FAJAR, MAKASSAR— Kelangkaan Bio Solar di Sulawesi Selatan memasuki fase mengkhawatirkan. Sepanjang jalur Makassar–Pangkep, antrean kendaraan di SPBU bukan lagi pemandangan insidental, melainkan fenomena harian.
Truk logistik, bus antar kota, hingga kendaraan pribadi mengular hingga ke badan jalan, memicu kemacetan dan memperlambat arus distribusi barang.
Dalam penelusuran langsung di sejumlah SPBU di sepanjang jalur tersebut, hasilnya seragam: stok Bio Solar cepat habis, pengisian dibatasi, dan waktu tunggu mencapai berjam-jam.
Sejumlah pengemudi mengaku harus berpindah dari satu SPBU ke SPBU lain demi mendapatkan solar bersubsidi.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang kemampuan PT Pertamina Patra Niaga dalam mengelola sektor hilir energi, khususnya distribusi BBM di Sulawesi Selatan.
Akademisi dan Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Inovasi, Dr. Ir. Affandy Agusman Aris, ST, MT, MM, MH, menilai kelangkaan Bio Solar bukan semata persoalan teknis, melainkan indikasi kegagalan tata kelola distribusi.
Jika hampir seluruh SPBU di satu jalur strategis mengalami kekosongan atau antrean ekstrem, itu menandakan masalah sistemik. Pertamina Patra Niaga tidak cukup adaptif membaca pola konsumsi dan kebutuhan riil di lapangan,” kata Affandy
Menurutnya, Bio Solar merupakan bahan bakar utama sektor logistik dan transportasi, sehingga setiap gangguan pasokan akan langsung berdampak pada biaya distribusi, keterlambatan pengiriman barang, hingga kenaikan harga di tingkat konsumen.
Affandy menambahkan, Sulawesi Selatan memiliki posisi strategis sebagai hub logistik kawasan timur Indonesia. Ketika pasokan energi di wilayah ini terganggu, efek dominonya tidak hanya dirasakan di tingkat lokal, tetapi berpotensi meluas ke daerah penyangga lainnya.
Yang menjadi soal, kelangkaan ini bukan kejadian pertama. Pola yang berulang menunjukkan lemahnya sistem mitigasi dan pengawasan distribusi BBM bersubsidi, ujarnya.
Sejumlah sopir truk yang ditemui di lapangan mengaku harus menunggu hingga tiga jam. Bahkan, sebagian memilih bermalam di sekitar SPBU karena khawatir stok kembali habis jika meninggalkan antrean.
Situasi ini memperbesar risiko praktik penimbunan dan penyalahgunaan distribusi BBM bersubsidi.
Hingga kini, belum ada penjelasan terbuka yang komprehensif dari Pertamina Patra Niaga terkait penyebab utama kelangkaan Bio Solar di Sulawesi Selatan. Ketiadaan informasi yang transparan justru memperkuat keresahan publik.
Affandy mendesak evaluasi menyeluruh terhadap kinerja distribusi Pertamina Patra Niaga, termasuk audit kuota, pola penyaluran, dan pengawasan di tingkat SPBU.
Energi adalah urusan hajat hidup orang banyak. Negara tidak boleh absen. Jika Pertamina gagal menjalankan mandatnya, pemerintah harus turun tangan secara tegas, kata Affandy.
Sementara itu, antrean masih mengular, roda ekonomi bergerak tertatih, dan masyarakat Sulawesi Selatan menunggu kehadiran negara dalam memastikan hak dasar atas energi tetap terpenuhi.

/https%3A%2F%2Fcdn-dam.kompas.id%2Fphoto%2Fori%2F2025%2F12%2F18%2Fae70d777-4984-4e76-8811-6f5d411a0a89.jpg)


