FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Polemik keaslian ijazah Presiden ke-7 RI, Jokowi, terus menjadi bahan perbincangan publik usai dilakukan gelar perkara khusus di Polda Metro Jaya, kemarin.
Pengamat teknologi informasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Josua Sinambela, menyebut bahwa analisis yang selama ini disebarkan pihak-pihak tertentu tidak memiliki dasar ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dikatakan Josua, sejak awal dirinya telah mengkaji berbagai tulisan dan analisis yang beredar terkait ijazah Jokowi.
Baginya, sebagian besar materi tersebut tidak memenuhi standar kajian akademik.
“Sejak awal kami sudah mengkonfirmasi bahwa analisa dan semua buku karangan TiRoRis (Tifa, Roy Suryo, Rismon) adalah sampah yang sama sekali tidak ada ilmiahnya,” ujar Josua kepada fajar.co.id, Rabu (17/12/2025).
Ia menjelaskan, mayoritas analisis yang disampaikan hanya bersandar pada foto dan fotokopi ijazah yang beredar di media sosial, bukan pada dokumen asli yang telah diperlihatkan dalam proses hukum.
“60 persen hanya membahas fotokopi dan foto ijazah dari medsos yang semua terbantahkan ketika melihat secara kasat mata dokumen ijazah asli tersebut,” katanya.
Sementara itu, sisanya dinilai lebih banyak berupa asumsi dan spekulasi tanpa metode yang jelas. Josua bahkan menyebut pendekatan tersebut cenderung mengarah pada halusinasi.
“Tanpa perlu menggunakan alat apapun, 40 persen lainnya hanya asumsi dan halusinasi para penulisnya yang didapat dari penerawangan ghaib dan kisah pendahulu seperti Bambang Tri,” tegasnya.
Josua juga menyinggung kehadiran pihak-pihak yang mengaku sebagai ahli dalam gelar perkara khusus di Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu.
Ia meragukan kompetensi mereka di bidang pemeriksaan dokumen maupun digital forensik.
“Diperparah munculnya kedua ahli-ahlian yang mereka ajukan saat gelar perkara khusus Polda Metro Jaya lalu,” Josua menuturkan.
“Si Ridho dan Tono yang mengaku pakar tetapi tidak ada dasar dengan kompetensi dokumen examiner maupun digital forensik,” tambahnya.
Ia mengungkapkan bahwa salah satu dari pihak tersebut pernah berkonsultasi langsung dengannya pada kasus lain.
“IMHO si Ridho ini anak tersesat (mungkin disesatkan mertuanya) saat kasus server Sirekap KPU tahun lalu, berulang kali berkonsultasi ke saya soal aplikasi Sirekap dan Server KPU, akhirnya mengoreksi pandangannya saat itu,” ungkap Josua.
Sementara itu, Josua juga menyindir klaim keahlian pihak lain yang dinilainya tidak relevan dengan isu digital forensik.
“Si Tono, ahli perbintangan yang mengaku-ngaku berhubungan dengan digital forensik memang mungkin cocok sama si Tifa ahli mendengarkan bisikan ghaib aka beyond thinking soal keaslian ijazah,” katanya.
Lebih jauh, Josua memprediksi polemik ini akan berujung pada narasi kriminalisasi dari kelompok yang selama ini vokal mempertanyakan ijazah Jokowi.
“Prediksi saya sebentar lagi kita akan menyaksikan para gerombolan ini teriak-teriak kriminalisasi karena akan segera ditahan saat pemeriksaan berikutnya,” imbuhnya.
Ia juga menyinggung sikap sejumlah akademisi dan pengamat yang sebelumnya ikut menyuarakan tuntutan pembuktian ijazah, namun kini mulai mencari pembenaran lain.
“Para pendukungnya, para professor dan mengaku akademisi atau pengamat yang dulu ikut ikut minta tunjukkan Ijazah tersebut sekarang mencari alasan lain utk membela para TiRoRis, meski dalam hatinya sudah malu semalu-malunya,” sesalnya.
Meskipun begitu, Josua mengajak publik untuk lebih kritis dan tidak mudah terjebak arus informasi menyesatkan.
Ia mendorong warganet untuk mencatat pihak-pihak yang dinilai ikut menyebarkan narasi keliru agar menjadi pelajaran ke depan.
“Perlu netizen dokumentasi dan publikasi siapa saja mereka para akademisi yang terhasut dan ikut menghasut masyarakat soal ijazah ini,” kuncinya. (Muhsin/fajar)



