya.
Baginya, kelancaran pemorsian menjadi kunci agar makanan bisa sampai ke tangan anak-anak penerima manfaat tanpa hambatan. Soal lingkungan kerja, Ani mengaku tidak pernah merasa terbebani bekerja dengan rekan yang usianya lebih muda, malah membuat suasana dapur terasa lebih cair.
Keterlibatannya di dapur MBG pun berdampak langsung bagi kehidupannya. Ia merasa senang bisa terlibat dalam program tersebut. Dukungan keluarga pun menguatkan keputusannya untuk tetap bekerja di SPPG Karanggondang.
“Saya happy. (Gaji di sini) sangat membantu menambah penghasilan dan buat nabung,” ungkap dia.
Merajut komunikasi di tengah perbedaan usiaSementara itu, Akuntan SPPG Karanggondang, Dipta Aqila Zahidah bertanggung jawab mengelola pencatatan keuangan harian, mulai dari pengeluaran bahan makanan, logistik, gaji relawan, hingga biaya operasional.
Sebagai generasi Z, Dipta kerap berkolaborasi dengan relawan yang lebih senior. Bersama ahli gizi, ia bertugas menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB), menghitung biaya operasional dapur, mengecek stok, hingga membuat laporan keuangan.
Baca juga: Di SPPG Trowulan, MBG Jadi Jembatan Ekonomi bagi Warga Sekitar
Perbedaan usia sempat menjadi tantangan tersendiri, terutama dalam hal komunikasi. Ia mengakui, karakternya yang cenderung tertutup turut memengaruhi proses adaptasi tersebut.
“Cukup sulit karena saya introvert. Dengan (adanya) perbedaan umur (antar-pekerja), awalnya agak sulit,” ungkapnya.





/https%3A%2F%2Fcdn-dam.kompas.id%2Fimages%2F2025%2F09%2F08%2F42df8c2a1702269893f0f84ebea117ff-1000379410.jpg)