Penulis: Ridho Dwi Putranto
TVRINews, Jakarta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang tunai bernilai ratusan juta rupiah dalam penggeledahan terkait dugaan suap yang menjerat Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya. Penggeledahan dilakukan di tiga lokasi berbeda di wilayah Lampung Tengah pada Selasa, 16 Desember 2025.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, penyidik menggeledah kantor dan rumah dinas Bupati Lampung Tengah, serta kantor Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Lampung Tengah.
Dalam penggeledahan tersebut, kata Budi, penyidik menyita sejumlah dokumen serta mengamankan uang tunai yang akan disita. Namun, jumlah pasti uang yang diamankan masih dalam proses penghitungan.
"Jumlah pastinya masih kami hitung, namun informasi awal mencapai ratusan juta rupiah,” ujar Budi kepada wartawan, Rabu, 17 Desember 2025.
Penggeledahan Masih Berlanjut
Budi menyampaikan, tim penyidik KPK hingga saat ini masih berada di Lampung Tengah untuk melanjutkan rangkaian penggeledahan. Salah satu lokasi yang turut digeledah adalah kantor Dinas Kesehatan Lampung Tengah.
“Perkara ini berkaitan dengan proyek pengadaan alat kesehatan, diduga menjadi salah satu modus permintaan fee proyek kepada penyedia barang dan jasa,” tegas Budi.
OTT dan Penetapan Tersangka
Sebelumnya, KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta dan Lampung Tengah pada 9–10 Desember 2025. Dari operasi tersebut, KPK mengamankan sejumlah pihak, termasuk Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya.
KPK kemudian menetapkan lima orang sebagai tersangka, yakni Ardito Wijaya selaku Bupati Lampung Tengah; Riki Hendra Saputra selaku anggota DPRD Lampung Tengah; Ranu Hari Prasetyo selaku adik Ardito.
Kemudian, Anton Wibowo selaku Pelaksana Tugas Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah; serta Mohamad Lukman Sjamsuri selaku pihak swasta atau Direktur PT Elkaka Mandiri.
Dugaan Fee Proyek Rp5,75 Miliar
KPK mengungkapkan, Ardito diduga menerima fee proyek pengadaan di Lampung Tengah sebesar Rp5,75 miliar. Uang tersebut diperoleh melalui mekanisme pengondisian pengadaan, dengan memenangkan perusahaan milik keluarga dan tim pemenangan.
Dari total dana tersebut, sekitar Rp500 juta digunakan untuk kebutuhan operasional, sementara Rp5,25 miliar lainnya dipakai untuk melunasi pinjaman bank saat pencalonan sebagai kepala daerah.
Atas perbuatannya, para tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor: Redaksi TVRINews



:strip_icc()/kly-media-production/medias/5447787/original/044499400_1765963375-IMG_9061.jpeg)