jpnn.com - TANGERANG - Wakil Menteri Agama Romo Syafii mengungkit problematika pendidikan keagamaan saat penutupan Rakernas Kemenag 2025 di Tangerang, Rabu (17/12).
Dia pun mengungkap bahwa pemerintah menyiapkan kebutuhan anggaran hingga belasan triliun rupiah pada 2026 untuk menyelesaikan persoalan mendasar guru keagamaan.
BACA JUGA: KemenPAN-RB Tetapkan 191.296 Formasi Guru Agama & Madrasah, Ini Perinciannya
"Masalah yang dihadapi bersifat struktural dan menahun. Ketimpangan kesejahteraan, keterlambatan sertifikasi, status kepegawaian yang tidak pasti, serta keterbatasan jalur karier profesional," kata Romo Syafii.
"Jika itu dibiarkan maka mutu pendidikan keagamaan akan stagnan,” imbuhnya.
Dia menyampaikan, terdapat kebutuhan mendesak yang harus dituntaskan pada tahun anggaran 2026 untuk menjawab krisis tersebut.
Kebutuhan itu mencakup Pendidikan Profesi Guru, Tunjangan Profesi Guru, insentif guru non-ASN madrasah, serta impasing dan pengangkatan PPK guru non-ASN madrasah.
Untuk menjawab krisis pendidikan tersebut terdapat kebutuhan mendesak yang harus dituntaskan pada tahun anggaran 2026, yakni:
- pendidikan profesi guru sebesar Rp 225,6 miliar.
- tunjangan profesi guru sebesar Rp 13,52 triliun.
- insentif guru non-ASN Madrasah sebesar Rp 649,5 miliar.
- impasing guru non-ASN setelah pengangkatan PPPK guru Madrasah.
“Angka-angka itu bukan beban fiskal. Melainkan investasi strategi sumber daya manusia Indonesia. Tanpa pemenuhan kebutuhan ini guru akan terus berada dalam kondisi yang rentan,” katanya.
Romo Syafii mengungkapkan berdasarkan data EMIS (Education Management Information System) Kementerian Agama tahun 2025, jumlah guru Pendidikan Agama Islam di sekolah umum mencapai 250.151 orang.
Sebanyak 151.236 orang diangkat oleh pemerintahan daerah sementara yang diangkat langsung oleh Kementerian Agama baru sekitar 7.076 orang.
“Komposisi ini menunjukkan bahwa pengangkatan guru agama sangat terfragmentasi. Jika dibiarkan hal ini berpotensi merekam rekrutmen yang tidak terkendali. Dan belum tentu menjamin kualitas,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa ke depan diperlukan penataan kebijakan rekrutmen guru agama agar sejalan dengan arah pembangunan nasional. Penataan tersebut dinilai penting untuk menjaga standar mutu pendidikan keagamaan secara berkelanjutan.
“Karena itu ke depan diperlukan resentralisasi kebijakan rekritmen guru agama dalam kerangka RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional). Selaras dengan revisi undang-undang pemerintahan daerah dan undang-undang sistem pendidikan nasional. Resentralisasi ini bukan birokratisasi melainkan penyeragaman standar mutu nasional,” katanya. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan




