JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai bahwa perlindungan terhadap ibu pekerja ternyata masih belum optimal.
Di tengah meningkatnya partisipasi perempuan dalam dunia kerja, pemenuhan hak-hak asasi perempuan atau hak maternitas dinilai masih jauh dari kata ideal.
Hak maternitas meliputi hak reproduksi, haid, hamil, melahirkan, dan menyusui. Hak ini perlu dijamin untuk ibu bekerja (working mom).
“Perlindungan terhadap ibu bekerja dalam banyak hal khususnya terkait pemenuhan hak maternitas perempuan belum optimal,” kata Ketua Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, kepada Kompas.com, Rabu (17/12/2025).
“Perlindungan terhadap ibu bekerja dalam banyak hal masih lemah, terutama dalam pemenuhan hak maternitas perempuan,” lanjut Maria Ulfah.
Baca juga: Ironi Beban Ganda Perempuan Indonesia, Bentuk Nyata Kesenjangan yang Dianggap Normal
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=perempuan, ibu bekerja, Hari Ibu, indepth&post-url=aHR0cHM6Ly9uYXNpb25hbC5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8xNy8xNTQ4MDMxMS9wZW1lbnVoYW4taGFrLXVudHVrLWlidS1iZWtlcmphLXN1ZGFoa2FoLWlkZWFs&q=Pemenuhan Hak untuk Ibu Bekerja, Sudahkah Ideal?§ion=Nasional' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Ia menilai masih terdapat kesenjangan antara regulasi yang ada dengan praktik di lapangan, sehingga perempuan pekerja kerap berada dalam posisi rentan, baik secara ekonomi maupun kesehatan.
Berdasarkan hasil pendokumentasian Komnas Perempuan di tiga wilayah—Jawa Tengah (Semarang), Jawa Timur (Surabaya), dan Sumatera Utara (Medan), ditemukan bahwa pemenuhan hak maternitas untuk perempuan kelas pekerja masih belum ideal.
“Kebijakan dan pelaksanaan cuti haid, kehamilan, melahirkan, dan keguguran di Indonesia masih beragam dan timpang antar sektor,” ujarnya.
Baca juga: Bias Gender dan Beban Ganda Hambat Karier Perempuan di Sektor Finansial
Perbedaan tersebut terjadi baik antara sektor swasta, organisasi nirlaba, maupun aparatur sipil negara (ASN).
Di sektor swasta, mayoritas perusahaan menerapkan cuti melahirkan selama tiga bulan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Perusahaan umumnya menerapkan cuti melahirkan tiga bulan, dengan sebagian kecil yang lebih progresif hingga 4,5–6 bulan. Namun praktik diskriminatif terhadap pekerja hamil masih kerap terjadi,” lanjutnya.
Sementara itu, organisasi nonpemerintah dan lembaga nirlaba cenderung lebih suportif terhadap ibu pekerja.
Baca juga: BKKBN: Cuti Ayah yang Ideal Maksimal 15 Hari, Bisa Fleksibel
Namun, dukungan tersebut belum ditopang oleh standar nasional yang konsisten, sehingga sangat bergantung pada kebijakan internal masing-masing lembaga.
Di sektor ASN, cuti melahirkan selama tiga bulan berlaku secara merata, tetapi terdapat perbedaan perlakuan terkait tunjangan dan ketentuan kepegawaian antara Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
“Di sektor ASN cuti tiga bulan berlaku merata dengan perbedaan tunjangan serta ketentuan antara PNS dan P3K. Cuti keguguran 1,5 bulan umumnya dipatuhi oleh perusahaan besar, meski masih lemah dari sisi aturan tertulis dan pengawasan,” ujar Maria Ulfah.
Baca juga: Dari Kontrak Seumur Hidup hingga PHK Sepihak, Ini 8 Poin UU Cipta Kerja yang Jadi Sorotan Buruh




