Di Dusun Sukamanah, Desa Cintaratu, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran, sebuah kursi besi di depan Indomaret menjadi tempatku berhenti sejenak. Di bawah langit yang mulai mendung, panas siang perlahan mereda, digantikan awan kelabu yang menggantung rendah, seolah menahan hujan agar tidak jatuh terlalu cepat. Dari ruang kecil di pinggir jalan inilah, aku mengamati bagaimana aktivitas sehari-hari bergerak pelan namun pasti.
Bagian depan Indomaret tampak tenang dan belum sepenuhnya hidup. Papan nama belum menyala karena langit masih terang. Poster-poster promo terlihat mulai kusam, sementara deretan galon air dan tabung gas tertata rapi meski kertas harga di sudutnya sudah lecek. Rak promo di dekat pintu penuh oleh barang-barang, termasuk buah-buahan seperti pisang dan anggur hijau yang tersusun rapi, tetapi belum menarik perhatian siapa pun. Minimarket itu berdiri seolah menunggu waktunya ramai.
Perlahan, ritme mulai berubah. Sekelompok anak SMP melintas sambil bercanda riuh, wajah mereka memerah akibat panas. Beberapa dari mereka masuk untuk membeli minuman dingin. Suara gantungan kunci motor yang beradu, sandal yang diseret, dan percakapan singkat mulai memecah kesunyian yang sebelumnya mendominasi.
Tak lama kemudian, sepasang anak muda datang sambil tertawa dan saling menggoda sebelum masuk ke dalam toko. Dua ibu berseragam PNS menyusul dengan langkah cepat dan raut wajah lelah, seakan ingin segera menyelesaikan urusan belanja. Parkiran yang semula longgar perlahan terisi, menandakan jam-jam sibuk kepulangan siswa dan pekerja.
Di tengah keramaian itu, seekor kucing mendekat dan duduk tepat di depanku. Tatapannya seolah meminta perhatian. Aku memberinya sedikit camilan, dan ia langsung melahapnya. Tak lama berselang, seorang teman kuliah datang mengenakan kacamata hitam untuk membeli jas hujan. Ia menyapaku singkat sebelum menghilang ke dalam toko.
Kebisingan lingkungan semakin terasa. Suara ayam mematuk tanah dari arah tempat sampah, kendaraan yang berlalu-lalang, serta aroma parfum pengunjung yang keluar-masuk bercampur dengan bau asap kendaraan. Langit semakin gelap dan mendung menebal, membuat pengunjung datang dan pergi dengan ritme yang lebih cepat. Sebagian tampak terburu-buru, ada yang menyiapkan payung, ada pula yang mencari jas hujan.
Cerita-cerita kecil terus bergulir di depan pintu. Dua anak laki-laki berdiskusi singkat sebelum keluar membawa sosis, seorang ibu dengan dua anak keluar masuk dengan cepat sambil membawa popcorn, dan seorang karyawan membantu mengangkat karung beras ke motor pelanggan, sempat salah motor dan memancing tawa kecil.
Hujan akhirnya turun deras. Beberapa pengunjung dan pengendara bergegas berteduh di area depan toko. Ada yang baru membeli minuman, ada pula yang hanya singgah sejenak menunggu hujan mereda. Meski hujan turun, arus kendaraan justru bertambah, kebanyakan berhenti sebentar untuk membeli barang cepat atau mencari perlindungan.
Di tengah hujan, ada yang memilih menerobos tanpa ragu. Seorang bapak keluar membawa Yakult dan langsung melanjutkan perjalanan. Parkiran yang sebelumnya tertata mulai semrawut karena semua ingin cepat berlindung. Seorang karyawan keluar sebentar membawa minuman untuk penjual cimol di samping toko, memanfaatkan momen hujan sebagai jeda singkat.
Pedagang kaki lima turut melintas, dari penjual bubur kacang hijau hingga seorang bapak dengan ransel besar berisi alat pancing yang mampir membeli jas hujan. Lampu teras dan papan nama Indomaret akhirnya dinyalakan, membuat suasana terasa lebih dingin dan muram, selaras dengan petir dan langit yang semakin gelap.
Mahasiswa dengan jaket almamater datang sambil menutupi kepala dari hujan. Di dalam toko, seorang perempuan tampak kebingungan memilih sabun cuci. Di luar, hampir semua pengendara telah mengenakan jas hujan. Seekor anjing dari seberang jalan ikut menyeberang dan berteduh di depan toko. Angin kencang menggoyangkan dedaunan, menciptakan suasana sedikit mencekam.
Hujan belum sepenuhnya reda. Aktivitas di depan Indomaret terus berlangsung meski dengan ritme yang berbeda. Orang-orang tetap datang dan pergi dengan kepentingan masing-masing. Dari satu kursi sederhana di depan Indomaret, aku menyaksikan bagaimana sebuah tempat kecil dapat menjadi ruang hidup yang dinamis. Indomaret bukan sekadar tempat belanja, melainkan persimpangan cerita: anak sekolah yang mencari minuman dingin, ibu-ibu yang terburu-buru, pegawai yang lelah namun tetap ramah, hingga hewan-hewan yang mencari perlindungan dari hujan. Di ruang yang tampak biasa itu, kehidupan sehari-hari terus bergerak, sederhana, namun penuh warna.



