Celah Regulasi Senjata Australia Disorot usai Penembakan di Pantai Bondi

metrotvnews.com
5 jam lalu
Cover Berita

Sydney: Setelah penembakan massal paling mematikan di Australia pada 1996, negara itu dengan cepat memberlakukan sejumlah undang-undang senjata paling ketat di dunia. Aturan tersebut mencakup kewajiban lisensi, pemeriksaan latar belakang, serta registrasi setiap senjata api.

Namun, menurut para pakar keselamatan senjata, pelonggaran bertahap atas regulasi tersebut, kegagalan menyesuaikannya dengan era digital, serta menurunnya ketelitian dalam pemeriksaan pemohon lisensi, berpotensi mempermudah dua terduga pelaku penembakan 14 Desember di Bondi Beach memperoleh senjata. 

Penembakan saat perayaan Hanukkah itu menewaskan 15 orang dan mengguncang kepercayaan publik terhadap sistem yang selama ini menjadi kebanggaan nasional.

Australia secara konsisten mencatat angka kematian akibat senjata api yang jauh lebih rendah dibandingkan Amerika Serikat, sebuah capaian yang kerap dikaitkan langsung dengan regulasi pasca-1996. 

Namun, sistem tersebut pada praktiknya dijalankan oleh delapan kepolisian negara bagian dan teritori, berdasarkan kesepakatan nasional yang dinegosiasikan pemerintah federal setelah tragedi Port Arthur di Tasmania yang menewaskan 35 orang. Pelonggaran Pengawasan Senjata Seiring waktu, sejumlah negara bagian melakukan penyesuaian yang dinilai melemahkan pengawasan. Para pakar menyebut perubahan ini memungkinkan seseorang memiliki lebih banyak senjata dengan tingkat supervisi yang lebih rendah.

Pihak berwenang menyatakan penembak yang lebih tua di Bondi, Sajid Akram (50), yang tewas ditembak polisi, memperoleh lisensi senjatanya pada 2023 dan secara legal memiliki enam senjata api yang diduga digunakan dalam serangan tersebut bersama putranya.

Pada 2008, negara bagian New South Wales menghapus masa tunggu wajib 28 hari bagi pemilik senjata yang ingin membeli senjata tambahan—kebijakan yang kemudian diikuti oleh sebagian besar negara bagian lain.

“Ide awalnya adalah setiap senjata tambahan harus melalui pengawasan yang lebih ketat karena kepemilikan seharusnya semakin sulit,” kata Rebecca Peters, aktivis pengendalian senjata yang pernah menjadi penasihat pemerintah Australia dalam perumusan undang-undang 1996.

“Bayangkan jika dia harus menunggu 28 hari untuk setiap senjata itu. Dia tidak akan bisa mengumpulkannya, karena New South Wales telah menghapus aturan tersebut,” tambahnya.

Pemerintah negara bagian menyatakan akan segera menggelar pertemuan darurat untuk membahas perubahan hukum senjata, namun belum memberikan tanggapan resmi atas kritik tersebut. Desakan Perubahan Peraturan Pemerintah federal Australia mengakui adanya kelemahan dalam aturan yang berlaku dan mengusulkan sejumlah perubahan, termasuk pembatasan jumlah senjata yang boleh dimiliki satu pemegang lisensi serta penghentian praktik pemberian lisensi tanpa batas waktu.

Menurut Peters, pemulihan masa tunggu justru akan lebih efektif dalam mengurangi jumlah senjata yang beredar dan meningkatkan keselamatan publik dibanding sekadar membatasi jumlah senjata per lisensi.

Data lembaga pemikir The Australia Institute menunjukkan hampir satu juta dari total 27 juta penduduk Australia memiliki lisensi senjata, dengan kepemilikan lebih dari empat juta senjata legal—angka yang justru lebih tinggi dibanding saat undang-undang 1996 mulai diberlakukan.

Studi Januari 2025 lembaga tersebut juga mencatat sekitar dua pertiga warga Australia mendukung penguatan hukum senjata, sementara hanya 6 persen yang menginginkan pelonggaran. Celah Lisensi Senjata Para advokat pengendalian senjata menilai masalah tidak hanya terletak pada jumlah pemeriksaan latar belakang, tetapi juga kedalamannya. Dari 259.000 lisensi senjata di New South Wales, sedikitnya 240.000 berada dalam kategori yang memungkinkan seseorang memperoleh izin hanya dengan membuktikan keanggotaan di klub menembak atau berburu, berdasarkan data kepolisian.

Klub-klub tersebut umumnya memungut iuran tahunan dan mewajibkan kehadiran dalam sejumlah sesi latihan setiap tahun, sebelum melaporkan aktivitas anggota kepada polisi. Namun, analisis Reuters menunjukkan sekitar setengah dari 220 klub senjata terakreditasi pemerintah di New South Wales tidak memiliki alamat fisik yang dipublikasikan.

Alamat klub berburu di Sydney yang disebut media sebagai tempat Akram terdaftar ternyata merupakan pusat komunitas yang dapat disewa untuk pertemuan, menurut keterangan pengelola fasilitas tersebut. Upaya Reuters menghubungi klub terkait tidak mendapat respons.

“Orang mendapatkan lisensi dengan alasan ingin bergabung klub, lalu jarang datang karena sebenarnya tidak tertarik,” kata Simon Chapman, akademisi kesehatan publik yang meneliti hukum senjata Australia. “Yang mereka inginkan adalah senjatanya.”

Roland Browne, wakil ketua Gun Control Australia, mengatakan sebagian besar pemegang lisensi berburu rekreasional tinggal di wilayah perkotaan dan jarang berburu. Menghapus alasan berburu rekreasional sebagai dasar kepemilikan, menurutnya, dapat mengurangi jumlah lisensi hingga dua pertiga. Lemahnya Proses Vetting Formulir permohonan lisensi senjata di Australia mengharuskan pemohon menyatakan apakah mereka pernah terlibat kejahatan kekerasan atau menjalani perawatan kecanduan maupun gangguan kesehatan mental. Namun, sistem tersebut tidak secara otomatis memicu penilaian menyeluruh terhadap kondisi sosial pemohon, termasuk wawancara keluarga atau penelusuran jejak media sosial.

“Jika seseorang menyatakan tidak berbahaya, tetapi di media sosial menyerukan kematian terhadap orang Yahudi, itu jelas alasan bahwa mereka tidak layak memegang senjata,” kata Peters.

Komisaris Polisi New South Wales, Mal Lanyon, mengatakan bahwa meskipun tersangka yang selamat dalam serangan Bondi sempat dikaitkan intelijen dengan kelompok yang diduga memiliki hubungan dengan Islamic State, informasi tersebut tidak secara otomatis disampaikan kepada polisi.

“Penggunaan intelijen dalam penilaian lisensi senjata bersifat tambahan, bukan kewajiban dalam Undang-Undang Senjata Api,” ujarnya pada 17 Desember.

Serangan Bondi juga menyoroti fakta bahwa seseorang dapat memperoleh lisensi senjata di Australia tanpa menjadi warga negara. Sajid Akram disebut sebagai warga negara India yang pindah ke Australia dengan visa pelajar pada 1990-an.

“Bagaimana mereka bisa memeriksa latar belakang non-warga secara mendalam, sementara riwayatnya berada di negara lain?” kata Andrew, pemegang lisensi dari Australia Selatan yang meminta namanya tidak disebutkan lengkap.

Sementara itu, CEO Sporting Shooters Association of Australia, Tom Kenyon, mengatakan sejumlah klub memang berbagi fasilitas lapangan tembak sehingga tidak memerlukan alamat tetap. Ia menegaskan tidak ada pelatihan yang dapat mencegah tragedi Bondi.

“Masalah utamanya adalah informasi tentang kedua pria ini tidak sampai ke pihak yang seharusnya mengetahuinya, sehingga keputusan yang aman untuk melindungi masyarakat tidak dapat diambil,” ujarnya.

“Hal lainnya hanyalah pengalihan isu.”

Baca juga:  Pelaku Penembakan Bondi Beach Didakwa 59 Dakwaan, Termasuk Terorisme


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Buka Lowongan Kerja Gaji Rp 3,3 Miliar, AS Tak Mau Dikejar China
• 3 jam lalucnbcindonesia.com
thumb
Bencana Sumatra dan Bayang-Bayang Aberfan
• 14 jam lalucnbcindonesia.com
thumb
Pemerintah Harus Siapkan Belasan Triliun Untuk Guru Agama
• 10 jam lalujpnn.com
thumb
PDIP Soroti Dugaan Keracunan di Pengungsian, Kemenkes Diminta Respons Cepat
• 19 jam lalugenpi.co
thumb
Indonesia Tambah 10 Emas, Kukuh di Peringkat Dua SEA Games Thailand 2025
• 18 jam lalufajar.co.id
Berhasil disimpan.