Menyesap Racikan Kopi Sumatra dan Kosta Rika di Ketinggian Hacienda Alsacia

kumparan.com
1 hari lalu
Cover Berita

Siapa sangka, setelah menempuh jarak 20.444 km (separuh lingkar Bumi) melewati Samudra Atlantik, kami bertemu racikan kopi Sumatra dan Aceh di Hacienda Alsacia, perkebunan kopi seluas 240 hektare di lereng Poás Volcano—salah satu gunung berapi aktif di Kosta Rika, Amerika Tengah.

Pada ketinggian ±1.500 meter di atas permukaan laut (mdpl), kami menyesap coffee blend hasil paduan tiga kopi istimewa: biji kopi pilihan Hacienda Alsacia, biji kopi Sumatra yang telah matang sempurna, dan kopi Aceh dengan bodi tebal.

Sangraian ketiga kopi arabika itu menghasilkan kopi dengan cita rasa baru yang kaya dan kompleks—beraroma kayu cedar, bertekstur seperti sirup, dan bernuansa lemon, mapel, serta manisan jahe. Sungguh tak salah kami mengejar kopi arabika sampai Kosta Rika.

***

Kamis, 11 Desember 2025. Langit biru cerah dan embusan angin kencang menyambut hari terakhir kami mengikuti Origin Experience 2026 di Kosta Rika. Tiga hari sudah kami mengelilingi perkebunan kopi Hacienda Alsacia di Provinsi Alajuela.

Origin Experience ialah tur kopi eksklusif untuk menyaksikan proses pengolahan kopi—mulai dari biji kopi yang ditanam, pembibitannya, perawatan pohonnya, pemetikan buahnya, penggilingannya, sampai seduhan kopi yang tersaji dalam cangkir (bean-to-cup).

Di Hacienda Alsacia, kami juga menanam pohon kopi, mempelajari pertanian berkelanjutan, dan mengunjungi kebun kopi yang didedikasikan untuk penelitian dan pengembangan varietas arabika baru yang lebih tahan terhadap perubahan cuaca. Semua itu demi melindungi masa depan kopi dunia.

Secara ringkas, tur kopi komplet ini membawa pesertanya menelusuri asal-usul kopi dan mengintip kegiatan orang-orang yang bekerja keras di balik layar untuk menyuguhkan secangkir kopi nikmat bagi warga dunia.

Dan Kosta Rika dipilih sebagai lokasi Origin Experience akhir tahun ini bukan tanpa alasan.

Kosta Rika, Negara 100% Arabika

Nyaris tak ada kopi robusta di Kosta Rika. Hampir semua arabika. Negara seluas 51 km² (masih lebih luas Aceh) dengan 5 juta penduduk (separuh warga Jakarta) itu punya aturan khusus yang mewajibkan petani kopi di sebagian besar wilayahnya untuk hanya menanam varietas kopi dari spesies arabika.

Dekret pemerintah yang melarang budi daya robusta itu terbit tahun 1989 berlandaskan kebijakan Institut Kopi Kosta Rika (Instituto del Café de Costa Rica—ICAFE) yang disahkan oleh Kongres Kopi Nasional Kosta Rika (National Coffee Congress—NCC).

Regulasi ini adalah salah satu kebijakan pertanian paling tegas di dunia kopi, dan berakar pada tekad Kosta Rika untuk menjadi produsen kopi arabika berkualitas tinggi. Harga jual arabika memang jauh lebih tinggi dari robusta di pasar komoditas global, dan itu menjadi jaminan bagi para petani kopi Kosta Rika untuk selalu mendapatkan harga premium.

Arabika lebih mahal karena rasanya yang lebih unggul dan budi dayanya yang sulit. Kopi arabika memiliki profil rasa yang jauh lebih kompleks, halus, sekaligus aromatik—faktor kombinasi yang membuatnya digemari para penikmat kopi specialty.

Contohnya, arabika mengandung rasa buah, bunga, cokelat, dan kacang; semua berkat kadar gula dan lemak kopi arabika yang hampir dua kali lipat dari robusta. Selain itu, kadar kafein arabika lebih rendah dari robusta sehingga rasa pahitnya tak menonjol.

Budi daya kopi arabika juga lebih sulit karena ia hanya bisa tumbuh optimal di dataran tinggi—umumnya di atas 1.000 mdpl—dengan suhu yang dingin.

Arabika juga sensitif terhadap perubahan suhu ekstrem, dan rentan terhadap hama serta penyakit, terutama karat daun. Inilah yang membuat arabika memerlukan perawatan intensif, berkebalikan dengan robusta yang—sesuai namanya—cenderung tangguh (robust): tahan penyakit dan dapat tumbuh subur di dataran rendah yang panas tanpa perawatan khusus.

Karena arabika perlu dirawat intensif, biaya pekerja dan produksinya juga lebih tinggi, terutama di Kosta Rika yang memiliki sistem jaminan sosial kuat dan standar perburuhan tinggi dibanding negara-negara produsen kopi lain di Amerika Tengah.

Di Kosta Rika, pemilik kebun kopi wajib mendaftarkan dan membayar jaminan sosial bagi seluruh pekerja mereka, termasuk buruh musiman dan migran. Jaminan sosial itu mencakup layanan kesehatan, persalinan, disabilitas, dan pensiun.

Itu sebabnya, menurut Marco Sanchez yang keluarganya memiliki 32 hektare kebun kopi di Santo Domingo secara turun-temurun selama 60 tahun, harga jual kopi Kosta Rika tidak bisa rendah. Para produsen kopi mengeluarkan biaya cukup tinggi untuk membayar upah dan jaminan sosial para pekerjanya—yang mayoritas berasal dari negara-negara tetangga seperti Nikaragua dan Panama.

Standar upah dan kehidupan yang baik di Kosta Rika membuat banyak pekerja migran selalu kembali, seperti yang dilakoni Augusto Chamorro dan Cristina Pérez, pemetik buah kopi asal Nikaragua. Keduanya betah menjadi pekerja musiman di Hacienda Alsacia dan amat terampil memetik kopi.

Hacienda Alsacia, Pusat Riset dan Inovasi Kopi Dunia

“Hacienda” dalam bahasa Spanyol berarti “perkebunan besar” atau “tanah luas”, sedangkan “Alsacia” ialah nama dataran tinggi (Highlands of Alsacia) tempat perkebunan itu berada.

Hacienda Alsacia memiliki luas total 240 hektare dan terletak di lereng Gunung Poás, Lembah Tengah (Central Valley), pada ketinggian 1.500–1.700 mdlp. Secara administratif, ia masuk Distrik Sabanilla, Provinsi Alajuela.

Wilayah ini memiliki tanah vulkanik yang subur dan ketinggian yang ideal untuk menanam kopi arabika berkualitas tinggi. Suhu dingin dataran tinggi membuat buah kopi matang perlahan sehingga meningkatkan kompleksitas rasa dan kadar keasamannya.

Awalnya, Alsacia adalah perkebunan kopi keluarga yang beroperasi secara tradisional. Seperti kebun-kebun kopi lain di Amerika Tengah, Alsacia dahulu menghadapi ancaman berat berupa penyakit jamur karat daun yang mengganggu produksi. Alhasil, mereka merugi.

Hacienda Alsacia membuka babak baru ketika diakuisisi oleh Starbucks Corporation pada 2013. Itu kali pertama—dan satu-satunya hingga kini—perkebunan kopi yang dibeli, dimiliki, dan dikelola langsung oleh Starbucks.

Starbucks mengubah Hacienda Alsacia dari “sekadar” kebun kopi untuk produksi komersial menjadi pusat riset dan inovasi kopi global. Targetnya: melindungi masa depan kopi.

Caranya: dengan mencari solusi agronomis. Artinya: mencari, meneliti, serta mengembangkan metode dan teknologi ilmiah-praktis—berdasarkan ilmu produksi tanaman dan pengelolaan tanah—untuk menjawab berbagai masalah yang dihadapi petani kopi.

Langkah-langkahnya: dengan memetakan masalah, tantangan, dan krisis yang dihadapi petani kopi dunia; meneliti dan menerapkan praktik pertanian berkelanjutan; bereksperimen dan mengembangkan varietas kopi yang tahan penyakit; membagikan cuma-cuma data dan hasil riset di Alsacia ke publik (open-source agronomy); mendistribusikan varietas bibit tahan penyakit ke petani kopi di seluruh dunia, tak peduli mereka pemasok Starbucks atau bukan.

“Sebenarnya [distribusi hasil riset dan bibit tahan penyakit secara gratis] itulah tujuan terpentingnya: untuk memastikan 10–20 tahun dari sekarang, kita akan memiliki cukup kopi berkualitas tinggi yang dapat digunakan dalam proses produksi,” kata Kepala Riset dan Pengembangan Global Starbucks, Carlos Mario Rodriguez, di Hacienda Alsacia, Jumat (12/12).

Untuk melindungi masa depan kopi itulah, Hacienda Alsacia memainkan peran krusial. Pada 2018, Visitor Center (Pusat Pengunjung) dibuka di sana untuk memberikan pengalaman agrowisata yang membuka wawasan kepada masyarakat umum, wisatawan domestik maupun mancanegara, serta pegawai dan pelanggan Starbucks di seluruh dunia.

Dengan mengikuti tur kopi—menyaksikan langsung proses pembuatan kopi dari saat ditumbuhkan di tanah sampai terhidang di cangkir, publik menjadi semakin sadar tentang pentingnya menjaga masa depan kopi.

Kopi bukan hanya soal rasa, tapi juga bagian dari budaya dan tradisi, juga komoditas perdagangan berharga yang berkontribusi pada devisa negara. Bagi negara-negara berkembang di “sabuk kopi” seperti Kosta Rika, Indonesia, Kolombia, Brasil, dan Vietnam, ekspor kopi menopang ekonomi nasional.

Kosta Rika adalah contoh negara yang mengalami transformasi berkat kopi. Kopi mengubah Kosta Rika yang dahulu termasuk negara paling miskin di Amerika Tengah menjadi salah satu yang paling makmur. Tak heran kopi dijuluki “biji emas” di sana.

Kopi juga menjadi sumber penghidupan bagi banyak orang. Lebih dari 125 juta orang di seluruh dunia menggantungkan hidup mereka pada industri kopi, mulai dari petani kecil hingga pemilik kafe. Di Indonesia dan Kosta Rika, misalnya, sekitar 90% kebun kopi dimiliki oleh rakyat biasa atau petani kecil.

Dengan demikian, uang dari hasil ekspor kopi mengalir langsung ke jutaan keluarga petani di perdesaan. Ini membuat kopi menjadi medium efektif dalam pemerataan perekonomian dan pengentasan kemiskinan di berbagai daerah, seperti yang terjadi di Desa Rahtawu di lereng Gunung Muria, Kudus, Jawa Tengah (ceritanya dapat disimak dalam artikel berikut).

Dari hulu ke hilir, kopi menyerap jutaan tenaga kerja—tak cuma bagi petani kopi, tapi juga industri pengolahan kopi, logistik, sampai jasa kurir dan pelabuhan yang terlibat dalam rantai ekspor kopi.

Singkatnya, kopi menghubungkan para petani di berbagai desa dengan konsumen global di kota-kota besar. Artinya, kopi ikut menggerakkan roda perekonomian dunia—hal yang tak bisa dianggap remeh.

Namun, kopi juga bukan sekadar industri, melainkan tentang orang-orang di baliknya. Itu sebabnya pada 2004 Starbucks mendirikan Farmer Support Center (Pusat Dukungan Petani) di Hacienda Alsacia–yang tahun-tahun berikutnya menyusul berdiri di 9 lokasi lain, termasuk di Sumatra, Indonesia.

Farmer Support Center Dampingi Petani Hadapi Perubahan Iklim

Farmer Support Center (FSC) didirikan pertama kali di Hacienda Alsacia, Kosta Rika, bertepatan dengan peluncuran standar pengadaan etis Starbucks yang disebut Coffee and Farmer Equity (C.A.F.E) Practices—Praktik Kopi dan Kesetaraan Petani.

C.A.F.E Practices adalah program verifikasi yang mengukur pertanian berdasarkan kriteria ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dirancang untuk mengedepankan praktik penanaman kopi yang transparan, menguntungkan, dan berkelanjutan, sambil sekaligus melindungi kesejahteraan para petani kopi beserta keluarga dan komunitas mereka.

Melalui C.A.F.E Practices dan FSC, berbagai bantuan teknis diberikan kepada petani kopi di berbagai negara tanpa pungutan biaya, demi meningkatkan kualitas panen dan keberlanjutan perkebunan mereka.

“Sesuai namanya, Farmer Support Center digagas untuk memberikan pelatihan dan dukungan teknis kepada para petani, dan membangun interaksi antara mereka dengan pemasok kopi serta institusi-institusi yang mengintegrasikan budaya kopi di berbagai negara,” kata Marcelo Elizondo, Manajer Farmer Support Center di Kosta Rika.

Marcelo—yang sepanjang kariernya menekuni praktik agrikultur regeneratif-berkelanjutan dan teknik penelitian pertanian terapan—secara khusus menyoroti tantangan utama yang kini dihadapi petani dunia: perubahan iklim.

“Pohon kopi sangat rentan dan mudah terpengaruh oleh perubahan iklim. Ini bukan tanaman sementara seperti nanas atau pisang yang pohonnya dapat diganti tiap 2–3 tahun, tapi tanaman tahunan yang selama 20–30 tahun terpapar cuaca—tidak bisa pindah atau lari,” ujar Marcelo saat berbincang dengan kumparan di Hacienda Alsacia.

“Jadi pohon kopi tidak dapat menghadapi perubahan cuaca tanpa bantuan kita, padahal cuaca berubah drastis tiap tahun tanpa bisa kita kendalikan,” lanjutnya.

Perubahan cuaca membawa dua masalah bagi petani kopi: drain or rain (kekeringan atau kehujanan berlebih). Untuk mengatasi masalah ini, Farmer Support Center memperkenalkan teknik baru, misalnya dari sisi irigasi atau perawatan pohon naungan kopi.

“Dengan teknik, terapi, atau budi daya baru, kita dapat membantu tanaman kopi bertahan sekaligus meningkatkan produktivitas petani di masa [cuaca dan iklim] yang tak pasti ini,” kata Marcelo yang sepanjang kariernya telah bekerja dengan berbagai perusahaan pertanian.

Total ada 10 Farmer Support Center yang tersebar di berbagai region, yakni Amerika Tengah (Kosta Rika, Guatemala, Meksiko), Amerika Selatan (Kolombia, Brasil), Afrika Tengah (Rwanda), Afrika Timur (Tanzania, Etiopia), Asia Timur (China), dan Asia Tenggara (Indonesia).

Kesepuluh FSC itu memiliki visi terpadu untuk mendorong profitabilitas petani, membangun ketahanan iklim, dan meningkatkan produktivitas pertanian.

“Sebagai anggota FSC, kami terus berinteraksi satu sama lain. Kami mengadakan pertemuan mingguan dan bulanan, juga menggelar konferensi agronomi. Baru-baru ini kami misalnya bertemu di Kolombia untuk bertukar informasi. Tim dari Indonesia pun hadir dan menghabiskan waktu lebih dari seminggu bersama kami,” jelas Marcelo.

Di Kolombia, para anggota FSC menguji coba sekaligus mempelajari teknik baru, juga mengunjungi perkebunan dan lembaga terkait untuk menimba lebih banyak ilmu soal metode terbaik yang dapat diterapkan di negara masing-masing.

Christian Hackenberg, green coffee trader di Starbucks Coffee Trading Company, menekankan pentingnya mendukung para petani muda dan keluarga mereka.

“Mereka harus menjadi penanam kopi yang lebih baik sehingga bisa terus memproduksi kopi di lahan perkebunan mereka, terlepas dari semua tantangan yang dihadapi industri kopi, baik perubahan iklim maupun persoalan harga,” kata Christian di Visitor Center Hacienda Alsacia, Rabu (10/12).

“Apa yang diinginkan dan dibutuhkan para produsen kopi muda itu? Bagaimana kami dapat membantu mereka? Insentif apa yang tepat untuk mereka? Jawabannya sebenarnya cukup sederhana: sebagian besar petani muda tertarik untuk mempelajari teknik baru dan menerapkan teknologi baru,” jelas Christian yang bersama FSC memetakan masalah para petani dunia.

Beto Pimentel, rekan Christian di Starbucks Coffee Trading Company, juga menjelaskan keterlibatan aktif FSC dalam mendukung para petani di Aceh, Sumatera Utara, dan Jawa Barat.

“Di Jawa Barat, kami sedang mempersiapkan beberapa sampel tanah untuk dikirim ke laboratorium guna mengecek kebutuhan pupuk yang tepat. Minggu lalu kami juga mengadakan serangkaian lokakarya di Jawa Barat. Dalam lokakarya itu, ahli agronomi kami berbagi berbagai praktik di lapangan,” kata Beto.

Sejak awal 2025, Beto fokus pada pengadaan biji kopi mentah dari Indonesia—salah satu pasar terpenting Starbucks. Untuk itu ia bekerja sama secara erat dengan pemasok dan produsen untuk memastikan kualitas kopi yang dibeli dan dihasilkan.

Interaksi para pelaku industri kopi antarbenua pun makin intens seiring pasar yang meluas. Salah satu koperasi kopi terpenting di Kosta Rika, Coope Libertad yang juga pemasok Starbucks, tahun ini mulai mengirim kopi ke Malaysia.

“Ini pertama kalinya kopi kami beredar di Malaysia, dan ini pendekatan penting dari Kosta Rika ke Asia Tenggara,” kata Felix Monge dari Coope Libertad.

Uluran Tangan untuk Bencana Sumatera

Kedekatan antara pemasok dan pembeli tak sebatas soal kopi. Solidaritas kemanusiaan ikut terbangun saat bencana melanda.

Usai banjir bandang menerjang Sumatera, Starbucks Foundation memberikan donasi senilai hampir USD 50 juta (sekitar Rp 835 miliar) kepada organisasi nirlaba Planet Water Foundation dan Save the Children untuk membantu masyarakat Sumatera yang terdampak.

“Hati kami bersama semua orang yang terdampak banjir di Indonesia … Bersama-sama, kami ingin memberikan sedikit kenyamanan dan rasa persaudaraan kepada orang-orang yang sedang melewati masa krisis,” ujar Kelly Goodejohn, Chief Social Impact Officer di Starbuck.

Donasi senilai USD 50 juta itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan paling mendesak bagi pengungsi, yakni air bersih dan air minum, makanan bernutrisi, obat-obatan, selimut, serta perlengkapan hunian sederhana.

Sejak berdiri pada 1997, misi kemanusiaan menjadi fokus Starbucks Foundation. Lewat misi ini, Starbucks membantu komunitas yang terdampak bencana, serta berinvestasi pada penghasil dan pengusaha kopi yang tengah berkembang dan berprospek.

Sumatera selalu menjadi tempat istimewa bagi Starbucks. Bukan hanya karena urusan jual-beli kopi, tapi jauh lebih mengakar dari itu. Biji kopi dari pulau ini merupakan fondasi dari identitas rasa kopi Starbucks.

Kopi Sumatra adalah salah satu single origin yang paling populer, dan sejak 1971 menjadi bahan utama bagi lebih dari 30 campuran ikonik kopi Starbucks (coffee blend) karena cita rasanya yang kuat dan khas—kental (bold), intens dan tajam (heavy body), rendah asam, serta beraroma tanah (earthy) dan rempah.

Biji kopi Sumatra tersedia di 40.000 lebih gerai Starbucks di seluruh dunia. Eks CEO Starbucks, Howard Schultz, bahkan menyebut kopi Sumatra sebagai salah satu kopi favoritnya. Demikian pula dengan Beto Pimentel, coffee trader Starbucks yang menghabiskan masa kecilnya di perkebunan kopi keluarganya di Brasil.

“Saya menyukai berbagai macam kopi, dan [kopi Sumatra] itu adalah favorit saya. Cangkir pertama saya di pagi hari berisi kopi Sumatra,” kata Beto yang kerap berkolaborasi dengan para petani kopi Asia.

Starbucks—yang hanya membeli kopi arabika berkualitas tinggi—adalah salah satu pembeli utama kopi arabika premium dari Sumatera. Lebih dari 70.000 petani di Sumatera menjadi bagian dari rantai pasokan global Starbucks.

Untuk menopang kerja sama itu, Starbucks mendirikan Farmer Support Center di Berastagi, Karo, Sumatera Utara, pada 2015. Sumatera juga secara berkala menjadi lokasi Origin Experience untuk menelusuri akar sejarah dan pemrosesan kopi arabika di daerah itu (ceritanya bisa disimak pada artikel berikut).

Uji Rasa: dari Kopi Sumatra sampai Kopi Afrika

Salah satu aktivitas mengasyikkan yang setiap hari selalu ada dalam Origin Experience 2026 ialah coffee tasting (mencicipi kopi). Ini seni sekaligus teknik untuk mengenali dan mengevaluasi profil rasa, aroma, serta karakteristik unik yang terkandung dalam kopi.

Itu sebabnya coffee tasting sering dibadingkan dengan wine tasting, karena keduanya dianggap sebagai minuman yang memiliki kedalaman rasa dan kekuatan budaya. Kopi memiliki lebih dari 1.500 senyawa aroma dan rasa. Dan rasa kopi bisa tergantung pada cara penyeduhan dan kondisi saat ia diseduh.

Misalnya, jika suhu air meleset 2 derajat atau gilingan kopi terlalu halus, maka rasa kopi bisa berubah drastis. Pencicip (taster) harus bisa membedakan apakah rasa yang “tak sesuai harapan” itu muncul karena biji kopi yang buruk, gilingan kopi yang meleset, atau penyeduhnya yang salah teknik.

Selain itu, rasa kopi juga bisa berubah signifikan bila suhunya berubah—apakah ia diminum dalam kondisi panas atau dingin.

“Cita rasa kuliner juga memengaruhi kopi, terutama kopi yang diproses alami dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Dibandingkan dengan 10 tahun lalu, sekarang orang-orang lebih menyadari bahwa kopi dari berbagai belahan dunia bisa memiliki cita rasa yang berbeda antara satu sama lain,” ujar Brittany Zeller, Coffee Development Lead di Starbucks Global Coffee and Sustainability, di Costa Rica Marriott Hotel Hacenda Belen, Senin (8/12).

Brittany dan timnya yang berbasis di Seattle, Amerika Serikat, bekerja sama dengan Farmer Support Center untuk mengkalibrasi rasa serta kualitas biji kopi mentah (green coffee) dan kopi sangrai (roasted coffee) yang berasal dari berbagai daerah.

“Ketika kami menerima biji kopi yang baru dipanen segar, atau kopi Sumatra yang diolah basah, kami mencicipinya untuk menilai rasa kopi tersebut; lalu mengonsep pengemasannya, dan memutuskan bagaimana kopi itu akan digunakan dalam resep [coffee blend] sehingga kami dapat menghasilkan produk yang unik,” papar Brittany.

Di Farmer Support Center Hacienda Alsacia yang dikelilingi barisan pegunungan, Brittany mengajak peserta Origin Experience 2026 untuk mencicipi kopi istimewa yang diracik khusus untuk menyambut musim libur akhir tahun.

Coffee blend ini adalah racikan dari tiga kopi istimewa: biji kopi pilihan dari Hacienda Alsacia, biji kopi Sumatra yang telah matang sempurna, dan kopi bertekstur tebal dari Aceh.

Campuran ketiganya disangrai secara ahli untuk memunculkan aroma kayu cedar yang kemudian menonjolkan sentuhan lemon, mapel, dan manisan jahe ketika dicecap. Racikan ini disebut Starbucks tergolong “langka” dan “berkesan” sehingga dijadikan suguhan spesial jelang penutup tahun.

Selain coffee tasting, Brittany juga mengajak peserta Origin Experience untuk menilai rasa kopi (coffee cupping). Jika coffee tasting lebih fokus pada pengalaman sensorik menikmati hasil seduhan akhir, coffee cupping memiliki metode evaluasi teknis yang ketat untuk menilai kualitas biji kopi, dengan tujuan untuk mengontrol kualitas.

Sehari-hari, Brittany dan timnya yang berbasis di Seattle, Amerika Serikat, melakukan coffee cupping bisa sampai 600 kali demi mendapatkan cita rasa yang diinginkan.

Brittany menilai kopi sebagai produk yang unik, dan itulah sebabnya mengenal “akar” dan pemrosesan kopi dalam sebuah tur seperti Origin Experience adalah penting.

“Bagi konsumen atau siapa pun yang membeli sekantong atau secangkir kopi, akan menyenangkan untuk memahami dari mana ia berasal. Pengetahuan itu menjadi daya tarik tambahan bagi penikmat kopi karena memberi rasa keterkaitan antara mereka dengan tempat asal kopi favorit mereka,” kata Brittany.

Sore itu, di Hacienda Alsacia, ia membawa kami ke dunia kopi yang penuh keajaiban. Tiga gelas kopi yang berderet di depan kami menanti untuk disesap. Ia meminta kami menerka dari mana saja asal kopi-kopi itu. Para peserta Origin Experience antusias mencoba menjawab.

Brittany lalu memberikan kunci jawaban: gelas kiri dengan label hijau adalah kopi Hacienda Alsacia dari region Amerika Latin, gelas tengah adalah kopi Sumatra dari region Asia Pasifik, dan gelas kanan dengan label merah muda adalah kopi Etiopia dari region Afrika.

Ah, lagi-lagi kopi Sumatra yang legendaris ikut berbaris.

Perjalanan jauh mengitari separuh Bumi ke Kosta Rika semakin meneguhkan keyakinan kami bahwa bumi Indonesia selalu menyimpan kekayaan yang menjadi magnet dunia.

Kali ini, magnet itu adalah cita rasa kopi Sumatra.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Gelar Gen Z Fest 2025, Kepala BKKBN Tegaskan Pemerintah Perangi Perundungan
• 3 jam lalutvonenews.com
thumb
Aksi Mahasiswa Papua Peringati Trikora, Polisi di Makassar Turunkan Barracuda
• 13 jam lalufajar.co.id
thumb
Lokasi dan Jadwal SIM Keliling di Kota Tangsel Hari Ini Sabtu 20 Desember 2025
• 29 menit lalutvonenews.com
thumb
Kemenhub perkuat keselamatan penerbangan Natal-tahun baru di Batam
• 11 jam laluantaranews.com
thumb
Tak Terima Ditegur Saat Mencuri, Pria Ini Pukul Karyawan Wanita
• 14 jam lalurealita.co
Berhasil disimpan.