FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Sidang perkara PT Wana Kencana Mineral melawan PT Position digelar di pengadilan pada Rabu, 17 Desember 2025, dengan agenda pembacaan putusan terhadap dua pekerja PT WKM.
Dua pekerja yang duduk sebagai terdakwa dalam perkara tersebut masing-masing bernama Awwab Hafidz dan Marsel Bilembang, yang sebelumnya didakwa jaksa penuntut umum.
Setelah melalui rangkaian persidangan panjang, majelis hakim menjatuhkan amar putusan lepas terhadap Awwab Hafidz dan Marsel Bilembang dalam perkara tersebut.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan Pasal 50 Undang-Undang Kehutanan tidak terbukti sah dan meyakinkan, sementara dakwaan Pasal 162 Undang-Undang Minerba dinyatakan terbukti.
Dengan suara bergetar dan mata berkaca-kaca, Hakim Sunoto menjatuhkan pidana berupa masa tahanan yang telah dijalani selama lima bulan dua puluh lima hari.
Putusan tersebut membuat kedua terdakwa dinyatakan bebas demi hukum, meski majelis menyatakan unsur perintangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Minerba terbukti dalam persidangan.
Kuasa hukum terdakwa, Rolas Budiman Sitinjak, menilai sejak awal penerapan Pasal 162 Undang-Undang Minerba sengaja dikombinasikan dengan pasal 50 UU Kehutanan agar kliennya dapat ditahan.
“Kenapa sih pasal (50) kehutanannya dimasukkan dalam penyidikan? Supaya bisa ditahan, bos. Kalau cuma Pasal 162, ancamannya satu tahun atau denda seratus juta, itu tidak bisa ditahan,” ujar Rolas.
Rolas menegaskan, dakwaan kehutanan yang akhirnya dipatahkan majelis hakim merupakan bentuk kriminalisasi, karena pasal tersebut seharusnya diterapkan untuk perambah hutan atau pencurian kayu.
“Kalau pasal tunggal 162 itu tidak mungkin dipenjara. Tapi faktanya dipaksakan dengan pasal kehutanan yang ancamannya sepuluh tahun, supaya mereka ditahan,” katanya.
Dalam persidangan, Rolas juga mengungkap adanya persoalan tumpang tindih izin antara PT WKM dan PT WKS yang kemudian dimanfaatkan PT Position untuk menjalankan aktivitas pertambangan ilegal.
“Di atas tambang klien kami ada kawasan hutan milik WKS. PT Position itu tidak punya izin apa-apa di situ, tidak punya izin tambang, tidak punya izin hutan,” ucap Rolas.
Ia menyebut kerja sama PT Position dengan PT WKS hanya menjadi modus, meski justru PT Position yang kemudian melaporkan perkara pidana tersebut kepada aparat penegak hukum.
OC Kaligis menambahkan, berdasarkan temuan Gakkum Maluku Utara, aktivitas penebangan liar justru dilakukan oleh PT Position, bukan oleh klien yang kini telah divonis lepas.
“Dalam temuan Gakkum Maluku Utara disebutkan yang melakukan penebangan liar adalah PT Position,” ujar Kaligis.
Rolas juga mengungkap, dari aktivitas penambangan ilegal tersebut PT Position disebut telah meraup keuntungan hingga ratusan miliar rupiah yang seharusnya menjadi hak negara.
“Dari penambangan liar itu mereka sudah untung sekitar empat ratus miliar. Padahal itu ada hak negara. Tapi justru klien kami yang dipenjara,” kata Rolas.




