Pengelola Gunung Bromo mencatat kenaikan kunjungan wisatawan yang signifikan selama tahun 2025, mencapai 30–40 persen dibandingkan tahun 2024. Total sekitar 600 ribu wisatawan tercatat berkunjung ke kawasan tersebut berdasarkan data Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB-TNBTS).
Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB-TNBTS), Rudijanta Tjahja Nugraha, mengungkapkan bahwa masuknya kawasan wisata Gunung Bromo sebagai salah satu destinasi wisata prioritas nasional membuat jumlah wisatawan meningkat setiap tahun.
“Kemudian begitu selesai Covid-19, jumlah kunjungan meningkat pesat pada tahun 2023 di kisaran 300 ribuan. Pada 2024 sudah 400 ribuan, dan tahun 2025 hingga November ini sudah hampir 600 ribu wisatawan yang datang ke Bromo,” kata Rudijanta Tjahja Nugraha saat sosialisasi penutupan kawasan TNBTS di Malang, Rabu (17/12).
Banyaknya wisatawan yang datang juga berdampak pada meningkatnya jumlah kendaraan roda empat, dalam hal ini jip, yang mencapai 164 ribu kendaraan pada tahun 2025. Jumlah tersebut meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, yakni sekitar 64 ribu kendaraan roda empat yang teridentifikasi masuk ke wilayah taman nasional.
Artinya, dari perhitungan ekonomi, terdapat perputaran uang lebih dari Rp100 miliar yang berasal dari persewaan mobil jip saja.
“Kalau yang menyewa jip minimal Rp600 ribu, maka sampai tahun ini uang yang beredar dari persewaan tersebut sudah lebih dari Rp100 miliar berdasarkan hitung-hitungan kami. Perputaran uang itu dominan terjadi di tiga kabupaten, karena di Lumajang mungkin relatif jarang. Usaha jip lebih banyak berada di Malang, Pasuruan, dan Lumajang,” paparnya.
Perputaran ekonomi di kawasan Gunung Bromo tersebut turut mendorong peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Pada tahun 2024, misalnya, dari total 485.677 wisatawan yang masuk ke kawasan TNBTS, tercatat Rp22,54 miliar PNBP disetorkan ke kas negara. Peningkatan tersebut diprediksi akan terus berlanjut hingga tahun depan seiring target pemerintah kepada pengelola kawasan taman nasional.
“Target PNBP tahun ini sudah terpenuhi. Tahun ini sekitar Rp50 miliar. Kalau tahun depan, target PNBP sekitar Rp30 miliar lebih. Tahun ini memang ada perubahan drastis karena penyesuaian harga tiket masuk. Namun, PNBP itu biasanya sudah disusun dua tahun sebelumnya,” ungkapnya.
Dampak ke Alam
Kenaikan jumlah wisatawan dan pemasukan negara diakui Rudijanta juga berdampak pada ekosistem taman nasional.
Perubahan ekosistem ke arah negatif mulai terjadi, salah satunya degradasi lahan yang ditandai dengan munculnya banjir di kawasan Lautan Pasir akibat lalu lalang kendaraan jip yang membawa wisatawan.
“Semacam aktivitas jalur-jalur kendaraan di padang rumput, khususnya di sekitar Lembah Watangan, yang kemudian terpotong-potong seperti jaring laba-laba. Hal itu sedikit banyak mengganggu ekosistem maupun kondisi fisik kawasan,” tuturnya.
Pengelola pun merencanakan penataan kawasan dengan membangun Jalan Lingkar Kawasan Tengger (JLKT) di Lautan Pasir dan sekitar Kaldera Bromo. Nantinya, kendaraan bermotor tidak bisa lagi melintasi kawasan Lautan Pasir dan Savana Padang Rumput secara sembarangan. Namun, jalan yang dimaksud bukan jalan beraspal atau beton, melainkan jalur kendaraan yang dibatasi patok di sisi kiri dan kanan.
“Kami tidak membangun jalan, tetapi hanya memberikan batas kiri dan kanan. Jalur ini hanya dilalui kendaraan. Untuk penunggang kuda dan pejalan kaki tidak termasuk. Hal ini sudah kami diskusikan dengan pelaku usaha, masyarakat sekitar, dan masyarakat Tengger,” jelasnya.
Jalan khusus tersebut direncanakan sepanjang 12,5 kilometer, membentang di tiga kabupaten yang masuk kawasan padang rumput taman nasional, dengan lebar 25 meter. Selain pembuatan jalur khusus, pengelola juga menyiapkan pembangunan tiga rest area yang akan ditempatkan di sekitar Savana Padang Rumput dan Lautan Pasir.
“Disediakan tiga rest area, misalnya untuk parkir dan beristirahat. Warung-warung yang ada juga akan direlokasi ke rest area tersebut dengan bangunan yang disediakan oleh taman nasional, sesuai konsep yang diminta masyarakat Tengger. Tentunya juga dilengkapi dengan sarana minimal maupun sarana wajib, seperti toilet,” paparnya.





