Bisnis.com, JAKARTA — Industri pulp dan kertas nasional menghadapi tantangan kompleks seiring meningkatnya tuntutan global terhadap aspek keberlanjutan, dekarbonisasi, dan transparansi rantai pasok.
Ketua Umum APKI, Liana Bratasida mengatakan pasar global kini tak hanya menilai kapasitas produksi, tetapi juga kinerja lingkungan dan komitmen industri terhadap praktik bisnis berkelanjutan.
“Keberlanjutan bukan lagi sekadar tren, melainkan telah menjadi kewajiban kepatuhan, ekspektasi rantai pasok global, sekaligus keunggulan kompetitif,” kata Liana dalam keterangan resminya, Rabu (17/12/2025).
Meski dihadang tantangan global, industri pulp dan kertas tetap mencatat kinerja ekonomi yang solid. Pada 2025, sektor ini berkontribusi sebesar 3,68% terhadap produk domestik bruto (PDB) nonmigas.
Dari sisi ketenagakerjaan, industri pulp dan kertas menyerap lebih dari 288 ribu tenaga kerja langsung serta sekitar 1,2 juta tenaga kerja tidak langsung pada 2024.
Hingga pertengahan 2025, Indonesia juga masih tercatat sebagai salah satu produsen pulp dan kertas terbesar di dunia dengan kapasitas yang terus berkembang.
Baca Juga
- Prabowo Perintahkan Menhut Raja Juli Audit Total Toba Pulp Lestari (INRU)
- Izin Ditangguhkan Sementara, Toba Pulp Lestari (INRU) Hentikan Operasional
- Toba Pulp Lestari (INRU) Bantah Tuduhan jadi Penyebab Banjir Sumatra
“Transformasi menuju industri hijau harus menjadi prioritas bersama agar industri pulp dan kertas Indonesia tetap relevan dan berdaya saing,” ujarnya.
Industri pulp dan kertas dinilai mesti adaptif dan mencari solusi tantangan global berupa tekanan penurunan emisi, perubahan preferensi konsumen internasional, serta standar keberlanjutan yang makin ketat.
Kondisi ini mendorong APKI dan anggotanya membahas strategi penguatan efisiensi energi, penerapan ekonomi sirkular, dan percepatan adopsi teknologi rendah karbon.
Hal tersebut menjadi isu utama dalam Rapat Kerja Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) 2025 bertema “Beyond Growth: Transforming Indonesia’s Pulp and Paper Industry Towards a Sustainable Future”.
Dari perspektif global, Senior Product Manager Fastmarkets, Sampsa Veijalainen, menyebut bahwa pasar internasional semakin sensitif terhadap isu keberlanjutan. Investor dan pembeli global kini menempatkan intensitas emisi dan transparansi rantai pasok sebagai faktor utama dalam keputusan bisnis.
“Secara global, permintaan untuk produk kertas dan karton akan terus tumbuh, terutama di negara-negara di Asia. Salah satu aspek penting adalah dekarbonisasi. Industri pulp dan kertas telah berkontribusi sekitar 15,55% dari total emisi sektor industri. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk mengurangi jejak karbon menjadi sangat krusial,” tutur Sampsa.
Selain tekanan pasar, tantangan lain datang dari kebutuhan pembiayaan untuk transformasi hijau. Keterbatasan akses pendanaan dan besarnya investasi awal sebagai hambatan, sehingga diperlukan dukungan kebijakan, insentif fiskal, serta skema pembiayaan hijau yang lebih kompetitif.
Untuk itu, pengusaha berkomitmen untuk melakukan transformasi menuju industri pulp dan kertas yang berkelanjutan dinilai menjadi kunci agar sektor ini tetap bertahan, berdaya saing, dan relevan di pasar internasional.
Dalam hal ini, pemerintah menilai tantangan global tersebut perlu dijawab dengan kebijakan yang mendorong transformasi industri secara bertahap dan terukur.
Dirjen Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan pihaknya mendukung industri pulp dan kertas menuju industri hijau dan rendah emisi, sejalan dengan target Net Zero Emission sektor industri dan komitmen nasional penurunan emisi gas rumah kaca.
“Industri yang berkelanjutan bukan hanya untuk menjawab tuntutan global, tetapi juga untuk memastikan daya saing jangka panjang industri nasional. Pemerintah telah mendorong roadmap dekarbonisasi yang realistis, terukur, dan didukung kebijakan serta insentif yang kondusif,” pungkasnya.





