Jakarta (ANTARA) - Hari Pantun Nasional diperingati setiap tanggal 17 Desember sebagai bentuk penghormatan terhadap salah satu warisan budaya takbenda yang telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat.
Pantun bukan sekadar rangkaian kata berima. Akan tetapi, pantun merupakan seni lisan yang berisi nilai-nilai moral, etika, serta filosofi hidup yang diwariskan secara turun-temurun.
Keberadaannya menjadi bagian dari identitas budaya bangsa, khususnya dalam tradisi Melayu, dan hingga kini masih digunakan sebagai media komunikasi yang santun dan bermakna.
Lantas, bagaimana sejarah peringatan Hari Pantun Nasional ini terbentuk?
Melansir Instagram resmi Ditjen GTK Kemdikbud (Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), pantun merupakan salah satu bentuk syair Melayu yang berfungsi sebagai sarana penyampaian ide dan perasaan, dimana gaya penyampaiannya bersifat metaforis dengan menggunakan pilihan kata yang santun dan halus.
Latar belakang penetapan Hari Pantun Nasional tidak terlepas dari pengakuan internasional yang diterima pantun pada 17 Desember 2020.
Pada tanggal tersebut, pantun resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda atau Intangible Cultural Heritage oleh UNESCO dalam sidang ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage yang digelar di Paris, Prancis.
Dalam penilaiannya, UNESCO menegaskan bahwa pantun bukan hanya sarana interaksi sosial, tetapi juga mengandung moral yang menekankan pentingnya keselarasan dan keharmonisan dalam hubungan antarmanusia.
Dengan pengakuan tersebut, pantun juga tercatat sebagai warisan budaya ke-11 milik Indonesia yang diakui dunia.
Proses menuju pengakuan UNESCO tersebut bukan hal yang singkat. Pengusulan pantun telah dimulai sejak 2017 melalui skema joint nomination antara Indonesia dan Malaysia.
Langkah ini melibatkan kajian akademis, dokumentasi budaya, serta pembuktian bahwa pantun masih hidup dan digunakan dalam keseharian masyarakat.
Perjuangan tersebut dipelopori oleh Asosiasi Tradisi Lisan (ATL), lembaga non-pemerintah yang terakreditasi UNESCO, melalui peran Dr. Pudentia dan mendiang Al Azhar.
Dukungan juga datang dari ATL cabang Riau dan Kepulauan Riau yang aktif menunjukkan eksistensi pantun di tingkat lokal hingga nasional.
Sejak 2017, Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Kebudayaan secara konsisten menggelar seminar dan festival budaya. Upaya ini bertujuan menjaga martabat pantun agar tetap relevan di tengah perubahan zaman, sekaligus memperkuat posisi pantun sebagai tradisi hidup, bukan hanya artefak budaya.
Pasca pengakuan UNESCO, momen 17 Desember terus digelar. Sejak 2021, ATL Riau bersama Dinas Kebudayaan Provinsi Riau secara rutin memperingati tanggal tersebut.
Gerakan ini berkembang menjadi inisiatif nasional yang melibatkan ATL se-Indonesia, bahkan mendorong gagasan penetapan “Hari Pantun Dunia”.
Pada 2023 di Pekanbaru, deklarasi Hari Pantun Nasional mulai disuarakan secara lebih luas dengan melibatkan berbagai provinsi.
Kolaborasi antara Dinas Kebudayaan Riau, Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, dan para pegiat budaya semakin memperkuat upaya pelestarian pantun di ruang publik.
Dukungan semakin menguat seiring berdirinya Kementerian Kebudayaan pada 2024. Dengan kolaborasi ATL Indonesia dan pemerintah daerah, naskah akademik mengenai urgensi penetapan Hari Pantun Nasional disusun dan rampung pada Juni 2025.
Akhirnya, pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan secara resmi menetapkan 17 Desember sebagai Hari Pantun Nasional. Ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kebudayaan Nomor 163/M/2025 tentang Hari Pantun.
Penetapan tersebut menjadi bentuk pengakuan negara atas peran pantun dalam kehidupan berbudaya. Dengan struktur yang sederhana, pantun mampu menyampaikan pesan mendalam, mulai dari nasihat, pendidikan moral, hingga penguatan nilai kebersamaan.
Tantangan ke depan adalah memastikan pantun terus hidup, digunakan, dan diwariskan lintas generasi, agar tetap bertahan di tengah perkembangan dunia modern.
Baca juga: Zhou Yiran, pantun hingga diberi kejutan dari penggemar Indonesia
Baca juga: Tak kalah dari Mendikdasmen, Prabowo bacakan pantun soal digitalisasi
Baca juga: Mahasiswa internasional Unja raih juara pantun Bahasa Indonesia
Pantun bukan sekadar rangkaian kata berima. Akan tetapi, pantun merupakan seni lisan yang berisi nilai-nilai moral, etika, serta filosofi hidup yang diwariskan secara turun-temurun.
Keberadaannya menjadi bagian dari identitas budaya bangsa, khususnya dalam tradisi Melayu, dan hingga kini masih digunakan sebagai media komunikasi yang santun dan bermakna.
Lantas, bagaimana sejarah peringatan Hari Pantun Nasional ini terbentuk?
Melansir Instagram resmi Ditjen GTK Kemdikbud (Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), pantun merupakan salah satu bentuk syair Melayu yang berfungsi sebagai sarana penyampaian ide dan perasaan, dimana gaya penyampaiannya bersifat metaforis dengan menggunakan pilihan kata yang santun dan halus.
Latar belakang penetapan Hari Pantun Nasional tidak terlepas dari pengakuan internasional yang diterima pantun pada 17 Desember 2020.
Pada tanggal tersebut, pantun resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda atau Intangible Cultural Heritage oleh UNESCO dalam sidang ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage yang digelar di Paris, Prancis.
Dalam penilaiannya, UNESCO menegaskan bahwa pantun bukan hanya sarana interaksi sosial, tetapi juga mengandung moral yang menekankan pentingnya keselarasan dan keharmonisan dalam hubungan antarmanusia.
Dengan pengakuan tersebut, pantun juga tercatat sebagai warisan budaya ke-11 milik Indonesia yang diakui dunia.
Proses menuju pengakuan UNESCO tersebut bukan hal yang singkat. Pengusulan pantun telah dimulai sejak 2017 melalui skema joint nomination antara Indonesia dan Malaysia.
Langkah ini melibatkan kajian akademis, dokumentasi budaya, serta pembuktian bahwa pantun masih hidup dan digunakan dalam keseharian masyarakat.
Perjuangan tersebut dipelopori oleh Asosiasi Tradisi Lisan (ATL), lembaga non-pemerintah yang terakreditasi UNESCO, melalui peran Dr. Pudentia dan mendiang Al Azhar.
Dukungan juga datang dari ATL cabang Riau dan Kepulauan Riau yang aktif menunjukkan eksistensi pantun di tingkat lokal hingga nasional.
Sejak 2017, Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Kebudayaan secara konsisten menggelar seminar dan festival budaya. Upaya ini bertujuan menjaga martabat pantun agar tetap relevan di tengah perubahan zaman, sekaligus memperkuat posisi pantun sebagai tradisi hidup, bukan hanya artefak budaya.
Pasca pengakuan UNESCO, momen 17 Desember terus digelar. Sejak 2021, ATL Riau bersama Dinas Kebudayaan Provinsi Riau secara rutin memperingati tanggal tersebut.
Gerakan ini berkembang menjadi inisiatif nasional yang melibatkan ATL se-Indonesia, bahkan mendorong gagasan penetapan “Hari Pantun Dunia”.
Pada 2023 di Pekanbaru, deklarasi Hari Pantun Nasional mulai disuarakan secara lebih luas dengan melibatkan berbagai provinsi.
Kolaborasi antara Dinas Kebudayaan Riau, Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, dan para pegiat budaya semakin memperkuat upaya pelestarian pantun di ruang publik.
Dukungan semakin menguat seiring berdirinya Kementerian Kebudayaan pada 2024. Dengan kolaborasi ATL Indonesia dan pemerintah daerah, naskah akademik mengenai urgensi penetapan Hari Pantun Nasional disusun dan rampung pada Juni 2025.
Akhirnya, pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan secara resmi menetapkan 17 Desember sebagai Hari Pantun Nasional. Ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kebudayaan Nomor 163/M/2025 tentang Hari Pantun.
Penetapan tersebut menjadi bentuk pengakuan negara atas peran pantun dalam kehidupan berbudaya. Dengan struktur yang sederhana, pantun mampu menyampaikan pesan mendalam, mulai dari nasihat, pendidikan moral, hingga penguatan nilai kebersamaan.
Tantangan ke depan adalah memastikan pantun terus hidup, digunakan, dan diwariskan lintas generasi, agar tetap bertahan di tengah perkembangan dunia modern.
Baca juga: Zhou Yiran, pantun hingga diberi kejutan dari penggemar Indonesia
Baca juga: Tak kalah dari Mendikdasmen, Prabowo bacakan pantun soal digitalisasi
Baca juga: Mahasiswa internasional Unja raih juara pantun Bahasa Indonesia



