FAJAR, MAKASSAR — PSM Makassar berpotensi menjalani putaran kedua BRI Super League 2025/2026 tanpa gebrakan berarti di bursa transfer tengah musim. Bukan karena ketiadaan ambisi, melainkan akibat sanksi larangan transfer dari FIFA yang masih membelit klub berjuluk Pasukan Ramang tersebut. Hukuman itu tidak main-main: berlaku selama tiga periode bursa transfer berturut-turut, yang secara otomatis menutup ruang gerak manajemen setidaknya hingga Januari 2027 jika tak segera diselesaikan.
Situasi ini menjadi awan gelap yang menggantung di atas persiapan PSM menyongsong putaran kedua kompetisi. Bursa transfer paruh musim akan dibuka pada Januari 2026, momen yang biasanya dimanfaatkan klub-klub Super League untuk menambal kekurangan skuad. Namun bagi PSM, jendela itu terancam hanya menjadi etalase tanpa transaksi. Jika sanksi tetap aktif, Juku Eja tak bisa merekrut satu pun pemain baru, sekalipun hanya untuk menambah kedalaman bangku cadangan.
Di sisi lain, manajemen PSM berpacu dengan waktu. Sengketa yang menjadi akar sanksi tersebut harus segera diselesaikan agar FIFA mencabut hukuman sebelum jendela transfer ditutup. Jika gagal, PSM mau tak mau harus bertarung di tengah ketatnya persaingan papan atas dengan skuad yang ada saat ini—tanpa suntikan tenaga segar.
Sebenarnya, kondisi ini bukan hal baru bagi PSM. Sejak awal musim, klub kebanggaan Sulawesi Selatan ini juga sempat berada dalam situasi serupa. Namun, jika sanksi kembali berlarut-larut, dampaknya bisa jauh lebih serius. Ambisi untuk terus merangsek ke papan atas klasemen dan menjaga konsistensi performa berpotensi terganggu, terutama jika terjadi cedera atau akumulasi kartu pada pemain inti.
Trucha Tetap Tenang di Tengah Tekanan
Di tengah situasi yang tidak ideal itu, pelatih PSM Makassar Tomas Trucha justru memilih pendekatan berbeda. Alih-alih panik, arsitek asal Republik Ceko tersebut tampil tenang dan optimistis. Ia menegaskan bahwa sejak awal dirinya memang tidak merencanakan perombakan besar pada bursa transfer Januari.
Trucha lebih percaya pada proses dan stabilitas. Baginya, memaksimalkan pemain yang sudah memahami filosofi permainan jauh lebih penting ketimbang mendatangkan banyak wajah baru yang membutuhkan waktu adaptasi.
“Dari saya sendiri, mungkin tidak ada perubahan besar di masa bursa transfer tengah musim mendatang. Saya sudah senang dengan skuad yang dimiliki. Sekarang satu-satunya koreksi yang harus dilakukan adalah menemukan keseimbangan,” ujar Trucha dalam sesi konferensi pers pada 6 Desember 2025 lalu.
Pernyataan itu menjadi sinyal kuat bahwa PSM secara teknis masih memiliki fondasi yang cukup kokoh. Trucha melihat kualitas tim bukan semata dari jumlah pemain, melainkan dari keseimbangan antar lini dan pemahaman taktik yang konsisten. Dalam pandangannya, stabilitas tim justru bisa menjadi senjata tersembunyi saat klub lain sibuk beradaptasi dengan rekrutan anyar.
Embargo sebagai Ujian Filosofi Klub
Larangan transfer ini secara tidak langsung memaksa PSM kembali pada jati dirinya sebagai klub penghasil talenta muda. Dalam beberapa tahun terakhir, PSM dikenal sebagai tim yang berani memberi panggung bagi pemain lokal dan jebolan akademi. Kondisi sekarang membuat filosofi itu kembali relevan, bahkan tak terelakkan.
Trucha kini memiliki tanggung jawab ekstra untuk memoles pemain pelapis agar siap tampil di level tertinggi. Salah satu contoh nyata adalah Mufli Hidayat. Pemain muda kelahiran Bone itu kini mulai fasih bermain di posisi bek kanan dan menunjukkan perkembangan signifikan. Mufli menjadi bukti bahwa solusi internal bisa menjadi jawaban di tengah tertutupnya akses belanja pemain.
Selain Mufli, beberapa pemain muda lain juga berpeluang mendapatkan menit bermain lebih banyak. Situasi ini bisa menjadi pedang bermata dua: berisiko jika pemain muda tak siap, namun berpotensi besar jika mereka mampu menjawab kepercayaan pelatih.
Ujian Manajemen, Bukan Sekadar Teknis
Lebih dari sekadar persoalan di lapangan, embargo FIFA ini merupakan ujian integritas bagi manajemen PSM Makassar. Penyelesaian sengketa menjadi krusial, bukan hanya demi membuka pintu transfer, tetapi juga untuk menjaga reputasi klub di mata federasi internasional.
PSM bukan satu-satunya klub Indonesia yang terkena sanksi serupa. Saat ini, setidaknya ada empat klub lain yang juga berada dalam daftar larangan transfer FIFA, yakni Persiwa Wamena, Kalteng Putra, PSBS Biak, dan PSCS Cilacap. Fakta ini menjadi pengingat bahwa tata kelola klub masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi sepak bola nasional.
Bagi PSM, keluar dari jeratan sanksi bukan hanya soal menambah pemain, tetapi tentang memastikan keberlanjutan klub secara profesional. Jika manajemen mampu menyelesaikan masalah tepat waktu, PSM setidaknya masih memiliki peluang melakukan koreksi kecil di paruh musim. Namun jika tidak, maka Trucha dan pasukannya harus siap menghadapi tantangan dengan sumber daya yang ada.
Fokus ke Lapangan Hijau
Di tengah segala ketidakpastian itu, satu hal yang jelas: fokus Tomas Trucha tak boleh terganggu. Pelatih asal Ceko tersebut kini memegang kunci menjaga stabilitas performa PSM. Dengan atau tanpa rekrutan baru, Juku Eja dituntut tetap kompetitif.
Putaran kedua Super League akan menjadi ujian sesungguhnya. Bagi PSM Makassar, sanksi FIFA mungkin membatasi gerak di luar lapangan, tetapi di dalam lapangan, mereka masih punya kendali penuh atas nasibnya sendiri.




/https%3A%2F%2Fcdn-dam.kompas.id%2Fimages%2F2025%2F12%2F19%2F307969585dab2e8d517ad8e677079cea-IMG_20251218_200536.jpg)