Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto, menyebut aksi penagihan yang dilakukan oleh para debt collector (DC) atau mata elang (matel) sudah sering menimbulkan masalah dan tak pernah selesai.
Budi bahkan menyebut aksi para mata elang itu sebagai tindakan preman. Sebab, mereka melakukan penagihan dengan cara bergerombol sehingga membuat orang yang ditagih merasa terintimidasi.
"Kami sampaikan, ini sudah menjadi sistem premanisme. Karena apa? Dengan bergerombol melihat konsumen didatangi dengan kelompok orang yang banyak. Ini kan mau lakukan intimidasi dan intervensi," kata dia di Polda Metro Jaya pada Kamis (18/12).
Mestinya, sambung Budi, para mata elang terlebih dahulu menunjukkan surat perintah tugas dari lembaga pembiayaan ketika menagih. Setelah itu melakukan mediasi atau memberikan somasi kepada pemilik kendaraan.
"Seharusnya, sudah menunjukkan surat perintah tugas, surat perintah tugas dari lembaga pembiayaan. Yang paling utama adalah, solusinya adalah mediasi dan memberikan somasi, bukan melakukan pengamanan penarikan secara paksa kendaraan-kendaraan tersebut," ucap dia.
Sebelumnya diberitakan, dua orang debt collector atau mata elang berinisial MET dan NAT meninggal dunia usai dikeroyok oleh 6 anggota Polri di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Para pelaku sudah dikenakan sanksi etik berupa pemecatan hingga demosi.





