Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tiga saksi untuk mendalami kasus dugaan rasuah pengadaan mesin EDC, pada Rabu, 17 Desember 2025. Permintaan keterangan dibantu oleh auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), untuk mempertajam hitungan kerugian negara.
“Pemeriksaan secara paralel juga dilakukan oleh BPK dalam rangka perhitungan kerugian keuangan negara dalam perkara ini,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Kamis, 18 Desember 2025.
Baca Juga :
Penasihat Hukum: Nadiem Tidak Diuntungkan SepeserpunSebanyak tiga saksi itu yakni eks pejabat BUMN RA dan DS, serta Direktur PT Conexat Ekstra Indonesia TA. Menurut Budi, penyidik juga meminta mereka menjelaskan proses pengadaan dalam proyek ini.
“Pemeriksaan para saksi tersebut masih seputar proses pengadaannya,” ucap Budi.
KPK enggan memerinci jawaban para saksi saat diperiksa penyidik, kemarin. Informasi detil baru dibuka dalam persidangan.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” ujar Budi.
Gedung KPK. Foto: Metrotvnews.com/Fachri Audhia Hafiez.
Total, negara sudah merealisasikan Rp1,2 triliun untuk pengadaan dan penyewaan mesin EDC selama 2021 sampai 2024. Total, ada 200.067 unit yang sudah dibeli atau disewakan.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini yakni Direktur Utama Allo Bank Indra Utoyo, eks petinggi perusahaan BUMN Catur Budi Harto, pegawai BUMN Dedi Sunardi, Direktur PT Pasific Cipta Solusi Elvizar, dan petinggi PT Bringin Inti Teknologi Rudi Suprayudi Kartadidjadja.
Dalam kasus ini, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 dan Pasal 18 Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.



