Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) menyiapkan program restrukturisasi pembiayaan bagi nasabah terdampak bencana alam di Aceh sebagai bagian dari upaya mendorong pemulihan ekonomi daerah.
Kebijakan ini difokuskan untuk memberi ruang bernapas bagi debitur agar dapat kembali menjalankan usaha dan aktivitas ekonomi pascabencana.
Direktur Utama BSI Anggoro Eko Cahyo mengatakan restrukturisasi pembiayaan menjadi langkah utama perseroan dalam merespons kondisi force majeure yang dihadapi nasabah.
Melalui kebijakan tersebut, BSI ingin memastikan keberlangsungan usaha nasabah tetap terjaga tanpa mengesampingkan prinsip kehati-hatian perbankan. Menurutnya, relaksasi pembiayaan diharapkan dapat membantu nasabah fokus pada proses pemulihan ekonomi dan sosial.
Dalam implementasinya, BSI menerapkan penanganan bertahap bagi nasabah terdampak. Pada fase awal, perseroan memberikan restrukturisasi kolektif berupa masa tenggang atau grace period sejak Desember 2025 hingga Maret 2026.
Selama periode tersebut, nasabah yang memenuhi kriteria memperoleh kelonggaran penundaan pembayaran angsuran pembiayaan. Tahap berikutnya dilakukan melalui restrukturisasi lanjutan berupa penjadwalan ulang (rescheduling) sesuai dengan kondisi dan kemampuan bayar masing-masing nasabah.
Baca Juga
- Jelang Akhir Tahun, BSI Siapkan Uang Tunai Rp15,49 Triliun
- OJK Setujui Pengangkatan Direktur & Komisaris Baru BSI (BRIS), Simak Susunan Lengkapnya
- Alasan BSI Pilih Naming Rights di Stasiun MRT Lebak Bulus
Restrukturisasi ini menyasar segmen UMKM, ritel, dan konsumer secara selektif dengan mempertimbangkan profil risiko, prospek usaha, serta kapasitas pembayaran debitur, sejalan dengan ketentuan regulator.
"Program relaksasi pembiayaan ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi nasabah untuk fokus pada pemulihan, tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian dan ketentuan yang berlaku,” ujar Anggoro dalam keterangan resmi, Kamis (18/12/2025).
Adapun, BSI juga menegaskan bahwa kebijakan ini selaras dengan program pemerintah dalam mitigasi dampak bencana hidrometeorologi di wilayah Sumatra, khususnya Aceh.
Dari sisi kinerja, BSI menilai ruang untuk menjalankan program restrukturisasi masih terbuka lebar. Hingga September 2025, total pembiayaan BSI mencapai Rp301 triliun dengan porsi pembiayaan konsumer dan ritel sebesar 72,42%.
Kualitas aset pun terjaga dengan rasio pembiayaan bermasalah (non-performing financing/NPF) gross sebesar 1,86%, mencerminkan kondisi pembiayaan yang relatif sehat secara bankwide.
Untuk memastikan kebijakan restrukturisasi berjalan tepat sasaran, BSI terus berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kementerian terkait, pemerintah daerah, serta lembaga penanggulangan bencana. Koordinasi ini dilakukan agar setiap skema relaksasi tetap selaras dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Di tengah proses pemulihan, layanan BSI di Aceh juga mulai kembali normal. Hingga 18 Desember 2025, sebanyak 140 dari 145 kantor cabang atau sekitar 97% jaringan BSI di Aceh telah beroperasi. Selain itu, 78% dari total 715 ATM BSI dan 89% dari 17.126 BSI Agen Laku Pandai di wilayah tersebut sudah dapat diakses oleh masyarakat.
BSI mengimbau nasabah untuk memanfaatkan layanan digital BYOND by BSI, jaringan agen, serta layanan call center 14040 guna memperoleh informasi terkait mekanisme restrukturisasi pembiayaan.
Perseroan juga mengingatkan masyarakat agar tetap waspada terhadap potensi penipuan yang mengatasnamakan BSI di tengah situasi pemulihan pascabencana.





